Niat dan Output
Ketika tangan kecil saya audah cukup kuat, Apa mengajari saya mengulek cabe di batu gilingan yang besar. Apa mengajarkan teknisnya, dan memberikan panduan memasak sambalado dengan baik. Saya kemudian tidak hanya berurusan dengan cobek. Akan tetapi juga kayu, tungku api dan aneka wajan yang hitam oleh jelaga.
Lantas saya belajar berbelanja bahan masakan ke warung. Saya belajar otodidak tentang memadukan berbagai bahan makanan. Kadang saya memerhatikan ibu lain yang berbelanja, kadang saya menyesuaikan dengan bahan yang tersedia.
Lalu saya memasak.
Sebisanya.
Mengingat saya masih kelas tiga sekolah dasar.
Apabila saya pulang dari sekolah, saya akan memeriksa terlebih dahulu apakah ada nasi di dalam periuk. Di tahun-tahun itu rica cooker belum ditemukan. Sehingga setiap orang memasak basi dengan panci. Setelah air dalam panci ditakar dengan kekuatan ruas jari, panci akan diletakkan di atas tungku yang apinya menyala berkobar. Biarkan hingga air mendidih. Di tahap ini, saya harus gercep dengan sendok bulat dan mangkok. Sebab saat itulah air tajin.bisa diambil dan disisihkan untuk dinikmati setelah agak dingin. Bali ke nasi tadi, setelah air tajin dikeluarkan, dengan jumlah yang dikira-kira saja, volume api dikurangi dengan cara mengeluarkan potongan kayu bakar. Hanya tersisa bara api yang berpendar lemah. Ialah yang bertugas menghantarkan nasi separoh matang menjadi nasi yang pulen dan enak dinikmati.
Nasi aja perjuangannya udah sedemikian berat, belum lagi proses memasak lauknya.
Tapi saya terus menjalaninya tanpa absen. Bukan karena hobi memasak, melainkan karena keharusan.
Kalau mau makan, ya mesti masak dulu.
Saya lalu tumbuh dengan pemikiran semacam itu. Bahwa memasak adalah bentuk tugas saya sehari-haru. Outputnya adalah saya memasak sekedar menggugurkan tugas dan menyediakan sepiring lauk di atas meja. Zonder penemuan resep baru dan zonder kedalaman rasa.
Begitulah sampai saya dewasa dan berada di titik saya perlu memasak untuk sekeluarga.
Segala prosesnya sama dengan saat saya kanak-kanak. Hanya kini sudah ada rice cooker yang membuat segalanya terasa mudah.
Saya tetap memasak. Hanya outpunya berbeda. Memasak bukanlah tugas sekata, ia adalah upaya menghasilkan makanan yang mewakili hati penuh cinta dari ibu.
Comments
Post a Comment