Simpul yang Hilang

Dalam proses berpikir analitik, tahapan awalnya adalah mengumpulkan informasi. Pada kisah Apa yang mengupayakan pemijahan ikan mas di depan rumah kami, ada proses yang menarik. Pertama-tama, Apa belajar teknik pemijahan ikan pada seorang guru, dibarengi dengan membaca berbagai literatur terkait. Saya ingat waktu itu di rumah kami ada banyak buku tentang perkembangbiakan ikan. Mulai dari pengetahuan tentang organ reproduksi ikan, hingga ke segala tabiat ikan dibahas mendetil. Itulah momen saat saya benar-benar memahami seluk beluk ikan mas. Terus setelah paham ilmunya, Apa lalu mempersiapkan prakteknya. Yang ternyata engga segampang memindahkan ilmu ke tahap tindakan belaka. Sebab ada banyak hal yang terjadi di lapangan. Perlu penyesuaian pH air, ijuk yang steril dan sejumlah kaidah yang tidak bisa dianggap remeh. Setelah segala sesuatu diterapkan persis seperti buku, tetap ada banyak hal di luar ekspektasi. Ya namanya saja berurusan dengan makhluk hidup, tentu saja engga bisa kita kontrol sepenuhnya. Adakalanya ikannya ngambek engga mau sama calon yang dikenalkan. Atau kadang ia malah mara-mara dan mengotori kolam yang susah payah dirapikan. 

Masalah demi masalah terjadi. Lantas dari situ Apa belajar lagi. Semua kegagalan perkembangbiakan ikan itu, menjadi sumber pembelajaran baru. Apa belajar lagi, terus dicobakan lagi, mengambil hipotesis-hipotesis dan kemudian belajar. Demikian terus-menerus hingga buah pengalaman bisa dipetik. Apa lalu berhasil memijahkan ikan, dan membuat lembah tempat kami tinggal, jadi dipenuhi ikan mas. 

Ada unsur-unsur penting yang terjadi dalam kisah Apa dan ikan mas. Di sana ada identifikasi masalah, menemukan informasi, critical thinking, dan problem solving. Segalanya saling terkait. 

Ini yang tidak saya alami.

Saya terpaut erat pada kegiatan mencari informasi belaka. Selain sibuk menghafalkan buku pelajaran sekolah, saya senang tersasar dalam cerita khayalan pada novel-novel tebal. Meski terkadang saya membuat jurnal, namun segalanya hanya sekadar menyelesaikan tugas sekolah.

Ketika saya diberikan peran menjadi tim bidang Kebersihan dan Keindahan Sekolah, saya gagal mengidentifikasi masalah.

Entah kenapa tidak ada pemantik kegelisahan di kala itu. Kalau sekarang, diingat-ingat lagi, suka terlintas pemikiran. Kok ya bisa yah, dulu itu ngga terpikir melakukan A, B atau C.

Fiuhhh... 

Saya kira, saya dulu itu kehilangan proses dialektika. 

Saya tidak sepenuhnya belajar dari ibu-ibu yang nonton sinetron Amerika Latin di rumah. Ibu tetangga yang numpang nonton di rumah, mereka tidak akan duduk diam menyimak cerita dari awal hingga akhir. Melainkan sibuk mendiskusikan cerita itu. Dengan cara muktitasking tentunya. Sambil nonton, sambil mengupas tuntas kisah, dan juga mengeluarkan argumen-argumen yang solid. Dalam riuh rendah alur cerita yang diacak-acak itu, ada proses dialektika yang menarik. Mereka menonton dengan serius, mencatat berbagai perubahan raut wajah, menganalisis intonasi pembicaraan, dan mengawasi gesture tiap tokoh. Lalu lahirlah berbagai asumsi- asumsi, yang kemudian diperdebatkan, dan menghasilkan banyak kemungkinan baru. Dari semrawutnya obrolan itu, lahirlah alternatif-alternatif alur cerita baru. 

Kejadian yang remeh, tapi sebenarnya menarik. 

Ada proses ngobrol di sana, yang membuat tiap ibu mengemukakan pendapatnya, dan sekaligus berani mempertahankannya.

Aslinya adegan ini keren banget.

Saya luput mengambil hikmah dari proses dialektika itu. 

Yang kemudian lamat-lamat saya sadari, bahwa saya tidak punya teman berdialektika di masa lampau. Saya tidak punya sahabat tempat saya membahas kegelisahan. Sehingga segala informasi tadi lalu tetap saja berupa kepingan ilmu berserakan. Ia tidak bermanfaat apa-apa bagi diri saya, terlebih bagi masyarakat luas. 

Ini yang sekarang jadi catatan banget bagi diri saya. Betapa saya ingin menjadi sabahat berdialektika bagi putri-putri saya. Agar mereka mampu menangkap kegelisahan, mencernanya, menganalisisnya, mengolah berbagai informasi, menjalani proses berpikir yang logis dan konstruktif dan kemudian melahirkan solusi

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga