Memahami Emosi, Trigger dan Antisipasi
Dalam berbagai kenangan, saya di masa kecil termasuk yang hobi nangis.. hahaha..
Udah gitu biasanya kalau nangis itu luammaaaa banget. Jenis tangisan yang sulit dihentikan. Saya ngga perlu irang lain buat mengingatkan, karena saya ingat sendiri kelakuan masa kanak-kanak yang memalukan ini. Pas diminta brenti nangis, saya akan bilang: ngga bisa berhenti nangisnya.
Hahaha..
Padahal kalau mau berhenti yaudah berhenti aja dong yah.
Tapi ya gitu, saya entah kenapa syuka banget nangis-nangis kalau emosi tidak terbendung.
Dan obatnya hanya satu. Apa biasanya akan mengambil seember air, dan mengguyur kepala saya biar kaget. Terus terpaksa mandi, kedinginan dan tenang sendiri. Sungguh bukan pengalaman yang patut dijadikan teladan bagi anak-anak.
Tapi ini sih di masa belia banget yah.. begitu udah gedean ya ngga nangis lagi tentunya.
Segala kenangan ini yang membuat saya membuat sebuah catatan pembelajaran khusus buat anak-anak. Bahwa anak-anak perlu memahami emosi yang dialaminya dan juga kenal dengan trigger yang memicu ledakan emosi tadi.
Setelah mengenal jenis-jenis emosi, lalu paham triggernya. Langkah berikutnya adalah mencari strategi pengelolaan emosi yang tepat. Dengan demikian ketika terjadi moment yang mengundang ledakan emosi mereka diharapkan akan segera ingat tentang emosi+trigger dan bisa segera mengatasinya. Alias engga jadi tantrum.
Salah satu contoh situasi yang kemaren kami bahas adalah tentang berkemas yang tergesa. Biasanya ketika sudah ada rencana mau bepergian, saya dan suami maunya kita segera cuss berangkat di jam yang sudah direncanakan. Akan tetapi adaaaaa aja momen gak asik semisal:
"Bundaaaa, tunggu yah mau ambil buku dulu."
Atau..
"Bunda, tali maskernya ngga ketemu."
Atau...
"Bunda tolong sisirin rambut dulu."
Segalanya persis disebutkan saat saya udah mau melenggang cantik keluar rumah.
Olala..
Sungguh sebuah momen yang sanggup memicu ledakan emosi 5 orang sekaligus.
Momen ini yang kita freeze, dan kita bayangkan akan terjadi, lalu dicarikan langkah-langkah antisipasinya. Misalnya dengan bersiap lebih awal. Jika rasanya akan butuh waktu lama saat memakai jilbab, agar diluangkan waktu lebih banyak. Termasuk juga dengan membiasakan rapi mengatur barang agar segalanya bisa cepat ditemukan saat kita di momen kudu gercep.
Ini tentunya engga akan langsung berjalan smooth pastinya. Saya juga ngga punya ekspektasi setinggi itu. Mengenali emosi dan menyiasati segala trigger itu memerlukan latihan. Akan tetapi jika kita menjalaninya bareng-bareng, semua akan terasa lebih asik.
Comments
Post a Comment