Posts

Showing posts from October, 2020

Cinta

Dalam banyak roman lama, dikisahkan betapa cinta mengandung kekuatan luar biasa. Cinta membuat orang berjalan melintasi lembah untuk berjumpa dengan pujaan hati. Bahkan andai hanya melihat sosoknya sekelebat saja, itu sudah cukup. Demikian dahsyatnya cinta. Entah zamam berganti seperti apa, namun cinta tetap punya daya yang dahsyat. Sejak zaman orang berkirim surat, para pencinta menuangkan perasaannya di selembar kertas. Kemudian menunggu sekian lama, seraya berharap surat yang ditulis sepenuh hati akan sampai dengan baik. Syukur-syukur jika mendapatkan balasan. Pun di masa kini juga demikian. Meski pesan bisa sampai dalam hitungan per sekian detik, namun rasa degup di dada tetap sama.  Oh, ini tentu saja bukan hanya spesial milik sepasang kekasih. Namun juga bentuk cinta yang lain.  Seorang ibu misalnya, sejak dari masa kehamilan, sanggup menanggung rasa yang tidak nyaman selama 9 bulan lamanya. Kemudian dia menyerahkan dirinya ke situasi hidup mati, demi berjumpa dengan buah hati ya

Titik Bahagia

Dulu sekali saat masih di bangku kuliah, saya pernah ngobrolin tentang perkuliahan dengan mama. Tiba-tiba saya teringat pada seorang teman yang tidak melanjutkan kuliah lewat di depan rumah. Terus saya bilang ke mama bahwa saya menyayangkan  karena teman saya itu tidak merasakan seperti apa dunia kuliah. Mama terdiam sebentar dan berujar "Tapi kita kan ngga tahu beruntungnya orang atau tidak, siapa tahu dia adalah orang yang berbahagia dengan kondisinya, kalimat barusan malah bisa dikategorikan sombong." Saat itu saya tidak membantah mama, tapi di dalam hati saya teteup merasakan sejumput kadar jumawa sebagai anak kuliah. Tahun-tahun berlalu, saya sudah bekerja di kota lain dan (masih) belum menikah. Saat saya pulang kampung saya bertemu dengan teman tadi dengan dua balita lucu menggemaskan. Teman saya tadi terlihat ceria, dia tampak lebih cantik sekarang dan jauh lebih teduh sikapnya. Di titik ini saya membatin bahwa dia lebih beruntung daripada saya. Saat ini, ketika saya m

Wastra Paisi Dulang

Entah kenapa waktu itu waktu berlarian.  Cepat dan tidak hendak mengulur barang sejenak. Saya terasa terengah namun tidak punya pilihan selain terus menyamakan langkah. Tanggal 27 September segera saja sudah du depan mata.  Mama mengingatkan saya pada satu hal penting.  Uuh.. ini sebenarnya adalah hal penting yang kesekian kali. Rasanya setiap perkara menjadi sensitif seakan perang dunia akan terjadi andai segala persyaratan mama tidaj dipenuhi.  Saya menahan keluh.  Saya terhimpit di antara dua persepsi. Keluarga saya mempunyai prosedur yang ketat dan terikat ada istiadat yang rumit. Sebaliknya keluara suami memiliki situasi lebih longgar. Bagaimana saya menjelaskan bahwa hal buruk akan terjadi jika sebuah dulang yang berisi hantaran, tidak disikapi dengan tepat.  Dan ini sungguh bukan becandaan.  Bukan pula hal yang bisa dianggap sepele. Bahkan saya, yang menghabiskan sore di antara siram gemerlap lampu jalanan kota metropolitan akan menganggapnya sesuatu yang serius.  Saat ini, di t

Bagai Dewangga

Image
  Kukatakan pada puteri pertama.  Alangkah jemu keseharian kita.  Pada selarik sinar pagi yang menerangi dapur. Kita buktikan bahwa kita mampu mengejar matahari.  Bahkan ia belum sempurna bertahta ketika kita duduk menghadapi meja.   Dengan rambut wangi dan tersisir indah.  Lalu kita menenggelamkan kepala di antara buku-buku.  Lalu hening.  Apabila siang mengambil tongkat pagi, kita terengah lelah.  Dan membiarkan karpet lembut mengusap punggung yang kaku.  Entah apa yang kita lakukan.  Tapi senja tiba-tiba menyapa.  Hangat.  Tapi kita merasa kurang.  Karena kita telah terlalu lama berdiam dalam rumah.  Rajin mengamati perubahan waktu.  Dan kita juga kerap merasa jengah tanpa alasan.  Alangkah jemu.  Tentu saja demikian kukira.  Andai tidak ada bayi berpipi putih bulat di rumah kami.  Ia hadir tepat saat kami memerlukan alasan untuk selalu ceria.  Ia bagai dewangga.

Senandika Senja

 Seni untuk berkata "bodo amat", ini tulisan yang saya baca di sebuah artikel.  Saya tersenyum simpul. Karena ini adalah ranah yang gw banget. Di dalam sebuah seminar, seberapa penasaran pun saya tidak akan mengacungkan tangan. Demikian juga di setiap kali perkuliahan. Ketika dunia sosial media hadir, saya menemukan bentuk perjuangan baru.  Saya perlu membaca sebuah status sosial media berulang-ulang untuk memastikan apakah pantas diposting. Apakah ada yang akan tersinggung. Atau apakah tulisan itu akan menjadi sebab permasalahan di kemudian hari.  Seringnya, status itu segera dihapus.  Seiring waktu berlalu, saya jadi memikirkan perkara ini. Perlukah kita memikirkan segala aspek pendapat orang lain. Atau perlukah kita sesekali bersikap bodo amat

Tetesan Hujan di Ujung Daun Tomat

Image
Menakutkan, sungguh sangat mengerikan apabila hujan deras datang di lembah kami. Pertama-tama, rumah panggung kami yang beratapkan ilalang itu berdiri sendirian di tengah lembah. Karena kedua bukit dan sepenjuru persawahan adalah tanah ulayat dari keluarga besar papa, tentu saja tidak akan ada orang lain yang tinggal berdekatan. Rumah kayu kami akan diterpa hujan dari berbagai sisi. Belum lagi gemuruh air yang menuruni bukit dan memenuhi sungai kecil di belakang rumah. Mata air yang terbit di ladang kopi kami pasti juga tak henti mengalirkan airnya.   Segenap potongan ranting dan humus pastilah kini tengah beranjak turun.  Lebih dari rumah kami yang berderak di tengah badai, saya mencemaskan puluhan ekor induk ikan di sisi kanan rumah. Apabila tanggulnya tidak sanggup menampung air,  induk ikan yang berharga itu akan hanyut terbawa air deras. Apalah daya mereka di antara derasnya air coklat itu. Mereka sudah terbiasa dengan kolam yang nyaman. Apabila kami melintasi pinggir kolam, merek

Memandangi Portulaca

Image
  Salah satu adik sekampung saya saya sayangi bagai adik sendiri, mengeluh dengan jujur pada saya di suatu pagi. "Kenapa ya Uni, virus covid ini munculnya sekarang, bukannya waktu aku SMA dulu," keluhnya saat memandangi anak-anak saya yang belajar jarak jauh. Saya nyengir.  Adik-adik remaja yang suka nginap di rumah saya ini memang terbiasa lugas kalau sudah curhat.  "Kenapa emangnya?" Saya pura-pura bertanya. Meski sesungguhnya saya sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan ini.  "Kalau corona sudah dari dulu, aku kan ngga perlu harus mandi pagi," jawabnya dengan penuh sesal.  Saya terbahak, tanpa bisa dicegah. Ah, pagi memang masa yang melenakan. Alangkah seru sekali jika pada pagi hari, kita bisa duduk melamun. Seraya mengamati orang-orang yang sibuk beraktivitas. Tentu saja dengan secangkir teh hangat di atas meja. Akan tetapi hidup tidak mengizinkan kita bertindak demikian. Pandemi di satu sisi mendidik anak untuk tangguh melawan dirinya sendiri. Tid

Malam Terang Bulan Purnama

Almarhum papa saya adalah seorang petani yang serba bisa. Beliau tidak hanya cakap mengolah lahan, namun juga jago dengan kerajinan tangan. Berikan saja segelondongan kayu kepadanya, maka akan bisa menjadi meja, lemari, rebana, atau mainan. Apa (panggilan saya untuk papa) juga bisa membuat jala ikan dan lukah, lukah adalah bubu penangkap belut.  Beliau biasa membuat lukah sehabis magrib, untuk mengisi waktu istirahat. Kelak jika sudah jadi barang 15 buah, Apa akan menaruhnya di sawah yang habis dipanen.  Lukah selalu ditaruh di sore hari. Karena belut akan keluar dari lubang persembunyiannya pada malam hari. Di dalam lukah, Apa menaruh sejumput umpan. Agar banyak belut yang terperangkap di dalamnya. Setelah semalaman lukah ditempatkan, esok paginya Apa akan mengambil lukah-lukah itu. Tak jarang di dalam satu lukah, ditemukan dua atau tiga ekor belut. Menyenangkan sekali jika Apa pulang menyandang pikulan berisi puluhan lukah yang  sarat berisi belut.  Namun ada satu malam dimana Apa ti

Tidak Mudah, Namun Selalu Ada Cara

 Ada 7 orang kang ojek di Pangkalan Ojek SUKUN, yang mangkal 10 meter dari rumah saya.  Biasanya pada pukul setengah 6 pagi, mereka sudah stand by menunggu penumpang. Suara mereka yang ngobrol di pangkalan termasuk salah satu suara yang mewarnai pagi di rumah kami. Sibuk.. sibuk sekali. Penumpang mereka biasanya anak sekolahan atau karyawan yang berangkat menuju lokasi kerja. Ojek menjadi crucial perannya di pagi hari, karena jalan di depan rumah bukanlah jalur angkot. Kesibukan para ojek akan mereda pada pukul sepuluh. Biasanya di jam segitu mereka leyeh-leyeh di bale-bale. Sesekali salah satu dari mereka pergi mengantarkan penumpang. Sisanya berbaring mendengarkan lagu di handphone. Saya menyukai tim ojek ini, karena saya merasa punya jaminan kemudahan. Apa saja bisa dilaksanakan jika kita punya 7 orang tim yang sigap bergerak..heuheu.. engga gitu juga sih. Intinya saya merasa mudah dan nyaman aja.  Akan tetapi, pandemi membawa babak baru bagi mereka.  Ojel online tidaklah mengusik m

Roncean Melati di tengah Pagebluk

Image
  Dengan pengalaman saya yang tentu saja terbatas, saya menetapkan bahwa ada dua jenis usaha yang tidak akan pernah terhenti. Apabila dikelola dengan baik, maka ia akan berkembang dengan pesat dan membantu banyak pihak.  Bidang yang pertama adalah usaha perjalanan umroh dan haji. Mengingat banyaknya warga negara yang bepergian ke tanah suci dengan niat ibadah, maka ini adalah usaha yang langgeng. Jika dikerjakan dengan amanah maka tidak hanya beroleh untung namun juga berkah yang tak ternilai. Bayangkan seorang yang menabung sedikit demi sedikit setiap harinya, seraya membayangkan bisa mengunjungi Kabah. Apabila kelak tabungannya cukup, lalu diserahkan ke sebuah biro perjalanan umroh. Iala pastilah akan sangat bersyukur jika mendapati bahwa ia sangat dibantu dan dimudahkan ibadahnya. Belum lagi bahwa kini perjalanan ke tanah suci juga bisa dirangkai dengan kunjungan ke tempat lain yang prestisius. Misalnya kunjungan ke masjid Aqso atau berlayar di selat Bhosporus yang terletak di antar

Kisah Dapur dan Mahkota Ratu

Image
  Resep nenek untuk cumi kuah pedas:  Tumis bawang merah, setelah wangi, masukkan bawang putih giling, jahe giling, daun, lalu masuk cabe giling, masukkan cumi aduk sebentar tambahkan asam kandis dan terasi, serta air setelah air nya mendidih tutup kecilkan api. Kalau sudah empuk cumi, baru angkat.  Saya hanya diberikan chat begini, tidak ada takaran apa-apa. Nenek mestilah berasumsi bahwa saya akan bisa mengira segala bumbu dengan kekuatan jemari. Haha.  Ketika saya menerima chat ini, saya membacakannya ke uda. Yang lantas berkomentar bahwa saya perlu menambahkan irisan tomat di akhir, sesaat sebelum mengangkat cumi. Pernahkah saya cerita bahwa uda far far away lebih jago masak dari saya. Bahwa uda terbiasa masak nasgor dalam wajan teramat besar. Dan yang paling penting rasanya amat enak. Belakangan uda rajin sekali membuatkan kue bolu. Tanpa sekalipun berada di kemuraman akibat mengalami kondisi kue yang bantat. Selain itu, perempuan hebat di keluarga uda semuanya jago masak. Saking