15 Menit Mendengarkan Atya

Gebrakan pertama untuk bangkit dari kondisi bahwa saya adalah bunda yang 'lalim' adalah dengan berubah dari kalimat pernyataan ke kalimat pertanyaan. Sudah cukup buruk perasaan saya saat di kegiatan TfF Salatiga kemaren. Saya bertekad untuk melakukan revolusi besar dalah hubungan saya dengan Atya dan Ifa. Terutama Atya sebenarnya, karena komunikasi kita semakin intens. Ifa mungkin karena masih banyak main dan tidur ;p jadi tidak terlalu banyak kena dampak dari pola komunikasi saya yang salah.

Maunya sih dalam setiap kondisi, saya selalu menjadi fasilitator yang menggali dan mengembangkan ide.
Tapi....
Ternyata berat loh buibu..
Hiks..
Sesekali masih suka 'memerintah' anak-anak, huhuhu... semoga saya segera bisa jadi fasilitator keren untuk Atya dan Ifa.


Salah satu kegiatan yang kita rutin jalanin sekarang adalah momen  '15 Menit Mendengarkan Atya'.
Biasanya kita lakukan sehabis magrib. Di kesempatan sharing moment ini, saya akan bersiap mendengarkan kisah Atya sepanjang hari, mulai dari pengalaman Atya seharian, ide-ide yang ingin dikembangkan, perasaan Atya dan juga impian-impian Atya.

Pada sesi inilah saya bisa mengetahui kata-kata apa saja yang didengar Atya dari teman-temannya di sekolah.
Atya ternyata sudah mendengarkan kata 'pacaran'!
Huwaaaa....
"Apakah kakak tahu apa artinya?"
Atya menggeleng.
Okeh..
Saya jadi berkesempatan menjelaskan.
Berangkat dari kejadian yang dialami Atya sehari-hari ini saya juga bisa menyelipkan berbagai kisah Rasul, berbagai pengalaman hidup, dan kemudian meminta Atya menyimpulkan sendiri. Karena 'petuah' saya ini berkaitan dengan pengalaman langsung dari Atya, saya berharap semuanya akan membekas dan menjadi pegangan Atya selamanya.
Aamiin...


Pada obrolan ini juga terungkap hal-hal mengagetkan lain.
Saya jadi memahami perasaan Atya terhadap pola pengasuhan saya, atau pada tindakan ayah.
Atya biasanya mengawalinya dengan:
"Atya sedih kalau ayah..."
atau
"Atya pengennya bunda..."
Setiap kali saya mendengar Atya mengoreksi saya, selalu saja berasa ditampar, lantas kemudian merasa sedih sekali. Terbayang Atya yang sedih dengan tindakan saya sementara saya tidak menyadarinya. Terbayang Atya merasa saya tidak mengayominya.
Hiks..
Dari sini saya jadi punya bahan renungan bersama suami tentang pengasuhan anak.

Selain perasaaan dan pengalaman Atya tadi, saya juga sekalian bisa melanjutkan Project Impian bersama Atya. Tidak seperrti di awal yang masih tersendat-sendat, Atya kesininya makin mudah menggambarakan impiannya dan senang sekali menyusun rencana untuk mengapai impiannya.

Apakah sharing moment ini selalu seru?
Nggak juga sih..
Haha..
Awalnya sulit karena suka disela oleh permintaan Ifa, atau ayahnya Atya dan Ifa yang nanya ini itu. Untuk mengatasinya saya juga buatkan sesi 'Mendengarkan ifa' meskipun belum optimal karena Ifa belum bisa mengungkapkan pemikiran segamblang Atya. Sementara ayah akhirnya paham dan ikut mendukung moment bersama Atya ini.
Atya sendiri kadang juga nggak selalu fokus sih ya, jika habis beli buku baru, Atya cenderung lengket sama buku nya, atau jika sedang asik sekali menggambar, kita bisa-bisa hanya punya 5 menit saja.
Namun tidaklah mengapa.
Saya sudah cukup senang sejauh ini.

Yang saya lupakan dari kegiatan ini sekaligus yang paling disesalkan adalah saya tidak membuatkan jurnalnya :(
Tanpa jurnal saya jadi melewatkan poin-poin bagus dari sesi kami.
Pulang dari sini mampir Gramedia dulu ah, beli jurnal baru :p
tentu saja sekaligus melirik beberapa hal lainya..haha..


Postingan ini disertakan pada project#ODOPfor99days #day38

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga