Memeluk Senja



Sungguh tidak terbilang berapa menit sudah kami habiskan untuk ngobrolin perkara yang satu ini. Sebab kedua pihak sama-sama sepakat bahwa ini adalah hal penting yang butuh dibahas saat ini juga. Dan yang lebih penting lagi, dibahas dengan menyeluruh, mendetil dan serius.
Segitu penting makna obrolan ini hingga saya saat itu banyak sekali meluangkan waktu dan pikiran. Rasanya bahkan untuk urusan pernikahan saya, kami tidak ngobrol seintens ini. 

Kali ini beneran serius, sebab beberapa bulan lagi mama akan pensiun. 

Whoaaa.. ini merupakan kejadian yang besar.

Mama dalam benak saya adalah sosok yang rapi sejak pukul tujuh pagi. Dulu ketika mama masih muda, saya mengenang mama menyasak rambutnya di kala pagi. Saat itu memang lazimnya guru-guru berkonde rapi. Maka pemandangan mama menyasak rambut, adalah situasi sehari-hari yang normal. Lalu ketika mama udah pakai jilbab, ya saja. Mama tetap udah rapi sedari pagi. Dengan baju dinas yang tebal dan sepatu hitam bertumit tinggi, mama melangkah optomis menuju sekolah.  Ketika tahun berganti, yang berubah hanyalah jabatan dan tempat mengajar. Akan tetapi mama adalah seorang guru dengan segenap rutinitasnya. 

Saya merasa janggal membayangkan mama yang melewati pagi tanpa tergesa. 
Rasanya aneh aja. Mengingat mama sudah puluhan tahun mengikuti pola rutinitas yang begini. 
Gumpalan kejanggalan itu yang membuat kami ngobrol via telpon, berulang-ulang. Topik bahasannya hanya satu, mama mau ngapain saat pensiun kelak. 

Mama cerita kalau paguyuban pensiuan guru di kampung kami, punya agenda rutin. Setiap bulan, di tanggal yang sama, para pensiunan akan hadir di sebuah pertemuan. Bentuk kegiatannya semacam talkshow, ngobrol dan diskusi, sesi ramah tamah, dan tentu saja bernostalgia. Saya senang dengan adanya acara tersebut, tapi jelas itu tidak cukup. Jika pertemuan itu hanya sekali dalam sebulan, lalu bagaimana dengan sisa tanggal lainnya. Mama akan punya agenda seru apa. 

Kami membahas berbagai opsi. Setelah sebelumnya kami sepakat bahwa obrolan jelang pensiun ini kudu dilakukan. Meskipun belakangan saya amat sibuk dengan pekerjaan di kantor. 

Alasannya sederhana saja.  Tidaj mudak merombak rutinitas yang terbentuk sejak remaja hingga kini berusia. nyaris 60 tahun. Contoh kecil saja, mama perlu memikirkan kegiatan pagi dengan bentuk lain. Soalnya engga nyasak rambut atau memasang jilbab lagi khan ya. 
Lalu mau ngapain di pagi hari. 
Sementara semua sel dalam tubuh sudah punya ritme tetap selam puluhan tahun. Lalu yang kedua adalah tentang tujuan hidup. Jika sebelumnya mama menjadi guru dan menjabat kepala sekolah dengan visi misi tertentu. Maka begitu pensiun, tetap perlu ada visi misi personal. 

Alasan kedua ini yang sesungguhnya jauuuuh lebih penting. Visi membuat otak terjaga. Bentuk penampilan akan berubah, karena mata berbinar dan badan jadi bugar. Lalu ada perencanaan harian yang terbentuk agar visi tadi tercapai. Menyusul kemudian ada keinginan mengatur waktu dan kebutuhan untuk belajar hal yang baru. 

Pada mama peer-nya adalah bagaimana agar mama segera menuliskan misi hidup yang baru. Ini yang bikin kami telponan sedemikian lama. 

Satu persatu opsi terhidang di depan mata. Lalu kami membedah opsi itu satu per satu. Masing-masing kami lihat dari segi value, efisiensi, kebermanfaatan, kemampuan personal dan juga passion. Sebab apalah guna memunculkan rencana spektakuler jika mama malah jadi tidak bahagia. 

_to be continued_

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga