Cerita tentang Diri Sendiri

Kiranya saya tumbuh dalam suasana engga boleh pamer. Tidak elok, gitu katanya. Kalaupun kita punya kemampuan sesuatu, tapi ya dilihat-lihat dulu kalau mau diumumkan. Terlebih di tempatku besar, biasanya yang maju di depan adalah para orang tua yang mumpuni dalam ilmu maupun praktek hidup. Sehingga kemampuannya sudah melampaui siapapun. Remaja auto jiper pokoknya. Dan kalaupun punya skill yang menyamai, akan kena dalam pasal pengalaman. Intinya, saya biasa mendengar dan mengamati belaka. Demikian juga tentang berpendapat. Hanya orang dewasalah yang pendapatnya di dengarkan. 

Seingat saya dalam keluarga besar, ya begini ini. Jika keluarga besar berkumpul, kami anak-anak dan remaja akan tersingkir dari ruang tengah. Ketika para orang dewasa berembuk tentang suatu hal pelik. Kami akan ngeriung di teras samping, kami ngobrol dan ngemil sampai rapat penting di dalam rumah telah selesai. Sedikitpun kami tidak tahu pembahasan di dalam sana. Sudah barang tentu tidak ada yang menanyakan pendapat kami. 

Urusan ini merembet ke kebiasaan menyimpan kemampuan diam-diam. Karena terbiasa menunduk, dan membiarkan orang yang lebih tua mengerjakan segalanya. Akibatnya saya kehilangan ruang berkembang. Dan lama-lama jadi engga pede dengan kekuatan diri sendiri. 

Melompat ke situasi sekarang. Ada perbedaan bak bumi dan langit. Saat ini, saya mendorong anak-anak untuk paham kekuatan mereka sekaligus pede dan berani menyatakan diri. 

Setelah berani ngobrol sama ayah bunda, tentang apa yang disukai, anak-anak boleh memilih bidang apa yang disukai. 

Lantas berani ngobrolin secara luas tentang apa yang tengah dikerjakan. 

Saya menuliskan portofolio anak sejak awal. Agar segala pencapaiannya terdata, dan lebih penting lagi, agar bisa menganalisis perkembangan anak-anak. 

Menuliskan kapabilitas, di masa sekarang ini sangat penting. Jika dulu kita disekap rasa sungkan, sebaliknya sekarang kita perlu pede mengungkapkan keahlian. Bukan saja agar kita bisa berkembang lebih lanjut, namun agar bisa bermanfaat secara luas. 

Bayangkan berada di sebuh wilayah dengan angka stunting yang tinggi. Obviously, warga di sana butuh solusi nyata yang bisa mengubah situasi. Lalu sebenarnya kita mampu berbuat sesuatu. Entah karena latar belakang pendidikan, atau pengalaman pernah bergerak di ranah yang serupa. Andai kita berdiam diri. Maka mengendaplah segala ilmu yang kita punya lalu tersamar seiring waktu. Lalu kita pun lupa. Bayangkan kalau kita mau mengacungkan tangan, alias mengambil peran. Tidak.saja.kita makin kaya jam terbangnya, namun memberikan dampak luas. 

Pada anak-anak, kita bisa memulainya dengan terus memberikan apresiasi di tiap pencapaiannya. Lalu memberikan mereka ruang ngobrol. Biarkan anak-anak menyatakan betapa gembira mereka saat meraih sebuah parameter tertentu. Jangan dihardik atau dicuekin. Karena mereka tengah membangun kepercayaan diri. 

Saat anak berhasil menuntaskan sebuah tantangan, dan menikmati prosesnya. Maka ia akan siap jika mendapatkan tantangan yang baru. dengan begini, mereka akan semangat menjemput segala tantangan baru. Yang kelak pada gilirannya memperkaya wawasan, melengkapi portofolio dan tentu saja menyiapkan mereka di masa depan. 

Tentu saja, orang tua perlu alokasi waktu yang spesial. Emang berat sih, pas lagi konsentrasi mengerjakan sesuatu, eh tetiba anak datang dengan segudang cerita. Aps lagi mau ngeteh dengan khidmat, eh ada anak yang pengen curhat. Udah gitu, ceritanya gak kelar-kelar pula.. ahhaha.. semoga para orang tua sedunia bersabar mendampingi anak di proses ini. Sebab segala kerepotan ini akan terbayar lunas kelak. Insya Allah. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga