Kisah Menulis Soalan
Dahulu kala di sepenggal kisah masa SMA, saya pernah menghabiskan waktu dua hari untuk menuliskan pertanyaan. Waktu itu ada tugas membuat bank soal dengan bentuk pilihan berganda. Itu adalah jenis tugas yang saya terima dengan separuh hati, dan wajah rada manyun. Sebab sehari-hari mata pelajaran yang satu ini sudah melulu menyaliiiin terus. Rasanya sudah capek menyalin isi buku paket ke buku catatan. Tapi yaaa.. meski rada kesel, sebagai anak rajin dan giat belajar, tetap juga saya kerjakan tugas itu dengan baik. Bahkan saya menyelesaikan tugas lima hari lebih awal dari tenggat yang diberikan.
Bagian paling sulit dari membuat pertanyaan adalah membuat poin-poin pilihan gandanya. Jawaban yang benar tentu saja udah pasti diketahui, tinggal ditentukan aja, apakah mau ditaruh di A, B, C atau D. Nah membuat pilihan yang salah, agak rumit nih. Khan ngga mungkin juga ditulis asal aja atau ngawur. Setidaknya pilihan salah juga mestilah relevan dengan topik yang dituliskan. Yaaa kira-kira miriplah dengan soal yang dituliskan oleh tim guru pembuat soal ulangan.
Singkat kata, saya berhasil membuat bank soal. Sekaligus berakhir pula riwayat dalam pembuatan soal tersebut. Saya bahkan udah lupa dengan istilah bank soal.
Hingga suatu saat, putri sulung saya mendapat tugas membuat bank soal dari gurunya. Engga tanggung-tanggung pula, untuk 5 mata pelajaran dan sebanyak 40 soal masing-masing. Whoaaa.. saya merasa de javu.
Segera saya bersimpati pada wajah manyunnya.
"Susah ya Kak, tugas kali ini."
Saya menepuk bahunya pelan.
Tepukan itu tentu saja tidak serta merta meredakan galau. Sebab telah menanti kertas double folio dan pulpen warna hitam.
Saya membesarkan hati kakak.
Tahukah kakak, bahwa menjawab soal itu perkara mudah. Asal kita pernah baca materinya dengan sungguh-sungguh dan paham maksudnya, pastilah kita bisa jawab. Akan tetapi dari sekumpulan materi tematik yang kompleks ini, menarik sebuah pertanyaan adalah sebuah kelebihan yang luar biasa.
"Iya sih Nda, pak guru mengatakan bank soal itu ntar dikasih poin penilaian yang besar."
Lalu larutlah putri sulung saya di depan buku tematiknya. Yang didalamnya tercampur segala pemahaman materi IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan PPKn. Kecepatannya menulis soal bahkan jauh lebih melesat dibanding saya zama SMA dulu. Bahkan ia tidak mengalami kesulitan dalam generate pilihan ganda. Dalam beberapa menit saja, ia meminta saya mengirimkan tugasnya pada pak guru.
Saya terperangah. Sekaligus bangga, bahwa bagi putri sulung saya, mengarang pertanyaan adalah hal yang mudah. Dan pilihan ganda juga tidaklah hal yang menakutkan.
Meski demikian, wajahnya masih muram. Mungkin tangannya terlalu pegal karena memegang pulpen terlalu lama.
Comments
Post a Comment