Posts

Showing posts from January, 2017

Belajar berbicara

Rumah jadi suka rame kalau dua balita sudah belajar menyampaikan pemikiran dan permintaannya. Adek suka mendesak kakak, kakak suka nggak sabaran.. jadinya ya rusuh sesaat. Secara teori, adik dan kakak bepipi bulet ini sudah belajar cara menyampaikan kata-kata. Atya apalagi sudah hafal banget apa kata-kata yang ampuh untuk adek. Tapi prakteknya sih gak selalu mulus-mulus aja. Kadang nada meninggi trus saling ngotot. Biasanya kalau saya menoleh, nada bicara seketika merendah trus lanjut deh ngomong berdua. 'Kerusuhan' kerap muncul kalau sudah ada topik yang kakak sudah paham tapi adek bergaya lebih ngerti.. haha.. Ini biasanya bisa abis 5 menit sendiri. Maka peer saya beberapa hari ke depan adalah mendampingi Atya dan Ifa mengatasi konflik berdua, terutama belajar menyampaikan pendapat dengan manis. #komprod_T10H_day6_YesiDwiFitria_Jakarta #day6 #tantangan10hari #komunikasiproduktif #kuliahbunsayIIP

Mendengar Dengan Hati

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari pemberi ke penerima pesan. Komunikasi dinyatakan berhasil ji ke ka inti pembicaraan sampai penerima dengan utuh. Siang ini tema belajar saya dan anak-anak adalah mendengar dengan hati. Bersama anak-anak kita latihan gimana kalau mendengar skalian mengerjakan hal lain-lain dan mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Segmen belajarnya mulai dari kisah-kisah, adab mendengarkan orangtua dan untuk Atya juga menuliskan kata "mendengar dengan hati". Hari ini menyenangkan, hingga sore saya mendadak manyun pengen ngomelin diri sendiri. Ceritanya sore ini pas lagi merendam cucian, kakak nongol di pintu, "Nda, kakak boleh bantuin Bunda sambil main air?" Saya mengangguk. Si pipi bulet langsung bersorak senang. Yeaaayyyyy.... 5 menit kemudian dua tangan mungil ikut bergabung di laundry area. "Kakak maunya main pakai bak ini, bukan yang hijau ini. Kata Atya sambil menunjuk baskom gede yang saya siapkan "Kalau begit

Catatan komunikasi akhir pekan

Postingan kali ini masih tantangan mengatasi komunikasi bersama suami tercinta. Berkomunikasi di akhir pekan rada menantang buat suami, saya dan anak-anak. Di hari kerja, saya dan anak-anak sudah bisa bertemu suami di sore hari, namun di akhir pekan jadwal mc resepsi malam membuat suami pulang di atas jam 10. Anak-anak kadang terbangun hanya untuk menyapa ayah lalu tertidur kembali. Jadi praktis anak-anak tidak ada kegiatan bersama ayah. Lalu bagaimana menyiasati akhir pekan agar kita tetap punya waktu berkualitas. Strategi kita untuk akhir pekan yang asik, pertama manfaatkan waktu yang tersedia. Pagi hari kita bertiga akan melepas ayah dengan cium peluk dan doa. Plus dadah-dadah cantik sebelum menutup pagar. Kemudian di sela jadwal mc ayah, kita bisa telpon sebentar. 1 kali call ayah nggak angkat berarti beliau masih cuap-cuap atau lagi istirahat sebentar. Kita cukup kirim sepotong whatsapp untuk menanyakan kabar dan menyemangati. Kadang ayah bisa pulang sebentar di antara jadw

Choose The Right Time, The Right Place

Bulan-bulan kemaren, saya dan suami punya waktu berdua yang cocok untuk membahas rencana, mengalirkan rasa atau ngobrol-ngobrol ringan saja. Waktunya terasa pas, satu jam sampai satu setengah jam, cukuplah untuk bahas ini itu sampai tuntas. Tempatnya juga pas nggak akan ada yg nimbrung atau nguping :) Iyalah ya, secara kita bicaranya di mobil saat perjalanan ke kantor. Yang perlu dihindari dari sesi pagi begini adalah obrolan sensitif yang bisa mancing-mancing emosi. Bahaya kalau di jalan begini ngebahas yang riskan dan memancing manyun yang nggak perlu. Obrolan pagi ini sukses dijalankan selama bertahun-tahun. Kita bisa punya momen khusus berdua tanpa intervensi siapapun dan kita berdua juga bisa fokus berbincang. Begitu sampai di rumah, kita tinggal mengimplementasikan hasil pembicaraan sebelumnya. Challenge-nya... kini setelah nggak kerja, saya kehilangan momen khusus bersama suami. Pagi hari, sudah dadah-dadah cantik ke suami. Sore hari saat suami pulang, adalah momen fami

KOMUNIKASI PRODUKTIF

Pasangan suami istri wajar punya pendapat yang berbeda, karena Frame of Reference dan Frame of experience berbeda. Duluuu banget, waktu menerima materi Komunikasi Produktif yang disampaikan pak Dodik bertahun-tahun yang lalu, saya menghela nafas panjang. FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, buku bacaan, pergaulan, indoktrinasi dll. FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang. FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya. Saya dan suami rasanya kok ya bedanya jauh sekali. Saya dibesarkan dalam sunyi senyap pegunungan, keriuhan yang ada hanyalah kepak burung kala sore pulang ke sarang. Atau senandung burung hantu malam hari yang beku. Sementara suami dibesarkan di tengah suara debur ombak, waktu main kala kanak-kanak adalah menyelami lautan. Kedua orang tua kita sama dermawan dan kepedul

Jilbab Merah Kakak

"Kakak nggak mau lagi pakai jilbab putih Nda, semua teman pakai jilbab merah." Hari ini adalah jadwal baju olahraga, jilbab pasangan untuk baju seragam Atya rusak tak tertolong karena kegilas dan nyangkut di roda sepeda. "Jilbab Atya besok-besok yang ini aja Nda." Ujar Atya saat kejadian itu seraya menyodorkan jilbab merah yang lain. Memang bukan seragam sekolah tapi masih berwarna senada. Kejadian itu sudah lama berlalu, saya menerima kesimpulan cerita ini karena Atya tidak mau cerita lebih lanjut. Semua berjalan normal sejak hari itu hingga jilbab merah Atya itu ketinggalan di angkot. Saat itu, kita dalam satu perjalanan, Atya melepas jilbab kegerahan lalu ujung-ujungnya tertinggal di angkot. Pagi ini pun jadi penuh drama. Saya mengingatkan Atya perihal konsekuensi dari kemaren pakai seragam saat main sepeda di rumah. Saat mengajak Atya mencari jalan keluar, Atya masih diam saja. Saya menata nafas. Kita sudah terlambat ke sekolah. Setelah lima menit.