Nilai dalam Rumah

 "Kami ngga temenan ama dia." 

Ucap sekelompok anak di lingkungan rumah, mengacu pada saya yang emang ngga main-main keluar rumah. Saya yang ngga sengaja mendengar omongan itu, berlalu begitu saja. 

Pulang.

Lalu kembali ke kegiatan sehari-hari.

Saya masih SD saat itu, dan memang aslinya ngga banyak teman. Pertama karena Apa melarang saya main keluar rumah, atau main ke rumah tetangga, atau melakukan hal yang tidak bermanfaat. Terus yang kedua, ada banyak buku bacaan yang menarik dalam rumah. Dimana saya merasa bahwa berdiam dalam rumah adalah sebuah kesenangan tersendiri. Ketiga, mungkin saya nya yang memilih tetap di rumah saja. Bahkan ketika Apa tidak lagi membatasi saya.

Ketika sekarang saya besar, seringkali saya menemukan bahwa saya tengah berada di luar sebuah circle. 

Alias engga diajak. 

Saya tahu ada banyak hal yang terjadi di sekeliling, hal seru, dan saya sengaja tidak diikutsertakan.

Entah kenapa, setiap kali berada pada posisi tersebut, saya tidak merasa sedih sedikitpun. Sama seperti halnya masa SD, saat saya ngga diajak main sama teman sebaya. Sebab saya ngga akan bisa diajak nongkrong, juga ngga bisa nginep di rumah teman. Jadilah saya ketinggalan berbagai kegiatan orang lain. 

Hanya saja saya punya dunia sendiri, yang penuh dengan berbagai rencana seru. Saya sibuk melompat dari satu scene buku ke scene lainnya. Saat membaca, saya membayangkan ikut ke tempat-tempat yang dideskripsikan dengan elok. Atau ikut larut dalam emosi. 

Serius, saya menjalani masa kecil dengan baik, walau tidak banyak momen main di luar sama temen. 

Kalaupun saya boleh main bareng teman, yang ada teman-teman itu yang datang ke rumah kami. 

Demikian pula saat sudah menjadi emak-emak seperti saat ini. Saya lantas punya aktivitas yang jika dibuatkan jadwalnya, malah lebih panjang dari 24 jam. Hiks.. 

Dalam kondisi itu, saya tidak akan bisa memantau status irang atau bikin status sendiri. Saya tidak leluasa menyapa, juga bercanda di laman medsos. Ada pula masanya dimana saya tidak bisa ikut arisan atau acara berkumpul lainnya. Karena saat itu, anak-anak masih kecil dan belum paham adab bertamu. 

Namun saya terhindar dari badai emosi engga jelas, andai ada yang bilang saya sombong atau tidak mau mengakrabkan diri. 

Ya gimana.

Aslinya saya emang syibuk syekaliii.. huwooo...

Salah satu value di rumah kami, adalah tentang anak yang jadi prioritas. Maka lebih bermakna main lego sama anak daripada memantau dan mengomentari status whatsapp orang lain. Jadilah saya menaruh hal-hal selain anak di luar rumah. Saya menempatkannya di teras depan, lalu anti saya tengok dan tanggapi apabila segala perkaran dalam rumah telah usai. Kadang bila kerjaan dalam rumah sambung menyambung menjadi satu. Hiks.. bisa jadi hal -hal.yang saya tempatkan di teras rumah itu, tidak pernah saya temui. Ia lalu menghilang ditelan zaman. Saya lalu lupa bahwa saya melewatkan satu episode begitu saja. Tapi, at the end, saya akan lega, karena telah menghabiskan waktu terbaik bersama anak-anak. Saya bahagia karena telah memutuskan nilai keluarga ini dan kukuh menjalaninya. Meskipun bagi orang luar, yang saya kerjakan, sungguh tidak masuk akal. 

Saya bahagia karena telah berjalan di value keluarga. Bisa jadi saya tidak menjadi teman yang populer, namun saya berusaha menjadi ibu yang dicintai anak-anaknya. Aamiin.. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga