Segala Sesuatu yang Berhenti di dalam Dinding Rumah

Keterbatasan waktu membuat saya jarang scrolling medsos. Biasanya kalau FB, saya menuliskan status yang panjang, lalu ditinggal. Paling keesokan harinya baru bisa lihat FB kembali. Kalau IG, biasanya saya buka kalau perlu like agenda-agenda komunitas, terus juga like postingan suami. Sementara twitter, adalah tempat saya lama menyepi. Hanya saja twitter ini saya hanya follow orang tertentu yang isi tulisannya engga ada yang julid hahaha.. juga orang yang saya follow tidak ada yang hobi ngegosip.  Makanya ketika suami tanya beneran ya trending di twitter itu tentang pasangan yang lagi KDRT. 
Saya langsung bengong. 
"Ah iya ya, ngga tau juga sih." 
Padahal saya lagi buka twitter. 

Facebook adalah ruang yang sulit saya kontrol. Soalnya fitur follow baru belakangan ini saya ketahui. Terus juga males memilah satu satu siapa yang mau difollow, dan siapa yang cukup friend tapi engga follow postingannya. 
Jadinya timeline FB saya beragam. 
Kalaupun saya punya banyak waktu di sosmed, saya hanya buka satu akun yang asik buat diikuti. Akun yang menceritakan pengalaman serunya sehari-hari. Sekali lagi engga ada gosip apa-apa, yang saya dapatkan dari FB. 

etapi pada suatu siang, saya iseng scrolling timeline. Lalu ada screenshot tulisan orang yang cerita kalau di rumahnya, ia mengurus suaminya sedemikian rupa. 
Saya sih biasa saja membacanya, tapi demi membaca komenan orang-orang, tak urung saya jadi ngebatin. Owalah untung saya ngga pernah cerita di jagad sosmed kalau saya motongin kuku suami, mijitin punggungnya sebelum mandi. Terus kalau makan, saya pasti memastikan bahwa suami tidak kekurangan satu hal pun. Ada juga masa-masa dimana saya menyuapi suami, pas di jalan ke kantor.. hahaha.
Soalnya engga keburu sarapan di rumah. Jadinya di jalan, sementara suami nyetir, saya sibuk menyuapinya. Itu baru sebagian kecil. Belum lagi saya selalu mengantarnya sampai gerbang, dan menunggu di depam rumah saat ia pulang. Ada banyak hal yang saya lakukan ke suami. Hal-hal sederhana yang kemudian dibanggakan suami pada temannya. Tentang betapa saya menjaganya dengan baik.
Untunglah saya engga pernah nulis tentang ini.
Eh tapi kan sekarang jadi nulis juga jadinya. 
Hihihi.. 
Habisnya saya sedih aja baca komennya. Salah satunya bilang, apa si istri engga ada kerjaan lain. 
Hoho, tentunya ada kerjaan yang menumpuk. Terus andai udah kelar pun, tetap ada yang perlu disiram atau dilap sampai kinclong. 
Tapi khan tiap keluarga punya kisahnya sendiri-sendiri. 

Ada standar kenyamanan yang berbeda di tiap rumah tangga. Serius banget nih, kita tidak akan bisa mengukur situasi orang dengan persepsi kita. Bagi yang senang meladeni suaminya, artinya kebahagiaannya terletak di sana. Ia baru akan lega setelah menunaikan hal-hal sederhana namun spesial itu. Melihat suami berangkat kerja dengan bahagia, tak urung senyumnya ikut mengembang. Lalu saat menemani suaminya makan, tidak ada beban melainkan gembira karena perjuangannya menaklukkan resep yang rumit, telah terbayar tunai. 

Terus giman dong. 
Ya engga gimana-gimana juga. 

Aslinya kita harus sibuk dengan diri dan rumah kita belaka. Tidak harus ikut sesiapa jika tidak nyaman dengan caranya. 

Bagi saya sendiri, segalanya mah asik-asik saja. Saya memang mengurus kuku suami yang di ambang batas kepatutan itu. Akan tetapi, suami yang ke Tanah Abang belikan baju lebaran untuk saya, anak-anak dan mama saya. Juga sekalian bisa belikan jilbab, ciput, bros dan segala yang ada di sana. Termasuk buah-buahan yang banyak di depan blok B. Beliau juga yang mendapatkan pesan berisi daftar belanjaan. Lalu ia akan pulang membawa sekardus detergen, pewangi, penghilang noda, serta segala alat kebersihan yang saya minta. 

Btw, saya mulai takut menulis lebih panjang karena bisa membuka potensi obrolan yang lain. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga