Am I A Speaker or A Facilitator?

Ketika saya belajar Training for Facilitators  di Salatiga kemaren, saya berasa ditampar bolak balik, kemudian galau segalaunya..hiks..
Ini enggak berlebihan, rasanya memang kacau sekali.

Kemaren itu disampaikan bahwa kita terlebih dahulu menjadi fasilitator untuk anak-anak, sebelum melangkah keluar.


Menjadi fasilitator bagi anak artinya menggugah/membangkitkan potensi anak, kemudian memfasilitasi dan mendampingi perkembangan anak. Bukan menitipkan impian kita yang tidak tercapai pada anak. 

Dalam prakteknya sebagai fasilitator orang tua membantu anak menggali nilai-nilai dan mengarahkannya.
Misalnya saat kita selesai melakukan sebuah kegiataan outdoor, ortu bisa diskusikan ke anak mengenai kegiatan yang baru saja dilakukannya:
  • Apa hal yang sudah baik dari kegiatan kita tadi?
  • Apa hal-hal yang bisa dikembangkan lebih jauh lagi
  • kalau nanti mau adakan kegiatan, seperti apa bagusnya kegiatan tersebut.
Tentu saja bentuk obrolan ini bisa disesuaikan dengan usia anak ya.

Hanya saja, pengetahuan ini datang terlambat.
so sad..
Saya terlanjur mengalami kisah yang tidak nyaman dengan Ifa..
hiks..
Saat itu saya gemes pengen ngebahas perihal etika bertamu dengan Ifa, mengingat putri lincah ini akan saya ajak berkunjung ke rumah saudara.
Setelah beberapa menit cuap-cuap..
Ifa menatap dengan mata bosan
"Bunda, udahan yuk Nda ngobrolnya, Bunda dari tadi ngomong terus."
Ifa pun kabur.. lari keluar kamar.
Tinggal saya termangu di kamar.

Saat itu saya merasa jengkel, tapi kalau sekarang saya mengingat kenangan itu dengan rasa galau.
Maaf ya nak..

tulisan ini disertakan dalam project #ODOPfor99days #day21

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga