Nyambung Kemana

 Saya memasuki periode dimana bahan obrolan nyaris selalu tentang anak mau lanjut sekolah kemana. Kalau saya ke sekolah anak-anak, entah karena rapat atau ada kegiatan siswa. Obrolan para ortu akan bermuara ke sekolah lanjutan untuk anak-anak. 

Putri sulung saya berekolah di sekolah swasta tidak.jauh dari rumah. Saking deketnya, ngga nyampe sekilo jaraknya. Bahkan saya dan anak usia tiga tahun, biasa jalan kaki ke sekolah. Kini sudah memasuki tahun keenam di sekolah itu. 

Meskipun yayasan ini punya sekolah lanjutan bahkan hingga tingkat akademi, namun engga berarti lulusannya akan terus di sana. Mayoritas malah keluar dari yayasan tersebut. Pada suatu rapat wali murid, kepala sekolahnya cerita kalau sebagian besar lulusan melanjutkan ke sekolah negeri. 

Ooww...

Ya ngga papa, tiap orang tua punya pertimbangan sendiri tentang sekolah anaknya. 

Bagi saya, ada beberapa poin pemikiran tentang sekolahnya Atya. 

1. Selaras dengan value keluarga.

Saya memikirkan bahwa sekolah yang tepat untuk anak-anak, adalah yang sesuai dengan value utama di keluarga kami. Sebab akan repot urusannya jika value yang kami kuatkan di dalam rumah, malah buyar di sekolah. Di sekolah yang sekarang, saya menyukai beberapa nilai sekolah yang selaras dengan keluarga kami. Misalnya perkara adab. Di rumah kami sangat mengutamakan adab. Betapapun sering anak-anak lupa, namun kami akan senantiasa mengingatkan tentang adab. Nah di sekolahnya untungnya juga demikian gurunya sering mengingatkan tentang keutamaan orang yang beradab. Bahkan ada nilai setoran hafalan juga menyertakan poin adab. 

2. Finish line

Perlu juga mempertimbangkan tentang tujuan jangka panjang. Meskipun baru di level bawah, tapi semua jenjang pendidikan tentu saja berperan penting kan ya. Ini menentukan apakah kita akan memilih sekolah bilingual, atau berbahasa Indonesia. Apakah sekolah asrama atau bukan. 

3. Kurikulum dan budaya sekolah

Kalau kurikulum mungkin sudah ranahnya kemendikbud kan yah, tapi menarik melihat gimana sekolah menyajikan kurikulumnya di sekolah. Saat ini, misalnya anak-anak menggunakan metode tematik dalam proses belajarnya. Ini di satu pihak bikin mumet orang tua yang menemani anak belajar di rumah. Sebab perlu diteliti lagi mana yang IPA, mana yang PPKn dan seterusnya. Karena dalam satu topik bahasan, ada segala mata pelajaran tertumpah di sana. Terus kalau mau belajar jelang ujian, mendadak bingung. Ini yang mana nih bahan ujiannya. Biasanya satu tema akan diawali dengan satu artikel yang terdiri dari beberapa paragraf. Baru kemudian  dari artikel itu dibahas uraiannya. Bisa ditarik ke materi IPS atau Bahasa Indonesia. Ini emang kelihatannya segalanya ditumpuk sih, tapi jika kita cermati. Dengan metode tematik, anak belajar real life. Ya ngga sih.. bukankah segala sesuatu di dunia nyata ini berkelindan satu sama lain. Kita berbelanja ke pasar dengan menerapkan hukum ekonomi, melibatkan IPA, IPS, matematika dan bahasa sekaligus. Lalu ada satu hal yang paling penting yaitu konsep. Anak jadi belajar konseptual. Bahwa segala sesuatu ada unsur sebab akibat, ada alasan, dan ada keterkaitan. Ini menarik anak ke sebuah prinsip memahami, bukan hafalan. Bagi saya sendiri, yang produk anak hafalan, cara tematik ini lebih seru aja. Nah peran sekolah dalam hal ini, adalah memberikan insight pada wali murid tentang apa yang terjadi dalam pembelajaran, sehingga bisa saling mendukung proses belajar. 

Ini baru satu poin tentang budaya sekolah, yaitu tentang komunikasi yang asik. Ada banyak lagi budaya sekolah yang bisa kita amati dan jadi bahan pertimbangan. 

4. Preferensi

Terus yang keempat dan yang paling adalah tentang keinginan anak. Karena sekolah adalah ruang berkembangnya anak. Maka anak adalah subjek yang berhak mengeluarkan pendapat. Banyak-banyaklah ngobrol dengan anak, agar kita bisa tahu hal apa yang nyaman dan tidak nyaman baginya. 

Udah segini pertimbangannya, tapi teteup saja kalau ada yang tanya, Atya nanti mau lanjut sekolah kemana, saya mah nyengir aja. Hihi..

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga