Cukup Sampai Segini



Entah.
Mungkin karena saya pernah mengalami berada di titik rendah. Dimana beras pambagian guru dicuci berulang-ulang hingga airnya bening, lalu dimasak dengan segenggam daun pandan. Beras pambagian adalah beras jatah guru yang dikirmkan dari pusat. Kadang saking lamanya proses kiriman ini, atau entah seperti apa asalnya, yang jelas beras ini dalam kondisi kecoklatan, bau dan mengandung banyak batu-batu kecil. Bahkan setelah dicuci sekian kalipun, aroma beras yang apak tidak sepenuhnya hilang. Nasi yang telah matang nanti tetaplah tidak berwarna putih bersih. Saya juga pernah mengamati mama, memarut singkong, kemudian memberikan sejumput gula dan pewarna makanan. Agar tetap menarik, parutan singkong itu lalu dibentuk seperti pizza. Terciptalah sebuah bulatan warna warni yang menggoda. Ia muncul dari dalam dandang dengan sebentuk uap yang amazed yang bagi kanak-kanak. Hasilnya bukanlah suatu makanan pengganti nasi yang sulit didapat, melainkan kue yang sophisticated.
Saya amat menghargai usaha mama menggembirakan kami di masa itu. 

Saya juga tahu bahwa orang tua bersusah payah menyekolahkan kami. Mereka mengupayakan sedapatnya, hingga sehabis-habisnya daya agar tetap bisa memenuhi kebutuhan pendidikan.
Saya juga mengamati bahwa keluarga kami belum tentu bisa beli baju baru di sebuah rentang tahun. Bisa jadi di hari lebaran, kami pakai baju lebaran tahun sebelumnya. Tapi tidak mengapa.
Sejujurnya segala hal ini tidak terlalu sedih. Saya baik-baik saja di masa kecil dan masa remaja. Saat mengenang segala ini tidaklah terasa penuh kemuraman. Pun dulu terasa penuh kesenangan. Saya gembira dalam banyak hal.

Hanya saja, kenangan susah masa lalu nyatanya membuat saya tidak banyak berharap di masa kini. Dalam kaitan terhadap benda-benda dalam keseharian.
Rasanya sudah cukup sampai segini.

Dulu saya pernah mengikuti mama ke sebuah RAT Koperasi. Dimana ada wejangan yang membahas perihal taraf hidup seseorang. Dikatakannya bahwa orang-orang ini sesungguhnya terbagi dalam 3 kategori.
1. Aa nan ka dimakan = Orang yang memikirkan apa yang akan dimakan hari ini. 
2. Jo aa ka makan = Orang yang memikirkan mau makan dengan lauk apa hari ini.
3. Nan ma nan ka dimana. = Orang yang punya banyak pilihan makanan, sampai bingung mau makan apa.

Waktu statement tiga pembagian umat ini saya dengarkan tersebut, jelas sudah bahwa kami sekeluarga berada di kategori pertama. Rasanya waktu itu, punya beras yang bagus saja, sudah merupakan sebuah kemewahan. Memandangi nasi dengan uap membubungkan aroma yang enak, merupakan sebuah kejadian yang amat membahagiakan. 
Maka kini, ketika saya bisa request ke suami mau makan apa dan dimana. Saya jadi merasa sangat bersyukur. Sudah cukup banget segala yang didapatkan hari ini. Sebab dulu tidak terbayangkan bahwa akan berada di posisi bisa milih mau makan apa.

Satu lagi, dulu saya dan mama pernah bertamu ke rumah temannya mama. Ia baru saja pulang berbelanja baju ke pasar ateh Bukittinggi. Dari obrolan para ibu kala itu, saya menyimak ada 7 buah baju lebarannya. Saya tidak punya perasaan lain kecuali rasa heran. Kok bisa seseorang punya baju lebaran lebih dari satu. Maka kini ketika saya bisa klik baju di online market dan mengirimkan kode bayar ke suami untuk dieksekusi. Rasanya kok ya sudah cukup. 
Terus ketika habis gajian, lantas bisa mengambil buku-buku yang diinginkan di toko buku dengan hati ringan, rasanya udah legaaaa banget. 

Well, sebagai anak perantauan plus generasi sandwich super, sebenarnya keluarga kami posisinya standar aja. Saya tidaklah punya banyak perhiasan, eh malah ngga punya ding.. hihi. Juga hanya beli yang perlu-perlu saja. Terus juga ngga selalu bisa membeli apa yang diinginkan. Ada yang sebatas wishlist belaka.. ahaha.. 
Ada yang lama berada di keranjang belanja, abis itu lama-lama dihapus haha..
Saya belum sampai di taraf "pas butuh, ya bisa diadakan" atau kadang malah "bisa beli tapi engga usah juga kalau ngga perlu."
Karena rasanya sudah cukup.

Pembelajaran merasa cukup ini yang menenangkan hati di tengah badai "pay later", "free ongkir" dan berbagai promo amat menarik yang berputar di kehidupan hari hari belakangan ini hahaha.. 

Hanya saja, terhadap benda, barangkali kita baik juga merasa sudah cukup. Tapi terhadap ilmu, sejatinya kita tidak boleh merasa udahan.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga