Cinta dalam Sepiring Makanan

Kiranya Jewel in Palace adalah drama asal Korea yang pertama saya ikuti. Sekaligus juga yang paling saya sukai hingga saat ini. Saya entah sudah berapa kali menonton ulang drama yang satu ini. Meski happy ending, saya sering nangis nontonnya.. hiks.. 

Tapi kali ini mari membahas hal lain. Saya kok rasanya ngga sanggup membuat daftar tantangan hidup Jang Geum, sang tokoh utama. Ibarat kata, tempaan hidup yang ia jalani beneran bisa membuatnya menjadi berlian yang sempurna. Saking beratnya hidup yang dijalaninya. 

Asli salut sama dia. 


Yang ingin saya ceritakan adalah penggalan kisah saat aktris protagonis kita ini mau belajar masak. Ia lalu tinggal satu rumah sama mentornya. Dikisahkan bahwa mentor ini meminta  Jang Geum membawakan segelas air. Jang Geum langsung gercep dong ngambilin air. Karna ia dari dulu memang cekatan abis. Etapi begitu dihidangkan di depan gurunya, gurunya meminta ambilkan air yang lain. Auto mikir dong yah. Tapi ya gurunya masih belum puas. Demikian juga keesokan harinya, air yang dibawakan Jang Geum masih ditolak sang mentor. 

Waduh.

Jang Geum lalu memutar otak, dan segera ingat dulu banget ibunya suka bertanya sebelum memberinya air. Ia lalu mendapatkan mentornya dan bertanya. 

"Apakah tenggorokanmu sakit?"

Mentor yang baik itu menggeleng. Lalu Jang Geu menanyakan beberapa pertanyaan lain tentang kondisi mentor tersebut. Senyum gurunya semakin nyata.

Lalu Jang Geum pergi dan membawakan semangkuk air yang dibubuhi sedikit garam. 

Senyum sang guru kini mengembang. 


Ia menatap Jang Geum dengan penuh kegembiraan. Terus dia juga tanya darimana anak sekecil ini tahu perihal pertanyaan investigatif macam itu. Diceritakanlah bahwa ibunya yang ngajarin. 


Sang mentor lalu memberi wejangan, bahwa seorang koki mestinya tidak hanya sekadar menyiapkan makanan belaka. Namun jauh dari itu ia bertanggung jawab pada kesehatan orang yang diberinya makanan. Juru masak yang baik, haruslah punya pengetahuan yang baik tentang efek setiap bahan makanan. Terus juga punya kepedulian untuk memahami kondisi kesehatan penikmat makanannya. 


Saya tersentuh di bagian ini. 

Duhai, betapa spesialnya adegan ini, yang menjelaskan bahwa profesi chef atau home cook bisa sedemikian jauh detilnya. 


Pada bulan Ramadan, saya tak ayal mengingat sebuah fragmen serupa. Hanya saja ini bukanlah drama Korea. Namun kisah dari dapur kami sendiri. 


Saya ingat bahwa mama kalau lagi ada tamu, akan mengubah menu masakannya sesuai dengan situasi tamu. Juga menyesuaikan pada makanan kesukaannya tamu. 


Mama jelas tidak pernah nonton drakor hahaha.. tapi mama punya basic yang sama dengan chef di jaman kerajaan di masa lampau Korea. Bahwa seorang chef perlu memiliki rasa empati yang kuat, dan juga tentu saja, cinta. 

Comments

Popular posts from this blog

I am Small & Perfect

Kala Sahur, dan Segelas Kopi yang Tidak Manjur

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga