Being a Chief
Institut Ibu Profesional Jakarta berkembang pesat membernya, hingga menjadi 4 grup inti. Dari 4 grup tersebut lahirlah rumah belajar Boga, Menjahit, Playschooling Tomat, berkebun, Menulis dan Grafologi agar setiap member bisa mengembangkan passion-nya masing-masing. Setiap grup inti dipandu oleh 3 orang koordinator grup, dengan demikian di IIP Jkt ada 12 orang koordinator.
Masing-masing dari kita tidak bertatap muka melainkan menggunakan media whatsapp untuk sharing berbagai informasi terkait IIP. Semuanya berjalan baik-baik saja. Setiap koordinator fokus mengelola grup-nya masing-masing. Karena beda gaya, jadinya dinamika tiap grup beda-beda juga. Tergantung dari cara koordinator mengelola grup.
Ketidaknyamanan terjadi ketika kita mau menggelar acara milad IIP ke-4 silam. 12 kepala berdiskusi tanpa pemimpin. Meskipun setiap kita beritikad baik dan bersemangat tinggi, namun keputusan sulit di raih. Ada nuansa sungkan dan menunda di sana.
Penyebabnya adalah kita tidak ada pemimpin, tidak ada yang didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting.
Kondisi ini yang menjadi latar belakang saya, uni Ida dan Mbak Diyah bermufakat di Salatiga, di sela kami mengikuti Training for fasilitator IIP di Salatiga.
Sekembali ke Jakarta kami menggagas pembentukan sebuah kepengurusan di IIP Jakarta. Dengan adanya kepengurusan kita berharap bisa dilakukan pembenahan kurikulum, Ini pun ternyata tidak mudah. Mulai dari kendala merasa belum mampu, sulitnya untuk mengatur jadwal bertemu muka hingga alasan-alasan lainnya. Kita semua sepakat bahwa kita memerlukan sebuah kepengurusan demi efisiensi dan fokusnya sebuah organisasi. Kita juga sepakat bahwa 4 grup inti via whatsapp bisa digabungkan menjadi dua grup, seiring dengan sudah bertambahnya limit member grup, Penggabungan ini juga dengan pemikiran agar koordinator bisa lebih fokus bekerja pada bidangnya.
Setelah berhari-hari membicarakan calon ketua, kita akhirnya memilih untuk menyebutkan calon ketua terlebih dahulu. Sebagian besar dari kami memilih Mbak Ida, terutama karena beliau lebih mumpuni ilmunya dari kita dan lebih berpengalaman. Pilihan kedua adalah mbak Milfa. dan ketiga adalah saya, yang diusulkan oleh Mbak Ida.
Beberapa hari kemudian, Mbak Ida mundur, lah Mbak Milfa ternyata ikutan mundur.. huwaaaa... tinggallah saya sendiri sebagai calon tunggal.
Mbak Ida lalu meminta CV saya dan meminta teman-teman koordinator semua membaca dan memutuskan apakah setuju saya yang jadi ketua.
Demikianlah, kisah kenapa saya yang dalam hati merasa sebagai anak bawang ini bisa menjadi ketua IIP Jakarta periode 2016-2018.
Setelah berhari-hari membicarakan calon ketua, kita akhirnya memilih untuk menyebutkan calon ketua terlebih dahulu. Sebagian besar dari kami memilih Mbak Ida, terutama karena beliau lebih mumpuni ilmunya dari kita dan lebih berpengalaman. Pilihan kedua adalah mbak Milfa. dan ketiga adalah saya, yang diusulkan oleh Mbak Ida.
Beberapa hari kemudian, Mbak Ida mundur, lah Mbak Milfa ternyata ikutan mundur.. huwaaaa... tinggallah saya sendiri sebagai calon tunggal.
Mbak Ida lalu meminta CV saya dan meminta teman-teman koordinator semua membaca dan memutuskan apakah setuju saya yang jadi ketua.
Demikianlah, kisah kenapa saya yang dalam hati merasa sebagai anak bawang ini bisa menjadi ketua IIP Jakarta periode 2016-2018.
Postingan ini disertakan pada project#ODOPfor99days #day95
Comments
Post a Comment