Tanya dan Apa Jawabnya



Sedari belia seringkali ikut mama pergi ke suatu acara di luar dinas sekolah. Entah itu seminar, sarasehan, penyuluhan, atau apalah pertemuan yang diadakan. Biasanya juga sih, saya akan duduk tenang-tenang saja di samping mama. Kadang serius ikut menyimak materi, kadangkala saya larut dalam lamunan sendiri. 


Namun ada hal menarik dari segala pemberian materi yang pernah saya ikuti, yaitu sesi tanya jawab. Di termin pertama sesi tersebut, mama mesti mengacungkan tangan untuk bertanya sesuatu.


Selalu, engga pernah absen sekalipun juga.  Dan pertanyaan mama selalu saja menarik alias out of the box. Sejenis pertanyaan yang akan membuat orang manggut-manggut seraya membatin 'Oh iya yah' 


Oiya satu lagi, mama nyaris selalu duduk di barisan terdepan. Hanya akan di baris kedua, jika baris pertama didedikasikan untuk para VIP acara tersebut. 


Jadi bagi saya ada kenangan spesial tentang seminar dan sesi tanya jawabnya. 


Nyatanya dengan segala pembelajaran tersebut, saya tidaklah seperti mama. Seiring waktu berjalan, saya tumbuh membesar dan mulai pergi ke seminar/majelis ilmu seorang diri. Tempat duduk favorit mama, nyatanya membuat saya tidak nyaman. Saya malah lebih suka berada di barisan lima ke atas, atau malah paling belakang, agar saya tidak ketahuan membuat gambar warna warni sementara materi tengah sibuk diperbincangkan di depan sana. Lantas yang lebih sedih dari segala itu, saya menyadari bahwa tidaklah mudah merangkai pertanyaan ketika sebuah materi usai diceritakan. Alangkah susahnya menarik sebuah tanya dari untaian mutiara ilmu yang terjalin rapi. Menggununglah segala penasaran pada mama yang senantiasa memiliki seulas tanya. Untuk apa saja materinya, entah itu sesuatu yang sudah akrab bagi beliau, ataukah sesuatu yang baru saja didengarnya. 

Saya lalu terpalut salut. 


Ketika roda waktu mengalun sekali lagi, saya pun bertambah besar jua. 


Lambat laun datanglah pemahaman bahwa ability in generating question is on another level. Hanya orang-orang yang cerdas, kritis dan penuh passion yang punya banyak pertanyaan. Ia membutuhkan tidak hanya tiga itu sebenarnya, yang lebih penting adalah perhatian yang sungguh-sungguh terhadap materi yang tengah dibahas. Jika memang udah sedari awal ngga peduli, bagaimana bisa sebuah critical thinking terbangun.


Itu sebabnya kini, apabila dua putri kecil saya bertanya, saya akan menaruh wajan, cucian, sekop kecil atau apapun yang ditangan. Lalu saya akan menatap wajah mereka dengan gembira. Sebab sebuah tanya adalah gerbang terhadap jawaban-jawaban. 

Comments

Popular posts from this blog

Prau, Pendakian Pertama (Part #2)

Kala Sahur, dan Segelas Kopi yang Tidak Manjur

I am Small & Perfect