Belajar Narasi

Menyambung tulisan kemaren tentang kemampuan anak menuliskan narasi. Saya tetiba ingat bahwa sebenarnya anak-anak udah sejak awal belajar bernarasi. Di sekolah dasar, anak-anak belajar menuliskan karangan. Entah itu fiksi atau non fiksi. Juga dipelajari tentang kalimat utama dan kalimat pendukung. Btw, pelajaran Bahasa Indonesia ini susah loh. Engga gampang menguasai seluk beluk kepenulisan.

Tapi ya meski susah, tetap aja perlu dipelajari dengan gigih. Sebab engga bisa kabur juga.. hahaha.. 
Anak-anak di sekolah tetap perlu menulis karangan, menganalisis bacaan atau kemudian membuat penelitian dan melengkapinya dengan laporan penelitian. Kelak ketika sekolahnya berlanjut, anak-anak bakalan lebih banyak lagi menulis. Di sekolah lanjutan, makin panjang saja tulisan yang perlu mereka rangkai. Terussss kelak pas udah kuliah, makin sering nulis. Entar ditutup dengan membuat proposal skripsi dan lanjut menulis skripsinya. Dan kelak pula andai mereka lanjut kuliah pasca sarjana, perlu pula menuliskan essay yang menampung pemikiran dengan sistematis, menggoda pemikiran dan menjanjikan ruang berkembang yang luas. Betapa narasi terlibat dalam perkembangan anak-anak. 

Kemampuan bernarasi menurut saya melibatkan dua jenis keahlian. Pertama keahlian memahami struktur bahasa. Ini mencakup segala pelajaran bahasa Indonesia sejak kelas awal sekolah dasar. Yaitu tentang menyusun kalimat yang benar, mengenali unsur pembentuk kalimat, paham kaidah berbahasa dan memperhatikan penggunaan kaidah tersebut. Ini adalah jenis ilmu yang kompleks, dimana anak-anak belajar sedikit demi sedikit agar bisa dipahami menyeluruh. Lalu memperbanyak latihan agar terbiasa menggunakan kaidah tersebut. Panjaaaangggg nian proses belajar kaidah ini. Sejujurnya saya pun tidak cakap dalam kaidah berbahasa Indonesia. Terutama saat menulis di sosmed atau blog begini.

Satu-satunya cara menguasainya ya dengan tekun belajar dan konsisten memakainya dalam tulisan kita. Terhadap anak-anak saya, saya jadi bersyukur bahwa sekarang ini cara belajarnya dengan tematik. Pada setiap bab, ada tema besar yang disampaikan dalam artikel pendek. Artikel tersebut akan memuat ilmu pengetahuan alam, atau ilmu pengetahuan sosial, juga PPKN dan seni budaya. Saya menyukai hal ini. Anak-anak jadi senantiasa disuguhkan artikel berbagai topik. Seraya belajar bidang ilmu lain, anak-anak juga belajar menganalisis bacaan. Jadinya mereka akrab dengan gagasan pokok dan gagasan pendukung. Terbiasa dengan kalimat efektif dan memahami isi bacaan. 

Saya kira dari sisi pemahaman narasi, pembatasan usia penggunaan sosmed, ada keuntungannya juga. Karena di sosmed, segala bentuk tulisan bisa ditemukan. Bahkan tulisan yang terlihat rapi pun belum tentu sesuai kaidah. Sebab tidak ada editor yang mencermati tulisan sebelum naik tayang. Olala.. saya kira kalau ada nih ya, kewajiban pakai editor untuk setiap postingan facebook, saya bakalan ketar ketir duluan... Hahaha..  
Eh tapi sepertinya seru juga, karena kita jadi terpaksa belajar dan memakai ketentuan bahasa Indonesia yang benar.

Dalam situasi sekarang, tidak ada filter kalau saja anak-anak belajar narasi dari sumber sosmed. Hiks.. 
Anak akan baca segala tulisan, entah itu ditulis dengan cermat atau asal-asalan. Mengingat ini, saya setuju anak-anak tidak usah punya akun sosmed. 

Lalu yang kedua, kemampuan menuliskan ide secara runtut. 
Ini kemampuan yang menarik. Sebenarnya juga berkaitan erat dengan keahlian pertama. Semua berawal dari belajar gagasan pokok dan pendukung. Bahwa entah mau ditaruh di awal atau di akhir, penting bahwa kudu ada yang namanya gagasan pokok, yang kemudian ditemani dengan kalimat pendukungnya. Ini pelajaran pertama tentang alur menulis. Hanya saja keahlian ini tidak hanya sekadar dibaca dan mengerjakan tugas. Namun perlu sering-sering mencoba menulis sendiri. 
Perlu praktek melahirkan gagasan utama dan kemudian menuliskannya dengan runtut. 

Terus di rumah, saya membiasakan anak-anak membaca buku dan majalah. Ini membuat anak-anak melihat ragam ide yang dituangkan dalam berbagai cara penulisan. Ini membuat anak tidak hanya kaya diksi, namun juga paham bahwa ada berbagai cara penyampaian narasi. Ada penulis yang membuka tulisannya dengan dialog, atau sepenggal puisi atau menyodorkan fakta secara lugas. Anak-anak bisa menemukan kekayaan bertutur dalam kalimat, melalui berbagai pilihan kata. Hanya saja, namanya juga kanak-kanak, jangan lupa untuk terus ditemani dan diajak diskusi.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga