Miana

 #Pandemi

#Kisahkelima

Pada desa yang baru kami tempati, apa membeli sebidang tanah, tidak jauh dari rumah. Apa lalu menanam pisang, cabe rawit, ubi jalar dan tanaman lainnya. Saya seketika menyukai kebun sayuran itu. Tanahnya yang coklat muda dan halus, serta rindangnya pohon alpukat membuat saya betah bermain di sana. Selain itu saya menyukai perjalanan menuju ke kebun, karena ada petakan tanah yang kurang terurus namun disana tumbuh tanaman yang menakjubkan. 


Ia memiliki daun selebar telapak tangan bayi, dengan warna yang tidak lazim dimiliki dedaunan di seantero desa ini. Warna dominannya adalah hijau muda. Warna yang akan mengingatkanmu pada segelas jus alpukat di siang hari yang terik. Berbaur harmonis dengan warna hijau yang tenteram itu, adalah warna pink muda dan kuning yang ceria. Saya takjub membayangkan semua warna kesukaan saya bisa berpadu begitu indahnya di selembar daun. 


Maka setiap kali saya ke kebun, saya tak lupa melirik rimbunan daun menakjubkan itu. Saya tak hendak mengambilnya, karena takut ia akan layu dan sia-sia. Sehingga saya suka melambatkan langkah apabila melintasinya.


Kelak, berpuluh tahun mendatang, saya akan tahu bahwa daun dengan warna indah itu bernama Miana. 


Sungguh nama yang cantik. 


Begitu pandemi datang, tiba-tiba hobi baru menyeruak. Banyak tanaman yang muncul di marketplace. Saya yang awalnya mau menyerah dengan beberapa pot di teras, jadi ikut bersemangat lagi. sedianya saya akan menghibahkan beberapa bunga pada tetangga, mengingat saya akan sibuk mengajarkan materi belajar pada kedua putri sembari sibuk ngemong bayi. Saya kira, saya tidak akan punya waktu luang untuk berkebun. 


Tapi gegap gempita dunia tanaman hias mempengaruhi saya. Bahwa saya sebagai anak petani seharusnya tidak menyerah. Saya lalu re-potting beberapa bunga yang sudah merana. Lalu saya memindahkan beberapa bunga yang berada di tempat yang kurang disukainya. Tak lupa saya mengintip keriuhan belanja tanaman online. 

Saat itulah daun yang memikat masa kanak-kanak saya itu, terpampang di depan mata. 

Dengan nama yang cantik, Miana.


Saya terkesima. 

Pandemi ternyata memunculkan juga kisah lama saya yang jatuh cinta pada parade warna di sehelai miana. 

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga