Wastra Paisi Dulang


Entah kenapa waktu itu waktu berlarian. 
Cepat dan tidak hendak mengulur barang sejenak.
Saya terasa terengah namun tidak punya pilihan selain terus menyamakan langkah. Tanggal 27 September segera saja sudah du depan mata. 

Mama mengingatkan saya pada satu hal penting. 
Uuh.. ini sebenarnya adalah hal penting yang kesekian kali. Rasanya setiap perkara menjadi sensitif seakan perang dunia akan terjadi andai segala persyaratan mama tidaj dipenuhi. 

Saya menahan keluh. 
Saya terhimpit di antara dua persepsi. Keluarga saya mempunyai prosedur yang ketat dan terikat ada istiadat yang rumit. Sebaliknya keluara suami memiliki situasi lebih longgar. Bagaimana saya menjelaskan bahwa hal buruk akan terjadi jika sebuah dulang yang berisi hantaran, tidak disikapi dengan tepat. 
Dan ini sungguh bukan becandaan. 
Bukan pula hal yang bisa dianggap sepele.
Bahkan saya, yang menghabiskan sore di antara siram gemerlap lampu jalanan kota metropolitan akan menganggapnya sesuatu yang serius. 

Saat ini, di tengah urusan yang semuanya penting ini, saya hanya punya sedikit waktu. Maka saya mengambil jalan sendiri. 

Di tanggal 27, sebuah dulang (nampan besar dari logam yang berat) telah berisi berbagai hantaran. Diserahkan wakil keluarga saya di hari pernikahan kami, kepada pihak keluarga mempelai pria. 
Dulang itu berisikan berbagai makanan sarat makna, dan punya aturan yang sangat detil dan rumit. 
Ada yang perlu diambil isinya dan digantikan dengan benda yang telah ditetapkan. Semuanya harus dikerjakan dengan teliti tanpa kesalahan sedikitpun. 
Setelah selesai, dulang itu kembali dibawa ke rumah saya. Sesaat sebelum etek (bibi) saya mengangkat dulang ke kepalanya, saya melihat sebuah wastra di tengah dulang. 

Kain itu, saya yang memilih dan membelinya seorang diri. Kemudian dalam sebuah pertemuan teramat singkat, saya serahkan ke suami dan berkata dengan wajah sangat serius, "Tolong taruh kain ini di dulang yang akan datang esok hari."
Ia, yang kelak akan sangat kenal rona wajah saya saat sedang serius, paham bahwa ini setara perkara hidup mati. 

Note: paisi dulang = pengisi dulang

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga