Bagai Air Terjun yang Menghamburi Kepala Begitu Saja (Part 2)

Kelanjutan catatan belajar tentang arus listrik kemaren, saya mendadak jadi perlu berpikir keras. 

Saya adalah anak lama. Produk dari sebuah pembelajaran sistem hafalan. Terlebih saya adalah anak kampung yang jauh di pelosok negeri. Selain buku paket standar dari dinas pendidikan, tidak ada lagi sumber ilmu lainnya. Maka saya menghafal karena dua alasan. Pertama karena memang suka menghafal akibat kurang kerjaan, dan karena itu satu-satunya cara selamat dari ujian. Saya tentu saja bisa menghafal segala teori tentang listrik. Termasuk urusan seri dan paralel. Tapi ketika putri sulung bertanya, apakah rangkaian seri lebih baik daripada paralel? 

Saya tercenung. 

Lalu menyadari bahwa saya sama sekali tidak paham konsepnya. 

Betapa yang saya punya hanyalah hafalan semata, sampai saya tidak bisa paraphrasing dengan kalimat sendiri. Hiks.. bahkan setelah saya menjadi lebih besar, lebih paham dan mengerti cara belajar yang lebih baik. Saya tidak juga mencari tahu perkara kelistrikan ini. Listrik adalah sesuatu yang berputar dalam hidup saya, tapi sejatinya engga ngerti sama sekali. Mulai sejak bangun subuh, mengaktifkan air ke toren. Terus mematikan ac kamar, mencuci, dan terussss aja seharian menggunakan listrik. 

Belum kelar urusan seri paralel, kakak bertanya, apa artinya hambatan dalam bab listrik ini? 

Olala.. 

Jadilah saya kalang kabut. Mendadak saya butuh paham banget tentang konsep listrik. Tidak hanya teori apa itu seri dan paralel, namun ke konteks yang bisa dipahami anak-anak. 

Lantas saya sibuk berkelana sari satu laman ke laman lainnya. Agar dapat pemahaman yang utuh tentang apa itu listrik dan bagaimana cara kerjanya. Sementara itu putri yang tengah kebingungan itu tetap di samping saya. Malangnya, tidak satupun website yang saya kunjungi, yang bisa membuat saya bisa menerangkan pada kakak. Ia sudah paham duduk perkara seri dan paralel. Bahkan sudah praktek membuat rangkaian listrik di atas selembar karton. Ia pulang sekolah dengan mata berseri-seri, menunjukkan rangkaian listrik yang dibuatnya bersama teman di sekolah. 

Saya butuh suatu analogi yang bisa dipahami anak kecil. Sayang saya tidak punya banyak waktu untuk belajar. Huhuhu.. 

Mendadak, entah ilham datang darimana, saya terbayang sebuah air terjun dengan debit air besar mengaliri sungai. Kelak, usai terjun bebas dengan kekuatan besar, airnya akan mengalir di sungai yang besar itu. Akan tetapi ada masanya, ada cabang kecil berbelok sedikit, ia mengairi sebuah daerah. Lalu terus saja hingga terbagi-bagi menjadi beberapa anak sungai. Lalu masuk ke pancuran kecil, di depan sebuah rumah kayu. Pancuran dengan air jernih itu, mengalir terus menerus tanpa perlu ditutup airnya. Karena air itu akan terus saja beranjak mengikuti jalurnya. 

Entah benar atau tidak analogi itu. Tapi saya gunakan untuk menceritakan perkara hambatan. 

"Bayangkan kakak berdiri di bawah air terjun 25 meter Kak, airnya deras menimpa kepala. Kira-kira apa kakak akan bertahan."

Kakak menggeleng. 

Matanya masih penuh sorot bingung. 

"Beda halnya jika air terjun tadi telah mengalami banyak perjalanan, masuk ke sungai kecil, lalu sampai ke rumah kita, dalam bentuk aliran kran. Udah aman kan ya, jika kita menaruh kepala dibawahnya."

Kakak mengangguk, tapi masih bete akibat urusan yang ngga jelas ini. 

"Kiranya sama dengan lampu kelap kelip kak. Lampu kecil itu hanya sanggup menahan beban kecil saja. Bayangkan jika ia tersambung ke sebuah aliran dengan tegangan yang lebih besar dari ukurannya. Maka ia lalu disusun dengan rangkaian seri, agar power listrik yang masuk bisa terbagi-bagi sejumlah bola kelap kelip itu. Ini membuat arus listrik jadi pas untuk ukuran bohlam kecil. 

Hanya saja, andai kabel ini bermasalah, semua lampu akan mati bareng-bareng, karena jalan arusnya hanya satu saja." 

Saya menuntaskan penjelasan dengan ragu. 

Tapi kakak sudah menghilangkan mendung di wajahnya. Akan tetapi kepala saya meati berkabut. Saya mesti mencari tahu tentang analogi yang lebih valid. Dan saya menyadari kalau punya peer yang lebih besar lagi. Ada banyak topik pelajaran, yang sifatnya hafalan di benak saya. Andai satu dari tiga anak bertanya. Bagaimana saya bisa menjawabnya. Kayaknya engga asik jika harus kelimpungan sepanjang waktu. 


Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga