Hal Sederhana yang Bisa Panjang Urusannya

Kesininya, saat anak-anak sudah beranjak remaja, saya mengurangi jawaban spontan. Pertanyaan-pertanyaan sederhana dari anak-anak, bisa jadi pemicu lahirnya banyak pertanyaan-pertanyaan lain.

Daun surian misalnya. Saya menanam daun surian ini terutama karena mama dan kenangan. Mama sangat suka memasak singgang belut. Singgang mengacu pada teknik mengolah makanan asal Sumatera Barat. Jika diproses dengan cara singgang bahan-bahan masakan disiapkan lalu dibungkus rapi dalam daun pisang. Bungkusan singgang itu ditaruh di wajan, atau panci bertutup, atau teflon, dan dimasak dengan api kecil. Ia zonder minyak goreng. Singgang ikan sederhana hanya memerlukan potongan ikan, cabe yang dihaluskan dengan sejumput garam, dan irisan bawang merah yang banyak. Ikan dan teman minimalisnya itu kini tinggal dibungkus daun pisang dan ditaruh di tas kompor begitu saja. Rasanya akan menakjubkan karena hanya rasa manis ikan, pedas cabe dan aroma bawang berpadu daun pisang. Sebuah rasa yang sederhana dan menyenangkan di kala siang yang terik dan melelahkan. 

Nah daun surian merupakan komponen penting dalam singgang belum. Ibarat kata, "engga ada elo, engga rame" 

Persis kayak gitu. Rasa daun surian yang khas, kuat dan tidak terlupakan, perlu jadir untuk mengimbangi rasa belut yang juga dominan. Sebab balik ke prinsip singgang tadi, ia hanya mengeluarkan kedalaman rasa asli. Tidak ada penambahan kaldu atau segala rupa penyedap rasa, juga tiada peningkatan rasa dengan cara digoreng. 

Masalahnya daun surian bukanlah daun yang lazim di tanam di kota. Ia adalah bagian dari tim pemilik pucuk-pucuk tertinggi di desa, lembah, bukit dan hutan kelam. Ia adalah pohon yang sanggup tinggi menjulang hingga jarang orang menanamnya di samping rumah. Bahkan saking besarnya, pohon surian adalah salah satu jenis kayu yang sering dijadikan bahan perabotan rumah. Seperti kamarku di rumah kampung, dimana semua furniture nya berasal dari pohon surian. Semuanya lalu menjadi furniture yang tahan lama. Pohon surian juga bukan pohon hias. Ya jelas enggak lah ya, namanya juga pohon besar di hutan. 

Tapi pohon itu yang saya rawat di rumah yang lahannya terbatas ini. Saya jaga agar tetap mungil dengan rajin memangkasnya. Juga termasuk mengawasi agar akarnya tidak kemana-mana. Sebab sebagai keluarga pohon besar, ia memiliki akar tunggang yang sanggup menembus bermeter-meter ke dalam tanah. Dengan posisinya sekarang yang berada di rooftop, memelihara pohon surian serasa sebuah tantangan. Tapi ya gitu, saya merasa perlu merawatnya, karena ia adalah bagian penting dari masakan kami di rumah. 

Alasan lainnya adalah karena nostalgia belaka. Di kampung kami, jika angin bertiup kencang, kerap kali angin membawakan kami bermacam mainan. Salah satunya adalah bunga surian. Bunganya berwarna cokelat muda dengan kelopak cokelat tua, teksturnya keras dan liat. Karena surian adalah pohon yang tinggi, maka satu-satunya kesempatan mendapatkannya, adalah dengan menunggunya jatuh sendiri. Bunga surian ini yang kami jadikan mainan. Kelopak keras cokelat tua itu kami preteli dan dibentuk ulang. Persis seperti main lego ala anak-anak masa kini. Bedanya kami main dengan bentuk yang terbatas. Dari bunga surian, kami bisa membuat bebek, burung dan aneka hewan lainnya. Karena aromanya yang kuat dan khas, main bunga surian terpatri erat di kenangan. Ia adalah paket kenangan yang melibatkan segala aktivitas motorik dan juga memaksa kenangan menyimpan aromanya.

Aroma khas surian ini, yang memancing tanya bagi putri pertama saya. "Ini kok aromanya mirip royco yah Nda. Apa royco jangan-jangan dibuat dari daun surian?" 

Saya nyengir. 

Saya serahkan sebungkus royco padanya agar ia bisa membaca inggredient-nya. 

Lalu muncul pertanyaan lainnya. 

"Daun surian ini gunanya apa lagi ya Nda?" 

Saya terpesona. 

Apakah ia mengacu pada keribetan satlya mengurus daun surian yang tidak sebanding dengan dua alasan tadi. Ataukah tengah berkembang ide-ide random menakjubkan di kepalanya. Akibat dari tubrukan pengalaman dan imajinasi di benaknya. 

Saya menyukai momen semacam ini. Kala proses berpikir dimulai. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga