Kisah Bawang Merah

Ceritanya, bawang merah yang habis dibeli di pasar, dikupas dan disimpan di kulkas. Seharusnya itu stok buat seminggu. Etapi baru beberapa hari, kok akarnya banyak yang tumbuh. Udah gitu akarnya pamjang dan subur. Langsung saja saru kotak bawang yang numbuh tanpa sengaja itu ditransfer ke raised bed. Sebelahan sama pokcoy yang duluan tumbuh subur. Setiap hari,  bawang ini berkembang pesat. Segera setelah dipindah, sudah langsung mulai muncul tunasnya. Lalu kemudian makin besar, lalu tetiba saja sudah ada rumpun bawang merah yang besar di sana. Kliatannya semudah itu. 

Tapi kenyataannya jauh lebih rumit dan melibatkan waktu yang panjang. 

Kisaran dua puluh lima tahun sebelumnya saya telah menanam merah bersama orang tua. Proses tanam-rawat-panen adalah sebuah proses yang kompleks. Pertama-tama perlu paham dulu situasi yang dibutuhkan si bawang merah. Meliputi kondisi tanah, tekstur, kandungan hara, ketinggian, suhu, kadar paparan sinar matahari dan juga intensitas hujan. Andai hal-hal ini sudah terpenuhi atau telah disiasati, maka berikutnya teknik menyiapkan bibit. Adakalanya benih tidak tumbuh sama sekali. Entah karena benih sudah tidak bagus, atau malah diserang hama sebelum sempat tumbuh. 

Setelah berhasil tumbuh, bibit menghadapi berbagai cobaan. Bisa hama, atau cuaca yang tidak pas. Terhadap bawang merah yang menyukai banyak sinar matahari, sehelai daun lebar yang menaungi, bisa membuatnya gagal berkembang. Ini kejadiannya sama dengan bawang merah yang bertetangga dengan pokcoy. Saking suburnya, pokcoy ini berdaun lebar dan rimbun. Daunnya itu hampir menaungi sebaris bawang merah. Masalahnya bawang merah tidak suka dihalangi dari sinar matahari. Ia akan ngambek terus berhenti tumbuh. Jadinya saya menancapkan bilah-bilah bambu untuk pembatas. 

Poinnya adalah, apa yang ada di permukaan, bisa jadi hanyalah sebagian keciiil banget dari keseluruhan situasi. Lazim juga dikenal dengan fenomena gunung es. Kita hanya lihat puncaknya saja, tanpa tahu sebesar apa yang tersembunyi. 

Ini membawa kita ke sebuah perspektif baru. Bahwa semua orang yang kita temui, bisa jadi guru kita. Sebab sebuah keahlian yang dimilikinya adalah hasil kerja keras selama berpuluh tahun. Seorang yang jago membuat roti, adalah sosok yang menghab iskan puluhan kilogram tepung terigu. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga