Posts

Showing posts from May, 2016

Kado Atya untuk Ifa

Seperti halnya pada operasi Ifa yang pertama, Atya tidak ikut nginap di JTEC bersama saya dan Ifa melainkan menunggu di rumah bersama nenek, mamak dan bude. Seperti kali pertama, Atya mengerti kalau malam ini Atya perlu bersabar menunggu hingga besok pagi kami bisa bertemu kembali. Perasaan biru yang membuat saya menangis diam-diam seperti saat ini adalah untuk ketiga kalinya. Dulu saat melahirkan Ifa di JIH, saya didera perasaan kangen amat sangat kepada Atya. Saya menangisi Atya yang jauh dari dekapan saya. Ketika besok harinya Atya datang ke rumah sakit, saya merasa menggenggam lagi permata yang sempat lepas.  Yeah.. saya emang emak mellow.. Kedua dan ketiga adalah karena operasi mata Ifa. Pada saat menggenggam tangan Ifa yang diinfus, saya merasa terbelah, separuh hati ada di rumah, separuh ada di rumah sakit. Kali ini juga begitu.. Hiks Makanya, setelah Ifa kembali ke ruang perawatan dan tertidur lelap. Saya sibuk melirik pintu berkali-kali, menunggu derap langkah riang

Operasi Reposisi Mata Ifa

Image
Bulan November silam, Ifa sudah menjalani operasi mata dengan hasil yang baik. Namun sayang pada pemulihan minggu ketiga, Ifa refleks mengucek mata kanannya.. Huwwwaaa.... Saya seketika menjerit kaget.  Fakta bahwa lensa implan untuk mata kanan Ifa telah bergeser, membuat saya dan suami sangat berduka. Dokter Michael selama beberapa waktu masih menunda tindakan karena sejauh ini mata Ifa berkembang pesat meski dengan kondisi lensa demikian. Selama itu juga kami mengamati Ifa dengan cemas. Hingga akhirnya sampai pada kondisi mata Ifa mengalami peradangan dan perkembangan mata kanan pun berhenti. Jika dibiarkan, mata kiri bisa terus mengalami kemajuan sementara kanan stop seperti sekarang. Ifa mulai mendekat pada kemungkinan mata juling.  Saya langsung merasa terhimpit benda berat.  Keputusan operasi kedua harus segera diambil. Operasi reposisi ini sesungguhnya tidak 100% aman, tetap ada resiko seperti halnya operasi pertama..hiks.. Dokter sebenarnya sudah menjelaskan detil se

Aturan di Rumah Sakit

Image
Seiring banyaknya waktu yang saya dan anak-anak habiskan untuk proses pengobatan mata Ifa, saya dan anak-anak jadi sering bermain di ruang tunggu rumah sakit. Jadilah setidaknya satu minggu sekali saya dan dua balita Ini kemudian memerlukan trik tersendiri agar semuanya tetap berjalan smooth dan asik. Kenapa perlu banyak aturan, tidak lain tidak bukan karena saya adalah emak rempong.. haha... Berhubung ini adalah rumah sakit di mana ada banyak pasien dalam kondisi tidak nyaman, maka saya tidak ingin membela anak-anak dengan alasan 'namanya juga anak kecil'. dalam usia sedini ini menurut saya, anak-anak sudah perlu eblajar menghargai kebutuhan orang lain, salah satunya adalah kebutuhan mendapatkan kenyamanan di ruang tunggu. Inilah aturan yang butuh waktu lama sekali hingga Atya dan Ifa berhasil menjalankannya  dengan ikhlas :) Tidak berlarian. Poin ini berada di posisi teratas, karena JTEC adalah tempatnya pasien dengan keterbatasan penglihatan. Jadi penting untuk m

For Things to Change, I Must Change First

Salah satu alasan saya bergabung dengan Institut Ibu Profesional adalah prinsip For Things to Change, I Must Change First. Saya sepakat kalau kita sebaiknya fokus pada pembenahan diri sendiri, tidak perlu sibuk mendata kekurangan orang lain apalagi menyalahkan. Manfaat untuk diri sendiri selain kita fokus meningkatkan kemampuan diri juga biar tidak mudah merasa kecewa terhadap tindakan orang lain. Namun pada praktek sehari-hari, emosi kadang menyesatkan hingga khilaf menuding orang lain. Maka setiap kali diingatkan lagi tentang hal ini, saya merasa lega dan kembali bersemangat. Saya senang ternyata ini dibahas kembali pada materi matrikulasi 1 dan saya suka sekali jawaban bu Septi untuk pertanyaan berikut: Ketika ada ibu profesional, bagaimana dengan ayah profesional?   bagaimana dengan keprofesionalan ayah dalam keluarga? ➡ Jangan pernah menuntut ayah, karena fitrahnya laki-laki baik-baik itu untuk perempuan baik-baik. Pasangan hidup adalah cermin bagi kita, ke tika kita m

"Bisakah kakak menjadi anak kedua saja Nda."

Atya sdh tertidur dari tadi, jauh lebih cepat dari biasanya. Mungkin lelah setelah mengikuti bunda ke wilayah barat Jakarta sejak pagi. Pertanyaan sebelum tidur dari Atya  membuat saya cemas setengah mati.. "Bisakah kakak menjadi anak kedua saja Nda." Pertanyaan yang keluar dari wajah tertekuk itu membuat kesedihan mengambang memenuhi kamar. "Bukankah Atya adalah kebanggaan bunda?" "Iya, kakak udah tahu, kakak senang Nda tapi Kakak tidak lagi pengen lagi anak pertama Nda." Kakak kemudian diam. Saya ikut terdiam. Tamparan keras ini membuat saya sibuk memikirkan poin kejadian mana yang merusak kebanggaan anak sulung ini. Ifa memang sedang membutuhkan perhatian lebih, tapi kita tidak pernah kehilangan quality time berdua setiap harinya. Tapi... bagaimana bisa saya yang mengukur kebahagiaan orang lain. Bahkan mengingat sebuah peribahasa pernah ungkapkan tentang ini, saya setuju bahwa saya rasa tidak layak untuk sok tahu pada perasaan orang lain b

Lebih Dari yang Diminta

Image
Ada teman suami yang request bagaimana kalau postingan saya ngga melulu tentang kedua pipi bulet :) Saya menyambut baik masukan ini, bener juga sih.. Saya sendiri juga berharap bisa menuliskan catatan lain pengalaman saya di sini tapi maaf duhai kawan, karena dunia saya berputar bersama anak-anak berpipi bulat ini, maka ide tulisan gak jauh-jauh dari mereka.. :P Maka maaf kali ini pun masih seputar si pipi bulet.. Ini adalah kisah Atya yang berlarian mendapatkan saya yang sedang ngobrol sama mama. "Nda, ayah minta dibikinkan pepaya potong nda." saya tersenyum menggoda "bagaimana kalau kaka aja yang bikin?" Atya melipat tangan jengkel "Atya kan nggak bisa nda." "Kenapa kakak tidak sampaikan baik-baik saja ke Bunda Nak, tidak perlu kesal begitu. Tidak apa kalau kakak tidak mau." Atya tersenyum, dan... "Nda, ayah mau makan pepaya, maukah bunda mengajarkan kaka cara menyiapkan pepaya untuk ayah?" Aaaakkk... Ibu mana yang

Belajar Empati

Image
Beberapa minggu yang lalu, Ifa menabrak saya saat berlarian bersama kakak. Sepelukan kertas yang saya pegang segera saja jatuh berserakan. Ifa terus aja melesat lari mengejar kakak, meninggalkan saya yang mengumpulkan kertas sambil merenung sedih.  Saat saya panggil, trus tanya kenapa If a lari aja setelah menabrak bunda, I fa cuek aja dong nggak pedulian. Berhubung saya termasuk emak yang suka berpikir macem2... saya udah aja kebayang Ifa 3 tahun yang akan datang sedang berlarian kemudian menabrak temannya  lalu tetap lari gak peduli dengan temannya yang kesakitan.  Juga kebayang, bagaimana Ifa bisa saling menolong kelak, kalau me lihat kondisi or ang lain aja udah enggan.   Oh nooo... *emak mellow : p Tekad melatih empati pada Ifa pun tertuang pada lembaran "Rencana 2 bulanan". Sementara kakak targetnya adalah hafalan juz amma, Ifa fokus dulu ke melatih empati. Saya sem pa t juga berpikir jangan-jangan ini akibat pola asuh saya yang salah. Di rumah saya te

Kembali ke Rumah

Image
Hai.. *dadah-dadah kece :) saya kembali ke rumah virtual ini setelah lama ngilang. Beberapa hari yang lalu, saat saya dan suami sedang duduk manyun bareng di Jakarta Timur Eye Center.  Harap bercampur cemas menunggu proses operasi reposisi mata Ifa sebagai akibat dari Ifa yang mengucek mata pasca operasi pertama Segala doa terbaik pun terbang ke langit, kadang disertai pikiran andai-andai yang segera diusir jauh-jauh. Suami lalu menghibur saya dengan bilang "Teman-teman uda pada mengucapkan doa untuk Ifa. Juga menanyakan kenapa bunda tidak lagi menulis di blog." Saya mulai fokus : p "Ada yang bilang kalau dia fans-nya bunda loh." Saya mulai merasa ditipu. Suami lantas menyodorkan smartphonenya, memperlihatkan chat panjang bersama teman-temannya. Huwwaaa.. ternyata tulisan-tulisan di blog ini beneran ada yang baca! Oh ya tentunya tidak mengabaikan teman yang sudah comment sebelumnya di sini ya.. Hanya saja gak menyangka aja kalau ada yang mengikuti tiap