Pelajaran dari Atya, Ifa dan Ubi Manis Kuning Muda

Atya dan Ifa sudah terbiasa membantu saya di dapur sejak beberapa tahun yang lalu, awalnya iseng-iseng bantuin bunda menaburkan tepung ke seluruh penjuru dapur memasak. Kesininya, sudah saya biarkan memegang pisau dan peralatan dapur tajam lainnya karena rasa ingin tahu mereka tidak bisa saya alihkan lagi. Jika saya terlalu membatasi takutnya kelak beneran anti dapur, repot kan kalau kelak saya butuh asisten masak #eh :p
Tugas saya hanya bertambah sedikit saja, yaitu memastikan teknik memegang pisau atau membolak balik masakan di wajan sudah benar.

Kemaren saat sore-sore saya pengen ngemil :) 
saya teringat pada secangkir teh hangat dan ubi rebus :p
Ketika mengupas ubi dengan menggunakan alat yang sama dengan pengupas wortel manual itu, Atya dan Ifa datang menghampiri. Setelah beberapa saat memperhatikan pekerjaan saya, Atya tertarik mencoba. Atya kemudian meminta saya untuk menyerahkan urusan memotong ubi ini pada mereka berdua. 

Ubi manis pun beralih tangan  dan saya beralih pada kerjaan lain, sambil tetap melirik-lirik duo krucils pipi bulet ini.
Atya lama-lama jengah dilirik terus.
"Apakah bunda bisa mempercayakan ubi ini pada kakak?"
Saya balas tersenyum riang.
"Apakah bunda bisa mempercayakan keselamatan jari adek pada kakak?"
Senyum saya seketika lenyap.

Saatnya instruksi bunda keluar :p
"Anak bunda sekarang sudah bisa memotong dengan benar dan hati-hati, tapi hingga kakak remaja, biarkan Bunda ikut temani memasak yah."
Atya seketika manyun.
haha..
"Bunda janji tidak akan intervensi kecuali ada hal darurat."
Senyum Atya kembali ke wajahnya.

Ifa pun mulai dengan memotong sedikit di kedua ujung ubi kemudian menyerahkan ke kakak. Atya sigap memegang alat pengupas. kemudian mengupas penuh semangat.
Tapi Atya kesulitan, alat pengupas tidak meluncur lancar, tapi tersendat-sendat. Atya berhasil mengupas beberapa ubi tapi hasil ubi kupas jadi tidak mulus. Lama-lama Atya kehilangan semangat.
Gantian sekarang Atya memegang pisau dan adek memegang alat pengupas ubi. Atya memotong sedikit di ujung ubi, Ifa mengupas kulitnya. Ifa did it well. Pengupas meluncur sempurna, meninggalkan ubi yang baik sekali terkupas. Eh tapi kok Ifa ulangi lagi persis di tempat yang sama, Sreeeet....
Selapis ubi meluncur mulus.
Sreeet...
Selapis lagi! 
Ubi manis bisa berakhir dengan lembaran-lembaran tipis semua kalau begini.
Saya sudah membuka mulut untuk mengingatkan Ifa, tapi saya kadung berjanji. Intervensi hanya untuk hal darurat. 
Apakah ubi manis yang lenyap di tangan Ifa termasuk kondisi darurat?
Untunglah Atya bisa mengingatkan adek. Ubi manis bisa selamat masuk ke panci, jadi saya tinggal menaruh di kompor.
Alhamdulillah...


Saat cemilan sore ini berakhir, ada satu hal yang tersisa di pikiran. Atya adalah seseorang yang tahu tujuan yang ingin dicapai tapi tidak ahli dengan caranya. Hasilnya, Atya melakukan kegiatannya dengan tersendat, penuh perjuangan hingga akhirnya bisa menuntaskan misi. Sementara Ifa menguasai sebuah cara tapi tidak tahu apa tujuan dari yang dilakukan. Tapi mereka berdua kemudian berkolaborasi, Atya belajar dari adik tentang sebuah cara, sementara Ifa memahami tujuan dari kakak.
Mereka berdua pun berhasil bersama.
Jika saya lelah dengan sesuatu, moga pengalaman ini mengingatkan saya kembali. Bisa jadi cara saya yang salah atau saya totally wrong menentukan tujuan.
Huwaaaa...ngeri kalau sudah kejadian di kasus yang kedua. Jika Atya dan Zifa adalah partner hebat dalam memasak ubi, semoga saya dan suami bisa saling mengingatkan dan saling menyemangati.
Aamiiin... 

tulisan ini disertakan dalam project #ODOPfor99days #day24

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga