Gema

 Tulisan 1 dari 10. Belajar menulis fiksi.


Perlahan kurapikan majalah bekas di kotak kayu yang ada di depan toko. Dua buah kotak yang penuh berisikan majalah remaja bekas. Majalah-majalah itu diantarkan kemari oleh anak yang telah bosan dengan bacaannya. Kemudian dibeli oleh anak yang uang jajannya tidak cukup untuk membeli majalah baru. Atau kadang, memang sengaja menunggu beli majalah bekas saja. Kuperhatikan, setidaknya ada 5 anak yang berpakaian bagus, tapi malah memilih beli majalah bekas. 
Yah, setelah sekian lama banyak melamun di balik kaca toko, aku jadi paham setiap raut anak yang berhenti sejenak di depan tumpukan majalah.

Bahkan aku telah membuat sebuah data statistik. Mari kusampaikan sekelumit pengamatanku. Bahwa dari 10 orang yang lewat di hari Senin, tidak seorangpun yang mampir. Sekadar melirikpun tidak. Sebab angkutan pedesaan di terminal ini tidak beroperasi pada hari Senin. Jangan tanyakan padaku sebabnya. Itu mestilah peraturan yang sudah ada dari sejak lama. Jika orang dari desa tidak ada yang datang ke kota kecil ini. Maka orang yang di dalam kota juga pada sibuk sendiri di sepanjang hari Senin. Mana mungkin mereka mampir membeli novel atau majalah di hari yang penuh kesibukan itu. Kalaupun ada yang melintas di dekat toko, biasanya karena ada keperluan yang amat penting. Dan itu bukanlah urusan membeli bahan bacaan kala senggang.

Tapi sungguh.
Aku tidak mengeluh karena hari Senin.
Aku malah jadi punya waktu merawat sederet tanaman philodendron yang kuletakkan di bagian belakang toko.

Hanya saja, hari ini bukan hari Senin. Ini adalah hari Kamis yang ramai.

Setiap kali anak-anak SMA itu datang, selalu saja meninggalkan majalah yang berantakan. Mereka sibuk membolak balik majalah bekas, lalu membeli satu atau dua. Kemudian membiarkan sisanya berserakan. Tapi entah, kupikir aku juga tidak keberatan membereskannya. Karena itu satu-satunya alasan aku bisa pergi ke depan toko. Selain saat pagi hari membuka pintu dan sore saat aku menguncinya dengan cermat. 

Sedari tadi aku telah bercerita tentang toko dan majalah di depan sana. Kenalkan aku pak tua dari tempat yang jauh, seorang pensiunan yang sudah tidak lagi berguna.
Nama?
Namaku bahkan sudah tidak penting lagi karena tidak ada lagi yang perlu kutandatangani.

Keseharianku hanyalah mendengarkan gema dari keriuhan restoran soto di samping kanan, dan jual beli yang berlangsung di toko sandal di sebelah kiri. Di depan tokoku, sebuah terminal antar kota memperlihatkan kesibukannya yang tak terkira.
Gemanya bahkan tidak mengizinkanku untuk melamun barang sejenak. 

#writober2021
#RBMIPJAKARTA
#IbuProfesionalJakarta
#GEMA

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga