Pelajaran Menjadi Seorang Fasilitator dari Kakek dan Mama

Beberapa saat yang lalu saya menulisakn tentang saya yang belum menjadi seorang fasilitator, melainkan masih seorang speaker. Sekarang saya malah kepikiran kalau sebenarnya dari dulu saya sudah mendapatkan teladan dari kakek dan mama sebagai seorang fasilitator. Kalau diingat lagi, sepanjang usia saya, kakek dan mama telah mengajarkan bagaimana menjadi seorang fasilitator. Saya nya aja yang nggak mudeng-mudeng.. huhuhu..
Tetiba pengen jeduk-jedukin kepala.

Kakek adalah seorang yang sangat inspiratif. Saya ceritakan kisah bagaimana kakek mengambil keputusan ya..
Pada jaman dahulu, dimana transportasi tidak semudah sekarang, beliau tidak sungkan mengunjungi putra putri nya yang berada di provinsi berbeda-beda untuk mengambil suatu keputusan yang penting.
Saya paling hafal kalau kakek sudah sampai di rumah, akan ada kata-kata:
"Baa nyo kau Mar?"
Sebuah pertanyaan yang menanyakan pendapat mama selaku anak tertua. Kakek kemudian akan melanjutkan ke rumah anak yang lain.
Hasil rumusan pemikiran tersebut kemudian beliau tuliskan dalam berlembar-lembar kertas folio dengan tulisan tangan yang rapi. Dengan jumlah salinan 9! 8 untuk masing-masing anak dan 1 untuk arsip.
Kurang bagaimana lagi kakek memberikan contoh. Beliau adalah orang tua yang keras tapi beliau adalah kenangan paling nyata dan berkesan tentang seorang fasilitator.

Beralih ke mama..
Dari catatan kenangan saya, mama hanya satu kali memberikan sebuah keadaan dimana saya tidak bisa memilih. Keadaan yang beberapa minggu yang lalu... dipanggil ulang oleh mama dan diakui mama sebagai kesalahan besar.
Saya menitikkan air mata.
Luluh sudah...

Saya amat beruntung memiliki mama yang selama hidup saya kecuali satu kesempatan saja, selalu bertindak sebagai fasilitator. 
Saat di sebuah perjalanan pulang dari ladang dan saya mendapatkan ide tentang sebuah cerita fiksi. Mama akan mengajak saya duduk di pinggir jalan dan membantu saya mengembangkan cerita.Dan ada ribuan momen lain yang mama selalu berada di samping saya seraya menunjukkan bahwa: ini mama, yang membantu membuatmu berkembang.

Dan kini terhadap Atya dan Zifa, selama 4 dan 5 tahun pertama mereka saya selalu menjadi seorang yang menceramahi..
hiks...
ketika mendapatkan materi Training for Facilitators di Salatiga kemaren saya jadi berasa ditonjok kiri kanan. Berkali-kali disentakkan. Berkali-kali merasa bodoh.
Kurang apa lagi teladan yang saya miliki, namu tidak pernah diwujudkan ke anak-anak.

Jika beberapa saat yang lalu, mama mengatakan mmaf untuk satu momen 'pemaksaan' jurusan kala SMA yang beliau lakukan atas nama cinta. Nah saya.. berapa kali sudah saya memaksakan Atya dan Ifa mengikuti cara yang saya mau karena saya anggap paling benar.

*peluk cium sebanyak-banyaknya untuk Atya dan Ifa, semoga belum terlambat.

tulisan ini disertakan dalam project #ODOPfor99days #day36

Comments

  1. Salam kenal mba, sy mesa dr iip bandung. Kmrn ikutan TfF di Salatiga ya? Mantaaap!

    Mau ya mba link2 tulisan mba terkait pengaplikasian peran fasilitator ini. Biar kecipratan ilmunya.

    Tulisannya inspiratif mba.

    Nuhun :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi Mbak Mesa, trimakasih sdh baca tulisan sy di sini. Saya juga baru belajar mbak :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga