Pekerjaan yang Hilang

Apabila di perjalanan, saya lebih sering terbawa lamunan. Sembari mengamati pemandangan di sepanjang jalan,.pikiran jadi melayang kemana-mana. Bisa jadi karena hanya berstatus sebagai penumpang yamg duduk manis belaka. Saya tidak perlu memikirkan rute, exit tol, dan juga indikator bahan bakar. Sepenuhnya bisa menyerahkan diri pada lompatan-lompatan pikiran. 
Mbak dan mas petugas di pintu tol, adalah pihak yang paling sering saya pikirkan. 
Bagaimana cara mereka berangkat kerja? 
Jika mereka bawa kendaraan sendiri, lalu diparkir dimana? 
Sesunyi apa kerjaan yang ramai secara suara tapi terasa senyap sebab tidak ada kawan berbagi cerita? 
Mereka makan siangnya gimana? 
Jika istirahat ngapain aja?
Semua pertanyaan itu selalu hadir di keplaa setiap kali saya melalui gerbang tol. Tapi yaa.. karena saya tidak pernah turun dan bertanya langsung, segala tanya itu hanyalah pusaran pertanyaan tanpa jalan keluar. Saya akan memikirkannya sejenak, lalu sibuk menerka-nerka. Akan tetapi di belokan jalam berikutnya, pikiran saya sudah berpindah ke lain hal. Random. Saya segera sibuk memikirkan hal lain pula. Meskipun demikian, esok harinya, saat saya kembali melintasi gerbang tol. Segenap tanya yang sama kembali menyeruak. Sekali lagi saya dilanda perasaan pengen turun dan mewawancarai pekerja pintu tol itu. 
Daripada penasaran terus, yekan. 
Tapi ternyata saya engga cukup berani buat turun dan tanya baik-baik. Saya tetaplah mengamati jendela, dan membiarkan pikiran saya berkelana pada rimba asumsi-asumsi.

Begitu aja terus, berbilang hari, pelan, bahkan tahun demi tahun berganti. 

Hingga lantas saya beneran tidak mungkin lagi bisa bertanya. Sebab di gerbang tol itu, tidak ada lagi petugas yang akan sigap mengambil uangmu dan menyerahkan kembalian. Kini segalanya diserahkan pada kartu. Orang yang melintasi pintu tol, kini tinggal menempelkan kartu. Lalu "bip" saldo pada kartu berkurang sesuai tarif tol yang dilewati. Semudah itu, dan seefisien itu.  Petugas tol tetaplah ada, sebagai support system yang membantu kalau sistem kenapa-kenapa. Tapi ada yang hilang. Ada satu jenis pekerjaan yang telah tiada. Ia bernama petugas pintu tol. 'Orang kaya' yang punya banyak uang cash di hadapannya. Orang yang sudah hafal dengan uang berapa - kembaliannya berapa. Orang yang juga jadi sasaran tempat nukerin uang bagi banyak pihak. 

Sistem debet pada kartu mempermudah urusan jalan tol. Secara efisiensi waktu, jelas tap kartu memangkas lama waktu melintasi gerbang tol. Bayangkan jika dulu orang ngebuka dompet dulu, eh uangnya keselip, atau uangnya engga cukup, lalu cari selip selipan uang di bagian dompet yang jarang dibuka. Atau petugasnya yang lama ngembaliinnya. Bandingkan dengan situasi dimana orang tinggal tap lalu jalan begitu saja. Andai satu orang menghemat 10 detik, akan besar dampaknya pada volume 100 kendaraan. Tidak lagi ada antrian panjang di pintu tol. 

Dari sisi pengelola tol, juga banyak kemudahan. Salah satunya, adalah bidang operasional. Jika dulu harus mengelola tim penjaga tol. Lengkap dengan segala training, pembekalan, dan juga sistem pengawasan. Sekarang jadi tidak perlu lagi. Trus dulunya perlu ada kerjasama dengan bank untuk pick up uang cash ke gerbang tol. Sekarang jadi tidak lagi begitu. Karena urusan tap kartu memindahkan dana dalam sepersekian detik saja. 

Ini adalah jenis perubahan yang membawa dampak besar. 

Tapi hal begini kembali membuat saya melamun. Jika tol telah mendebet kartu sedemikian mudahnya, dan menghilangkan satu jenis pekerjaan. Lalu kemana Mas dan Mbak penjaga gardu tol. Apa gerangan pekerjaan mereka sekarang. 
Apakah mereka kini kerja di tempat yang ada foodcourt-nya. Sehingga di jam istirahat mereka bisa memegang gelas kopi dengan nyaman seraya ngobrol asik dengan sejawat.  Saya berharap demikian. Semoga semuanya mendapatkan pekerjaan yang sesuai.

Tapi pikiran saya tidak mau diam juga. Ia terlalu sibuk berlarian kesana kemari. 
Saya kepikiran, kelak jenis mata pencaharian apa lagi yang hanya tinggal kenangan? 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga