Ujian di Akhir Ramadhan

đŸ“‘Catatan mudik 2016
Bensin #1 tol merak : Rp.210.000
Ferry : Rp.320.000
Bensin #2 Martapura: Rp.200.000

Catatan di atas diharapkan berakhir dengan beli bensin di Bukit Badantuang, menjelang masuk ke wilayah kabupaten kami.
Namun tidak..
Berhenti saja sampai di sana, karena tidak jauh dari Martapura, saya terbangun. Di kursi depan suami yang baru saja menggantikan da Yose menyetir sehabis subuh sudah tidak ada. Hanya asap yang mengepul dari airbag. Suara jerit kesakitan da Yose memecah. Di depan saya Ari rebah ke Atya yang duduk diam kebingungan, di samping Atya mama tertunduk ke depan. Darah tersebar. Pada kondisi itu saya hanya bisa melihat satu gambaran saja : rumah sakit. Saya butuh ambulan untuk ke IGD. Saya bergegas mengambil dompet, dan menyerahkan Atya dan Ifa ke seorang ibu di luar sana. Begitu keluar, suami mengangguk ke saya, wajahnya sedemikian pucat. Tidak banyak yang kami bicarakan, namun kita sepakat bahwa saya akan bertanggung jawab untuk keluarga yang terluka dan suami mengurus mobil dan barang.

Banyak hal yang saya lupakan, hanya ada kilasan-kilasan seorang ibu mengulurkan air minum ke mama, suami yang memegang kepala Ari, suara da Yose, sandal jepit yang disarungkan entah oleh siapa ke kaki saya. Riuh sekali ucapan-ucapan yang mengambang ke udara pagi : ban pecah, jaga barang, tugu, sering kecelakaan, kantor polisi..
Entah apalagi, saya luput mengingatnya.

Di perjalanan dengan angkot ke RS saya menahan kaki Da Yose seraya berharap mama dan Ari di ambulan sana baik-baik saja. Bujukan pada da Yose pun berbarengan dengan jawaban pada pertanyaan anak-anak.
Apakah kita tetap pulang kampung Nda?
Mobil kita kenapa bisa hancur?
Apa kaki mamak bisa diperbaiki?
Bagaimana kita bisa pulang?
Baju Atya siapakah yang membereskan?
Bisakah bunda memastikan kalau tadi ayah tidak luka?

RSUD Ibnu Sutowo berjarak 15 menit perjalanan namun rasanya jauh sekali. Saya tidak tega mendengar jeritan uda setiap kali mobil berguncang di jalanan yang tidak rata. Kemudian selama di RS kayaknya saya bergerak seperti robot. Selama mama, Ari dan da Yose mendapatkan pertolongan di IGD saya mengurus administrasi, menjawab banyak pertanyaan prosedural RS, memberi banyak sekali data pada polisi dan pihak asuransi. Saya tidak sempat berpikir tentang BPJS mama, kemudian saya tidak tahu tentang kartu BPJS uda dan Ari, entah sudah jadi atau belum. Kemudian di dinding RS ada penjelasan dengan asteriks berbunyi kecelakaan tunggal tidak ditanggung asuransi. Sehingga semua pengobatan pun saya minta dijadikan pelayanan umum.

Sementara mama, Ari dan Da Yose dibawa ke kamar rawat, Dokter menjelaskan kondisi semuanya dan apa saja tindakan yang perlu dilakukan. Saya sepertinya nggak bisa merasa apa-apa atau mungkin tepatnya mengesampingkan semua perasaan ketika melewati kejadian berikutnya. Mendampingi masing-masing saat di rontgen, melepas semua perhiasan dan logam di badan. Juga tidak goyah saat memakai baju bedah dan ikut ke ruang operasi sebelum tindakan dimulai. Saya melihat luka di kening Ari dan menerima penjelasan detil dari dokter. Demikian juga halnya dengan tindakan untuk da Yose. Saya lalu kembali ke kamar lagi, memastikan mama dalam kondisi baik dan juga menghibur anak-anak sekali lagi.

Saat Ari sudah masuk ke kamar rawat, saya mendampinginya sejenak kemudian berderap ke ruang operasi untuk mengecek apakah da yose sudah selesai. Kemudian balik lagi ke kamar Ari untuk menemani Ari. Sementara mama di kamar berbeda terlihat tidur nyenyak, alhamdulillah..
Ketika mau kembali ke ruang bedah untuk menjemput da Yose pasca operasi, di ujung lorong saya melihat Ni Am mendorong tempat tidur uda. Ni Am adalah tetangga kami di kampung yang merupakan pengusaha tas di Cakung, posisi mobilnya memang di belakang kami. Sepertinya Uda Fadli yang menghubungi Ni Am. Uni mengantar uda sampai kamar, kemudian pergi mengambil selimut tambahan untuk uda yang menggigil kedinginan. Ni Am kemudian juga menemui mama di kamar mama.
Ketika Ni Am akan meneruskan perjalanan dan memeluk saya untuk menguatkan. Airmata saya bercucuran..
Tameng keadaan darurat dan kewajiban untuk bersikap tegar luruh sudah.
Tapi begitu Ni Am menghilang di ujung lorong, saya seketika balik ke posisi siaga dan kembali lagi ke kegiatan mengecek mama, memberikan minum untuk Arie dan Da Yose dan menyemangati kedua putri yang masih khawatir.

Menjelang siang berakhir, saya sudah memegang hasil rontgen mama dan disimpulkan mama tidak apa-apa, tinggal menenangkan diri dan memulihkan kekuatan. Hasil rontgen Ari tidak ditemukan retak pada kepala. Kita hanya perlu menjaga agar luka Ari tidak infeksi. Hanya saja Ari terlalu banyak kehilangan darah, perlu waktu untuk bisa kembali setegar semula.
Tentang Ari, saya sudah lama memasukannya sebagai adik yang akan dibela layaknya keluarga. Rasanya sungguh tidak tega melihatnya dengan perban di kening dan mata kanan lebam.
"Ari, maukah Ari memaafkan uni dan uda karena kejadian ini?"
Ari membantah kuat, bilang kalau tidak menyalahkan kami. Ari memang adik yang selalu baik... *hug
Saat saya melihat perawat menggunting baju da Yose dan memberikan barang-barang uda ke saya, perawat bercerita kalau sejak dari IGD Ari terus menanyakan kondisi keluarga yang lain.
Bagaimana bisa saya tidak bersyukur mendapatkan adik sebaik ini.

Saya rasa sebaiknya tidak me-recall memori kondisi kaki da Yose. Saya yang memegangnya di awal kejadian, melihatnya di ruang operasi dan mengamati hasil rontgennya. Saya merasa terlempar jauh.
Kakak semata wayang ini selalu memastikan kalau saya baik-baik saja, selalu mendahulukan kepentingan saya, dan kami sejak lahir tidak pernah berselisih atau bertengkar sekalipun. Bagaimana bisa saya tega melihat kondisinya. Untuk pengobatan uda, di RSUD ini tidak ada bag.orthopedi sehingga yang bisa dilakukan hanya membersihkan luka, membungkus kaki uda sampai mirip robot, dan sejumlah obat-obatan. Da Yose perlu dirujuk untuk melanjutkan pengobatannya.

Kemudian sore hari pun tiba dan Da Fadli mengabarkan sudah menyelesaikan urusan mobil dan kini sudah di depan RS. Begitu melihat suami berdiri beberapa puluh meter di depan sana...
Saya merasa sudah lamaaaa sekali tidak bertemu. Rasanya sudah lama waktu berlalu dan banyak hal terjadi sudah. Saya terakhir ingat melihat suami tidak terluka fisiknya dan bilang ke suami kalau saya akan bertanggung jawab untuk semua urusan di RS. Tapi itu serasa sudah berabad-abad  kejadiannya. Suami pastilah lelah dan shocked dengan kejadian ini.

Well bagaimanapun saat ini urusan perasaan adalah nomor sekian, suami mendapatkan laporan kondisi ketiga pasien singkat dari saya dan memilih ke kamar Ari dan Da Yose terlebih dulu. Pas ternyata Ari perlu ke toilet. Uda Fadli berlinang air mata saat membantu Ari duduk. Saya paham uda pastilah merasa sebagai penanggungjawab untuk mudik ini, paling bersalah untuk kejadian ini.

Fast forward.. alhamdulillah Minggu siang papa mertua datang bersama adik dan kakak ipar. Da Yose ikut mobil papa karena di sana bangkunya bisa direbahkan sehingga bisa tetap berbaring sempurna di sepanjang perjalanan. Mama, anak-anak dan saya berada di mobil Strada bersama da Ul.
Qadarullah saat di Sarolangun, mobil strada ini bermasalah koplingnya dan perlu dibawa ke bengkel. Kita pun pindah ke mobil papa.
Saya sudah berada di rumah saat ini. Da Yose dirawat di Barulak dan dijaga oleh keluarga pihak bako. Ari sudah diantarkan ke rumahnya pada pukul 2 dinihari tadi. Saya masih mencemaskan papa, da ul dan Ais yang masih di perjalanan.

Demikian uniknya Allah mengatur posisi keluarga terdekat berada tidak jauh dari kami. Papa, Ibu dan Ardi sedang di Muarobungo dalam perjalanan dari Jambi ke Payakumbuh. Da Ul dan era sedang di solok. Semuanya langsung putar haluan menuju Baturaja.Gak kebayang kalau papa di Pyk dan Da Ul masih di Pasaman.

Trimakasih saya sedemikian besar untuk mbak Yuan dan segenap dokter, perawat, apoteker dan CS di RSUD Ibnu Sutowo. Untuk perawatan dan kebaikan yang sudah diberikan pada kami. dokter yang detil penjelasannya dan perawat yang semuanya ramah dan membantu saya termasuk hal-hal nggak penting semisal mencarikan sendok dan mukena atau membantu saya membawakan kantong obat.
Trimakasih Tri meskipun tidak hadir di sini namun cinta dan perhatiannya hadir saat mengupayakan yang terbaik untuk perawatan selama di RS ini.
Terima kasih saya untuk Hedi, teman Ardi yang membantu suami di tkp, yang membawa barang kami yang seabrek-abrek banyaknya ke rumah dan berada di samping Da Fadli untuk membantu uda.
Terima kasih untuk abang angkot yang namanya tidak saya ketahui namun membantu saya sampai semua perawatan berjalan dan saya sudah bisa ditinggal.
Terima kasih saya untuk semua pengendara mobil di sekitar TKP yang membantu kami menuju RS, dan mengamankan barang kami tetap terkumpul, sehingga tiada satupun barang kami yang hilang.
Terima kasih saya untuk Agus di Palembang yang memastikan mobil kami yang diderek ke sana bisa diurus dengan baik.

Lapor pakDodik Mariyantoto dan buSepti Peni Wulandani III, saya tidak mengira curhat saya ke teman-teman pengurus IIP JKT disampaikan ke group wa IIP Jakarta dan Koord IIP Nasional. Ratusan ucapan doa dan dukungan dari teman-teman sungguh menghangatkan hati. Saya merasa jauh lebih ringan. Saya berterimakasih untuk semua teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Ucapan maaf saya kepada keluarga besar dan atasan di kantor, dan atasan da yose yang tidak saya hubungi di kali pertama. Prioritas di saat itu hanyalah memastikan agar kondisi kritis berhasil dilewati.

Saat ini.. da yose bersama semua pemuda2 Situjuah sudah berada di Barulak. Saat sampai di sana melihat banyak adik2 di sana.. saya merasa terharu. Melihat keluarga besar di simalanggang sdh ada di sana.. saya merasa hangat dan merasa pulih dari semua ini.
Alhamdulillah...
Pagi ini semua tetangga sudah hadir di rumah dan menanyakan kabar.. semua beban kmrn terangkat.
Saya bersyukur untuk semua cinta dan perhatian ini.

#catatanmudikbag.1
#writingishealing
Postingan ini disertakan pada project#ODOPfor99days #day71

Comments

Popular posts from this blog

Prau, Pendakian Pertama (Part #2)

Kala Sahur, dan Segelas Kopi yang Tidak Manjur

I am Small & Perfect