Posts

Showing posts from February, 2021

Cinta Berubah Cara

Hari ini uda jauh dari rumah, sejak kemaren malam uda sudah nginap di Puncak. Pasalnya akad nikah pagi ini akan dilangsungkan di hotel Amarilis, tidak akan kekejar jika berangkat dari rumah. Sungguh terlalu beresiko jika demikian. Seorang mc profesional tidak akan mempertaruhkan acara pernikahan seseorang pada traffic yang tidak menentu. Belum lagi dengan adanya sistem buka tutup jalur di Puncak. Akan lebih baik jika uda nginep di atas sekalian, agar besok pagi bisa bekerja dengan leluasa. Saya lalu melepas uda dengan harapan bahwa uda tidak akan mengantuk hingga sampai hotel. Setelah bekerja seharian lalu dilanjut nyetir sendiri, saya dihinggapi cemas di setiap detik perjalanan uda.   Begitu uda berangkat, hujan deras turun mengguyur bumi. Intensitasnya terus meningkat bahkan hingga subuh. Hanya ada suara derai hujan hingga pagi hari tiba.  Gerimis tetap ada mewarnai pagi ini. Sama resahnya dengan telpon pagi dari uda. Uda bercerita tentang banjir di banyak wilayah dan tentang truk pe

Miana

 #Pandemi #Kisahkelima Pada desa yang baru kami tempati, apa membeli sebidang tanah, tidak jauh dari rumah. Apa lalu menanam pisang, cabe rawit, ubi jalar dan tanaman lainnya. Saya seketika menyukai kebun sayuran itu. Tanahnya yang coklat muda dan halus, serta rindangnya pohon alpukat membuat saya betah bermain di sana. Selain itu saya menyukai perjalanan menuju ke kebun, karena ada petakan tanah yang kurang terurus namun disana tumbuh tanaman yang menakjubkan.  Ia memiliki daun selebar telapak tangan bayi, dengan warna yang tidak lazim dimiliki dedaunan di seantero desa ini. Warna dominannya adalah hijau muda. Warna yang akan mengingatkanmu pada segelas jus alpukat di siang hari yang terik. Berbaur harmonis dengan warna hijau yang tenteram itu, adalah warna pink muda dan kuning yang ceria. Saya takjub membayangkan semua warna kesukaan saya bisa berpadu begitu indahnya di selembar daun.  Maka setiap kali saya ke kebun, saya tak lupa melirik rimbunan daun menakjubkan itu. Saya tak henda

Sampah untuk Tetangga

 Rumah kami di kampung memiliki halaman yang luas. Halaman samping dan halaman belakang ditanami pohon kakao dan beberapa pohon buah. Biasanya Tek Eda secara berkala akan mengatur seseorang untuk membersihkan sekitar rumah dan merapikan sampah-sampah dedaunan. Sesi bersih-bersih pekarangan ini biasanya satu bulan sekali atau kadang malah dua bulan sekali. Adik yang tinggal di rumah kami tidak banyak menghasilkan sampah sehari-hari. Praktis tumpukan sampah di halaman samping tidaklah banyak dan mayoritas sampah kami berupa dedaunan kering belaka. Pada hari kedua mudik di kampung halaman, saya membuang sampah ke samping rumah. Olala kok ya banyak sekali tumpukan sampahnya. Penasaran, saya dekati sampah-sampah itu. Ini jenis sampahnya jelas bukan berasal dari rumah kami, karena ada sampah popok sekali pakai dan minuman kotak dan botol yang tidak pernah saya beli. Ini berarti ada yang menitipkan sampahnya pada kami. Well... ya tinggal diselesaikan aja kan yah. Sederhana saja, saya cukup me

Kisah Keempat Pandemi: Hal yang Baru

Saya terpikirkan ibu-ibu di kantin sekolahnya anak-anak.  Di deretan booth jajanan itu, pertama-tama ada booth favorit anak-anak. Di sana ada semua makanan yang tidak bisa ditolak, ada puding jelly, bakso goreng, nugget, pentol ayam, mie dan banyak lagi. Di sebelahnya ada penjual soto dan lontong sayur. Nah lanjutt kembali ada booth favorit berikutnya, yang menjual segala minuman dingin. Ia akan dikerumuni di segala waktu. Entah kenapa kedua putri saya suka es di sepanjang waktu. Beda sama bundanya yang suka teh hangat.  Banyak lagi tempat jualan kesukaan anak-anak. Mungkin penjualnya sudah melakukan survey pasar dulu, terhadap makanan yang disukai anak. Tak kurang dari 100 jenis makanan ada di sana. Dan tidak hanya kesukaan para murid, juga ibu bapak yang menunggui anak di sekolah bisa jajan juga. Saya sendiri suka makan bakwan malang tanpa dikasih kecap atau sambal. Rasanya kuah kaldu gurih jadi ketutupan saos dan kecap. Jadilah saya suka duduk di depan booth Bakwan Malang tiap kali

Kisah Ketiga Pandemi: Akal Sehat

Salah satu tantangan wabah Covid 19 adalah diujinya akal sehat. Saya tersentak ketika kakak ipar bilang kalau di tempatnya orang-orang tak percaya dengan corona.  "Ah, itu hanya akal-akalan pemerintah saja itu." Saya meringis.  Dan lebih meringis lagi ketika segera saja bilik-bilik whatsapp dipenuhi dengan ramuan ampuh pembasmi wabah. Saya membatin bahwa tidak hanya virus yang melanda bumi, namun ujian akal sehat ikut menyertai.  Apakah ada konspirasi di antara helai-helai informasi yang berterbangan di luar dinding rumah?  Entah. Toh saya adalah emak yang sibuk dengan tiga anak yang masih sangat tergantung dengn perhatian saya.  Andaikata saya tertarik, saya juga tidak punya cukup waktu menguliknya.  Namun setidaknya, dua hal tidak boleh diabaikan, yaitu skeptis dan kritis.  Pelajaran pertama saya tentang dua perkara ini dimulai ketika saya berusia lima tahun. Waktu itu kami sekeluarga pindah ke desa di punggung gunung yang tidak punya penerangan listrik. Saya yang terbiasa

Kisah Kedua Pandemi: Setengah Isi

Pandemi COVID 19 jelas-jelas sudah ada tanpa bisa dielakkan. Wabah jenis baru ini dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia. Tanpa ada yang bisa merasa aman. Penyakit yang muncul kali ini tidak hanya merepotkan bidang kesehatan. Melainkan menggoyahkan semua sendi kehidupan. Ruang-ruang kerja segera berubah. Sebagian berpindah ke ranah online, sebagian terhenti begitu saja. Sebut saja bu kantin yang menjual bakwan Malang di sekolah. Begitu anak-anak belajar dari rumah, bu kantin stop berjualan. Bangku-bangku panjang naik ke atas meja kantin yang berjejer. Kantin terbuka yang biasanya ramai oleh kesibukan makan siang dan ngemil, seketika senyap.  Aktivitas berhenti begitu saja.  Bahkan anak-anak belum sempat mengemasi barang-barang di loker.  Di rumah, suasana berubah drastis. Pangkalan ojek dekat rumah yang biasanya terdiri dari 7 opang tetap, kini hanya ada satu orang saja. Bang Nata masih setia duduk beberapa jam setiap pagi, lalu kemudian pulang. Kadang ia tidak membawa seorang

Pandemi - Kisah Pertama: Kita Baik-baik Saja, Insya Allah

Bahwa orang Minangkabau suka merantau, ini sudah jamak dipahami. Tak terbilang banyaknya tetangga saya yang meninggalkan kampung. Ketika saya kecil, saya tidak menyukai konsep merantau ini karena kampung jadi sepi. Hanya orang tua dan kanak-kanak yang ada di kampung kami. Sepanjang jalanan terasa senyap, apalagi ketika bunga kuning yang tumbuh liar, telah meruak ke jalanan. Pertanda sudah perlu dilakukan goro warga. Saya juga tidak suka ketika setelah lebaran, kami lalu bertangis-tangisan dengan sanak saudara yang tinggal jauh di seberang laut. Apalagi saat itu masih jarang orang yang bepergian dengan pesawat. Kota Jakarta terasa sangat jauh, tidak terjangkau.  Namun demikian saya sendiri yang memutuskan merantau ketika berusia 24 tahun. Dan sejak itu saya merasa jarak memendek dengan drastis. Jika di masa kecil, saya mengeluhkan betapa luasnya dunia, dan betapa jauhnya sanak saudara. Begitu saya bisa bepergian dengan kereta api dan pesawat, jarak jadi punya defenisi tersendiri.  Jarak

Membina Diri

 Belakangan ini saya lagi suka nonton film "Guruku Sayang" yang ditayangkan DAAI Drama di youtube channel. Diceritakan seorang anak yang bernama Mei Jin, ingin menjadi guru, berusaha keras belajar agar bisa mencapai cita-citanya tersebut. Tidak cukup hanya belajar saja, karena ia perlu meyakinkan orang tuanya agar ia bisa melanjutkan sekolah.  Singkat cerita Mei Jin berhasil menjadi guru di sebuah sekolah dasar. Impiannya tercapai sudah. Ia menyambut tantangannya dengan penuh semangat. Berbagai kondisi anak didik pun dialaminya. Peran guru tidak hanya sebagai pendidik di sekolah, namun seorang yang mengayomi dan membesarkan hati anak. Tak jarang guru Mei Jin menghabiskan waktu di luar jam mengajar untuk mengurus anak- anak didiknya. Sebagai anak guru di sebuah desa, kisah guru Mei Jin di drama tersebut terasa related sekali. Karena mama saya juga memiliki banyak pengalaman serupa itu.  Selain ceritanya yang menarik dan mengingatkan saya pada masa kanak-kanak. Hati saya terpau