Dukungan Suami Tercinta
Di Institut Ibu Profesional, saya melihat pasangan pak Dodik dan Bu Septi yang bergandengan tangan dan bekerjasama di jalur yang sama. Kemudian juga banyak teman-teman di kepengurusan IIP yang sejalan dan bisa bareng-bareng ikut seminar parenting atau kegiatan IIP.
Lah saya gimana... kita tidak akan pernah bisa bepergian bersama mengingat suami bekerja 7 hari dalam seminggu dan bahkan di akhir pekan kami hanya bertemu beberapa jam saja :)
Tanya saya menemukan penawarnya ketika saya mendapatkan reward private coaching bersama Pak Dodik dan Bu Septi, saya pun menanyakan perihal saya akan berjalan sendirian dalam dunia parenting ini.
Jawaban dari Bu Septi dan tambahan dari Mbak Lala saat itu sungguh menentramkan hati.
Kemudian saat saya masuk ke kelas Matrikulasi IIP Batch#1 saya kembali menemukan materi tentang ini. Pesan Bu Septi pada saat private coaching itu saya terima pada saat saya baru saja menjadi member aktif di IIP. Kini setelah saya menjadi ketua IIP Jakarta, pesan tersebut masih relevan, bahkan menjadi semangat dan kekuatan saya.
Saya kisahkan di sini, dengan tujuan jika ada teman IIP yang 'senasib' dengan saya, teman-teman akan bisa mengambil value dari sini.
1. Jangan pernah bergantung pada siapapun dalam mendidik anak. Karena fitrah ibu adalah sebagai pendidik dalam rumah tangga maka tetaplah pada usaha memantaskan diri menjadi ibu yang bisa membimbing perkembangan anak-anak. Seorang anak membutuhkan seorang ibu yang profesional, jika ayah ikut andil dalam hal mendidik itu adalah sebuah bonus.
2. For things to change you must change first.
Suami adalah cerminan dari diri kita. Karena perempuan yang baik adalah pasangan untuk laki-laki yang baik, maka kita perlu melakukan perubahan pada diri sendiri terlebih dahulu. Saat kita sudah meningkatkan diri terus menerus maka kelak kita akan menuai hasilnya.
3. Yang ketiga namun yang paling utama adalah ijin suami. Mintalah ijin suami untuk belajar menjadi ibu yang lebih baik, dengan ridho suami insya Allah ilmu yang kita dapatkan menjadi berkah dan bermanfaat bagi keluarga.
Lalu apa peranan suami dalam kiprah saya di IIP?
eciyee kata kiprah ini pas nggak sih.. hihi..
Saat saya meminta ijin suami untuk bergabung ke IIP, beliau mengangguk mengiyakan. Juga setuju ketika saya mendapatkan tawaran amanah menjadi koordinator salah satu grup inti IIP JKT. Suami juga menandatangani surat ijin saat saya akan mengikuti kelas fasilitator di Salatiga. Kemudian ketika kita para koordinator satu suara untuk membentuk kepengurusan dan kemudian saya 'terjebak' menjadi salah satu calon ketua, suami juga menjadi pendukung saya.
Sekarang saat saya tanya apakah ayah rela dengan aktivitas saya di IIP, beliau mengiyakan dengan tambahan komentar: Bunda menjadi lebih baik setiap hari.
Alhamdulillah..
Senangnya..
Kata Bu Septi yang bisa menilai apakah kita mendapatkan kemajuan dari IIP adalah suami dan anak-anak.
Senangnya..
Kata Bu Septi yang bisa menilai apakah kita mendapatkan kemajuan dari IIP adalah suami dan anak-anak.
Suami sendiri adalah ayah yang hangat dan dekat dengan anak-anak. Ayah selalu antusias untuk bahasan perkembangan dan plan masa depan anak. Setiap waktu luang ayah hanya didedikasikan untuk anak-anak. Untuk mengimbangi suami yang lebih jarang mendampingi anak, saya membiasakan untuk laporan secara detil dan segera untuk setiap perkembangan anak. Sehingga ayah mendapatkan pemahaman yang sama dengan saya yang secara langsung mendidik anak.
Jadi memang, teman-teman tidak akan melihat jejak Atya dan Ifa di IIP, namun tanpa ridhonya saya tidak akan pernah sampai di sini.
Postingan ini disertakan pada project#ODOPfor99days #day98
Comments
Post a Comment