Terlalu Jauh Untuk Kembali

Tulisan 3 dari 10. Belajar menulis fiksi.


Dua meter di depan sana, ada payung besar yang kuduga dulu berwarna oranye cerah. Tapi kini warnanya coklat, hanya sekilas saja warna aslinya muncul. 

Tentu saja demikian. 

Payung besar itu telah bertahun ditimpa derai hujan dan menahankan panas. Ia hanya dilipat rapi jika magrib akan menjalang. Dan keesokan pagi, jauh sebelum keriuhan terminal dimulai, ia juga sudah terkembang. 


Di bawah payung itu, seorang ibu seukuran kakak perempuanku, duduk di tempat yang sempit. Ada semacam kotak besar di bawah payung itu. Di tengahnya ada lobang yang hanya pas untuk tiang payung dan ibu itu duduk berjualan. Di sekelilingnya, ditata berbagai kue dan roti, juga makanan tradisional masyarakat di sini. 

Berbekal rasa penasaran, aku membeli beberapa makanan. Random, karena aku tidak mengerti apapun soal makanan tradisional. Satu-satunya yang kumakan sebelumnya adalah masakan istriku saja.

 Di luar dugaan, rasanya ternyata enak. 

Sehingga lapak kue itu lalu menjadi tempat kesukaan saya. Terutama makanan sejenis roti yang diatasnya dilapisi selai kuning tua. Entah itu selai apa. Tapi mengingatkanku pada selai buatan nenek. 

Setiap kali aku menggigitnya, rasa selai yang khas menyentak kenangan. Membawaku jauh kembali ke tanah tempat aku lahir dan bertumbuh besar. Selapis selai itu menembus benteng keras kepala yang aku bentuk. 

Aku perlu mengakui, bahwa aku rindu. 

Hanya saja, perjalanan ini sudah sedemikian jauh. Terlalu jauh untuk bisa kembali. 


#Writober2021

#RBMIPJAKARTA

#ibuprofesional

#TEMBUS

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga