Posts

Showing posts from January, 2022

Yang Pergi Tidak Kembali

Saya memiliki sahabat di masa kuliah, El namanya. Kami akrab sejak awal-awal masa perkuliahan. Dia adalah sahabat yang tahu segala hal tentang saya, bahkan tentang isi dompet pun ia akan tahu. Soalnya kami kerap berbagi sisa isi dompet di penghujung kiriman uang. Lebih seringnya sih saya yang mengadukan banyak hal ke El.  Ia adalah sahabat saya yang tangguh. Pendiam mungkin bagi banyak orang, tapi sahabat yang meramaikan hati bagi saya. Kebersamaan kami bermula di pagi hari, saat makan lontong pical bersama di Pasar Baru. Kemudian bersama-sama pula naik bus kampus ke gedung kuliah nun jauh di atas bukit. Terkadang jam kuliah kami berbeda, karena kami beda jalur studi, tapi saat makan siang kami akan kembali bersama. Seringnya juga pulang bersama-sama. Kami akan mampir makan tahu brontak dan es rumput laut di simpang Pasar Baru. Lalu setelah kenyang menyeberang ke tempat peminjaman komik dan novel. Beberapa saat berikutnya, setelah selesai mencatatkan buku pinjaman, kami pergi ke kost n

Sekawanan Burung yang Sama

Dari obrolan anak-anak, saya merhatiin bahwa mereka mulai membentuk kelompok teman. Bahwa ada lima atau enam yang punya kesamaan terus jadi suka makan bareng, atau jajan bareng ke kantin atau ke masjid pas sholat dhuha atau zhuhur. Teman yang satu frekuensi ini malah bertahan dari awal mereka masuk sekolah. Yang berimbas juga ke saya yang jadi temenan akrab dengan ibundanya masing-masing. Ya ada sih mereka punya teman baru. Karena kelasnya dirombak tiap kali kenaikan kelas. Tapi ntar tetap saja ngumpul lagi di jam istirahat.  Sebagian hati pengen bilang, kenapa sih ngga sama-sama aja semua, kok mesti nge-gank sih.. Celetukan dalam hati yang untungnya ngga keceplosan keluar.  Apa hak saya mencegah anak-anak berada dekat teman yang punya kesamaan dengannya.  Sedangkan saya ketika sekolah dulu juga demikian. Tentu saja saya akan menyapa teman lain, tapi saya cenderung bersama dengan yang senada pemikirannya dengan saya. Eits.. saya kira ada kenangan yang keliru di sini. In fact, pas SD te

Deep Talk sama Atya Ifa

Image
  Beberapa waktu belakangan, saya makin menyadari bahwa anak-anak sudah kian besar. Mereka kini menginjak pra-remaja. Saya tidak lagi bisa pakai cara yang sama dengan waktu lampau. Simply karena mereka sudah berubah, mereka bertumbuh, menyerap informasi dan makin berkembang. Mereka juga mengalami perubahan cara pandang, cara berpikir dan bertindak dan juga cara mereka mengambil pembelajaran. Suatu sore, saya terpikir kenangan akan obrolan lama dari Mama dan Apa. Mama curhat tentang temannya yang ditemuinya siang ini. Bahwa sang teman itu suka banget menimpali kalimat mama dengan "Awak baitu pulo Mar." Saya juga begitu loh. Apa waktu itu tertawa ringan, dan berkata, "Kenapa ngga bilang, ayahnya anak-anak petani yang susah hidupnya." Pasti dia ngga bisa menimpali dengan kalimat "saya juga sama, begitu juga." Kiranya adegan beginian telah eksis sejak dahulu kala. Kalau sekarang orang-orang ngomongnya  "Ah kamu mah enak, aku lebih parah... Bla..bla.."

Energi Pertemuan Pertama

Image
Aneh, bahwa saya masih bisa mengingat dengan jelas, suasana saat awal berada di perantauan. Ketika itu saya tinggal di Bekasi Utara, kelurahan Harapan Jaya, komplek SBS. Saya ingat segala tentang komplek itu. Tentang tukang jualan dini hari hingga ke yang berjualan malam hari. Saya ingat juga semua tetangga-tetangga dekat rumah. Saya bisa mengingat jalan masuk Alexindo dimana abang becak berjejer di pinggir jalan. Tentang abang becak ini, saya bahkan ingat persis suasana pas naik becak. Maaf rada norak, di kampung saya ngga ada becak soalnya.. Ahaha.. Saya ingat setiap gang, juga ingat warung "Andalas" tempat kami belanja kebutuhan sehari-hari. Entah kenapa saya ingat apa yang saya rasa ketika melintasi jalanan itu di kali pertama. Rasa itu kira-kira semacam excitement, gamang sekaligus penasaran, gembira samar yang tidak dapat dijelaskan, dan juga semangat mengeksplorasi lebih jauh. Saya ingat aroma dan nuansa cahaya. Seakan dunia berputar lebih lambat agar saya bisa menangk

Me Time yang Terlupakan

Image
Saya paling suka membantu mama saat memasak gulai. Saya bertugas memegang sendok besar dan mengaduk gulai tanpa henti. Sebab sedikit saja tangan berhenti mengaduk, alamat santan akan pecah. Betapapun usaha dicurahkan untuk memperbaikinya, namun santan yang terlanjur pecah tidak akan bisa diperbaiki. Masing-masing unsur santan telah terpencar, mereka bertekad untuk meniti jalan hidup masing-masing.  Eh ini masih ngebahas santan kan ya.. hihi... Oke balik ke santan yang telah bercampir bumbu, yang kini berada di hadapan saya. Setidaknya perlu 20 menit untuk memastikan santan telah berpadu sempurna dengan bumbu, dan telah menjadi kesatuan yang harmonis.  Ini ngebahas santan apa rumah tangga. 

Ketika Tengah Berjalan Sendirian

Sebuah perubahan berawal dari rasa empati. Ketika melihat ke lingkungan sekitar lalu melihat sesuatu yang dirasa tidak benar, kurang pas, atau sesuatu yang butuh dikembangkan menjadi lebih baik. Lalu timbul pemikiran ingin berbuat sesuatu untuk mengubah kondisi. Pertanyaannya, kita rasanya tengah berjalan sendirian. Hiks..  terlihat menggalaukan. Tapi ini beneran seringkali terjadi.  Saat kita sudah bebikinan agenda perubahan, eh ternyata tidak ada yang mau diajak seseruan bareng.  Setelah di cek agenda yang dirancang itu sangatlah luar biasa. Ia telah mencakup segala unsur problematika, sudah ada analisa permasalahan dan telah mencantumkan tujuan perubahan serta langkah-langkahnya. Analisa SWOT yang menyeluruh telah dibuat, pemetaan kekuatan dan strategi eksekusi juga sudah sedemikian rapi.  Sungguh sebuah grand design yang nyaris sempurna telah rampung dibuat.  Masalahnya.. itu tadi.  Sendirian. Tidak ada yang mau ikutan kerja bareng. Saat diceritakan ke orang-orang terdekat atau tim

Cukup Sampai Segini

Image
Entah. Mungkin karena saya pernah mengalami berada di titik rendah. Dimana beras pambagian guru dicuci berulang-ulang hingga airnya bening, lalu dimasak dengan segenggam daun pandan. Beras pambagian adalah beras jatah guru yang dikirmkan dari pusat. Kadang saking lamanya proses kiriman ini, atau entah seperti apa asalnya, yang jelas beras ini dalam kondisi kecoklatan, bau dan mengandung banyak batu-batu kecil. Bahkan setelah dicuci sekian kalipun, aroma beras yang apak tidak sepenuhnya hilang. Nasi yang telah matang nanti tetaplah tidak berwarna putih bersih. Saya juga pernah mengamati mama, memarut singkong, kemudian memberikan sejumput gula dan pewarna makanan. Agar tetap menarik, parutan singkong itu lalu dibentuk seperti pizza. Terciptalah sebuah bulatan warna warni yang menggoda. Ia muncul dari dalam dandang dengan sebentuk uap yang amazed yang bagi kanak-kanak. Hasilnya bukanlah suatu makanan pengganti nasi yang sulit didapat, melainkan kue yang sophisticated. Saya amat mengharga

Tidak Apa Jika Salah

Image
Saya menyukai segala yang bersifat teratur, well organized, ukuran yang sama dan warna yang senada. Rasanya segala yang tertib teratur itu bisa menenangkan hati yang riuh rendah.. cieee..  Etapi tentanh ini pastinya tiap orang akan berbeda persepsinya. Kadar kebahagiaan orang khan ngga sama. Jika saya bahagia dengan segala yang rapi berbaris, bisa aja ada yang ngga ngeh aja gitu. Simply karena beda cara pandang aja. Ini hal yang tentu saja mesti dibawa selow. Toh orang kan beda-beda maunya.  Ini juga sebabnya saya belakangan suka mengoleksi botol detergen tertentu, untuk tempat cairan bebersih lainnya. Jadi seru aja gitu, ada botol yang sama, dengan isi cairan berbeda warn. Melihat deretan botol ini, saya merasa perlu mengingatkan putri pertama dan kedua tentang botol warna warni ini. Apa isinya dan peringatan tentang cairan tertentu yang rada mengandung bahaya.  Saya pikir udah selesai aja. 

Respek

Setidaknya lima belas kali dalam sehari, diskusi perihal tokoh negeri itu beredar di keseharian saya. Terutama di televisi. Sepanjang hari ada diskusi, obrolan dnegan tokoh politik tertentu hingga film dokumenter yang mengupas tuntas segala laku perjalanan sang tokoh. Bahkan buku catatan dosanya pun sampai diterbitkan. Di sekolah juga tidak luput dari obrolan tentangnya. Termasuk sahabat-sahabat saya, yang juga ikutan menilai sepak terjang, dan menyayangkan manuver tertentu dan tidak kurang ikut pula memberikan masukan bak pakar hukum tata negara yang handal. Kami anak kelas tiga SMA yang secara ilmu sangat kurang, tapi semangat berkelimpahan. Kami ikut terbakar semangat perubahan yang mengalir dari tayangan ke tayangan di televisi nasional.  Dalam kecamuk opini itulah Apa berkata, "Milikilah respek, kepada siapapun itu. Andai perilakunya semuanya menyiratkan kegagalan, setidaknya hargai ia karena usianya yang lebih tua." Saya sulit menerima nasehat yang mulia ini.  Tapi Apa

Perempuan dan Cerita di Sekelilingnya

Salah satu ujian terberat bagi perempuan adalah ketika ia berjumpa dengan perempuan lain yang senang bercerita. Ada terlalu banyak bahan cerita yang melonjak-lonjak berebutan ingin keluar. Mulai dari perkara keributan pagi hari. Saat anak-anak sulit dibangunkan sholat subuh. Lalu beralih ke lontong sayur yang dibuat tergesa, sehingga lontongnya terlalu lembek kebanyakan air. Bahan obrolan lalu bisa melaju ke masalah cuci piring dan baju. Itu baru di kisaran jam-jam pertama bangun tidur. Dan itu baru seputaran rumah tangga belaka. Apabila sedikit beranjak ke teras rumah, kerunyaman mulai berkembang. Karena faktor eksternal mulai mempengaruhi keseharian. Obrolan bisa berkembang jauh.  Sebagai contoh, perkara lontong yang gagal proses sebagai akibat dari kesalahan prosedur. Jika ia dibatasi pada urusan dapur saja. Obrolan tadi saya kira hanya membahas tentang tips membuat lontong yang baik, sharing pengalaman dan saling memyemangati agar besok-besok tetap semangat memasak. Akan tetapi jik

Dari Sentana ke Petuah Dale Carnegie

Image
Ujuang Tanah adalah nama segundukan tanah mirip bukit kecil yang terletak di Nagari Tungkar, Sumatera Barat. Ia berada di tikungan sekaligus turunan, di pinggiran lokasi pemukiman penduduk. Itu sebabnya situasinya senantiasa sepi. Hanya pada jam tertentu orang-orang melintasinya, yaitu pada jam-jam sholat, sebab itu adalah tikungan menuju masjid. Ujuang Tanah adalah sepetak tanah terbengkalai yang konon ditakuti oleh banyak orang, dalam kata lain angker. Karena sepinya. Karena banyak rumpun bambu. Juga karena tidak pernah ada orang yang tinggal di sana. Ini sungguh adalah lokasi terpencil yang sunyi senyap.  Meskipun Ujuang Tanah mengandung kisah misterius yang amat menarik untuk dibahas, tapi saya tidak hendak menceritakan bagian-bagian yang serem itu. Ini adalah kisah Apa, saya dan dunia literasi. 

Setrika Kayu

Image
Konon, ketika saya adalah bayi yang tiduran di lengan Apa, saya tidak akan tidur kecuali Apa sudah menyanyikan nyaris semua lagu India yang diketahui Apa. Mungkin ini sebabnya, kata 'zendegi' kadang melintas lambat-lambat di kepala ketika saya lagi gabut. Betapapun saya menyimak "Scorpion" di sepanjang masa remaja, tapi alam bawah sadar sudah kadung punya rekaman lagu lain. Lagu bawah sadar saya kadung dibentuk oleh lagu India. Demikianlah, saya besar di pelukan Apa yang bersenandung perlahan. Saya bisa memperkirakan betapa saya sebagai bayi sangat merepotkan jika mesti diayun dulu berjam-jam sebelum tidur. Tapi segala kenangan saya tentang main bersama Apa menggambarkan momen main yang seru. Berpatokan pada situasi rumah, kenangan pertama saya mestinya berkisar saat saya berusia 3.5 - 4 tahun. Dimana Apa menaruh saya dalam ember besar berisikan air berwarna merah. Apa telah menuang pewarna kue ke dalam seember air. Saya dapat dipastikan girang bukan kepalang saat mai

Bukan Anak Petani Biasa

Image
Di aula fakultas Sastra Mama berkaca. Saya memperhatikan wajah beliau dengan seksama. Wajahnya berseri namun kedua mata coklat itu telah digenangi air mata. Dengan mantap saya bisa memastikan Mama terharu bahwa saya telah menyelesaikan perjalanan menjadi sarjana. Tentu saja tidak urung rasa bahagia menyeruak. Saya bersyukur, hari itu bisa mempersembahkan kegembiraan kepada beliau berdua.  Tapi ternyata ngga gitu. Saat di perjalanan pulang ke rumah, Mama mengungkapnya penyebab air mata yang luruh tiba-tiba itu, bukanlah karena haru biru seperti bayangan saya.   "Tadi disebutkan, Yesi Dwi Fitria, orang tua Asmal Bahar, pekerjaan petani. Apakah di data kampus dulu dibilang kalau pekerjaan Apa adalah petani? Kenapa ngga wiraswasta?" Lah ya Apa kan memang petani.  Masak saya ngarang profesi lain di kolom pekerjaan orang tua. Saya nyengir. Tapi tak urung Mama berkaca-kaca lagi. Apa sih biasa saja. Beliau memang tidak banyak bicara seharian ini. Menurut Mama, terharu aja rasanya ket

Bak Mandapek Durian Runtuah

Image
  Apabila musim durian datang, dan buah durian telah siap berguguran dari dahannya,  dangau atau saung di kebun durian segera diperbaiki. Atapnya yang berlubang-lubang segera diganti dengan ilalang yang baru. Ikat demi ikat ilalang disusun di rangka atap menggantikan ilalang lama yang telah berganti bentuk sebagai kompos. Demikian juga dindingnya yang hanya separuh juga perlu diperbaiki. . Semua dangau mahuni durian memang demikian. Sebab jika ditutup rapat, bagaimana bisa peladang mengamati sekeliling dengan leluasa. Hanya lantai layu yang keras, yang lazimnya bertahan dari satu musim durian ke musim berikutnya.  Di sekolah, teman-teman akan sibuk menceritakan pengalaman seru mereka saat mahuni durian pada malam hari. Saya selalu menatap iri. Saya seakan bisa menyaksikan dari dangau betapa api unggun menyala konstan agar orang-orang tidak kedinginan. Retih api lalu ditingkahi oleh bunyi air menggelegak dari ceret yang dikaitkan di atas tiang dekat api. Air mendidih itu pun segera ber

Batasan yang Jitu

Image
Masalahnya, ada momen-momen becandaan yang kebablasan di rumah kami. Dalam beberapa hal, canda plus keusilan itu mengundang tawa riang, tapi tidak jarang pula ada rengek dan tangis. Terutama jika keusilan itu kelewat batas. Segalanya sepele (menurut kacamata bunda, tentunya). Namun bagi anak-anak tentu saja segala hal dalam hidup mereka, adalah hal yang penting. Kadang, kakak ingin bercanda, tapi adik sedang pengen serius. Adik ngambek, kakak masih nyengir. Level kesal adik naik setengah. Senyuman kini telah sempurna hilang, berganti bibir yang melengkung ke bawah. Suram benar situasi semacam itu. Pada titik ini, apabila kakak sukses menahan diri, atau kadung teralihkan perhatian ke hal yang lain, maka selamat sentosa rumah kami. Namun andaikata kadar keusilan terlalu kuat. Runyam sudah. Habis sudah segala ketenangan adik. Meledaklah tangis dan dapat dipastikan sepersekian detik berikutnya, panggilan pada Bunda akan terdengar.  "Bunda, kakak usil." Pada titik yang demikian, s

Sesuatu yang Sumbang

Image
"Sumbang." Jawab mama dengan tangkas, ketika saya mempertanyakan kenapa saya dan Da Yose, tidak boleh jalan bergandengan tangan. Padahal ia adalah kakak laki-laki kandung satu-satunya. Waktu itu mama tengah mengajarkan sepenggal falsafah adat minang. Mama mengatakan bahwa saya dan Da Yose tidak patut jalan berdua di tengah jalan, terus gandengan atau gelendotan.  "But, why?"  Gitu sih pikiran saya waktu itu. Sama kakak kandung ini kok.. harusnya engga ada masalah dong.  Tapi waktu itu mama menggeleng pasti.  "Itulah yang namanya sumbang. Sesuatu yang boleh saja menurut kitab undang-undang atau ajaran agama, tapi jika dikerjakan menghasilkan mudharat."  Saya menatap tidak paham. Mama sepertinya paham bahwa saya tengah bersiap meluncurkan argumentasi. 

Mengupayakan Senyum

Image
Sudah sebelas tahun ini, menit-menit di pengujung tahun menjadi rentang waktu yang menyakitkan. Karena dulu, sebelas tahun yang lalu, saya bergegas mudik ke kampung halaman. Di sepanjang perjalanan, saya menghitung detik dan menit. Seraya membubuhinya dengan harapan, bahwa saya sempat berjumpa Apa buat terakhir kali.  Menit berlalu dengan perih terasa nyata.  Bahkan hingga saat ini terasa sakit jika dikenangkan. Tahun 2021, keluarga besar kami diwarnai nuansa getir. Mama kehilangan 4 orang adiknya. Adik laki-laki bungsu mama meninggal di bulan Februari, setelah berjuang beberapa hari di ICU. Kemudian di bulan Agustus, hanya berjarak sepekan, dua adik perempuan berpulang. Setelah sebelumnya kami berkumpul dengan hangat di momen lebaran Idul Adha. Lalu tanggal 25 Desember kemarin, satu lagi adik perempuan mama pergi mendahului kami.  Tanpa ada yang pergi pun, akhir tahun bagi saya sudah sedemikian suram. Apalagi kini, dengan bayangan kesedihan dan kerinduan. Seringkali saya terbangun ten