Cinta Berubah Cara

Hari ini uda jauh dari rumah, sejak kemaren malam uda sudah nginap di Puncak. Pasalnya akad nikah pagi ini akan dilangsungkan di hotel Amarilis, tidak akan kekejar jika berangkat dari rumah.

Sungguh terlalu beresiko jika demikian.

Seorang mc profesional tidak akan mempertaruhkan acara pernikahan seseorang pada traffic yang tidak menentu. Belum lagi dengan adanya sistem buka tutup jalur di Puncak. Akan lebih baik jika uda nginep di atas sekalian, agar besok pagi bisa bekerja dengan leluasa. Saya lalu melepas uda dengan harapan bahwa uda tidak akan mengantuk hingga sampai hotel. Setelah bekerja seharian lalu dilanjut nyetir sendiri, saya dihinggapi cemas di setiap detik perjalanan uda.  

Begitu uda berangkat, hujan deras turun mengguyur bumi. Intensitasnya terus meningkat bahkan hingga subuh. Hanya ada suara derai hujan hingga pagi hari tiba. 

Gerimis tetap ada mewarnai pagi ini. Sama resahnya dengan telpon pagi dari uda. Uda bercerita tentang banjir di banyak wilayah dan tentang truk pengangkut sampah yang tertahan di Bantar Gebang. Juga tentang whatsapp grup yang penuh dengan koordinasi antar bidang, perihal penanganan banjir hari ini. Saya bertanya juga tentang persiapan acara wedding ceremony yang akan segera ditangani uda.

Uda ngga cerita tentang situasi pesta. Pastinya tidak ada yang baru, semua berjalan biasa. Uda malah tanya apakah di rumah kita sedang banjir. Uda pastinya mengacu ke area cucian kami di belakang. Saluran airnya mampet dan kemungkinan akan menggenangkan air di belakang. Karena air dari atap, bersatu dengan tetesan air hujan yang menerpa area belakang akan membuat rumah dilanda banjir kecil. Yang jelas kaki mesin cuci akan terendam air. 

Saya berhenti sejenak sebelum membalas. 

Jelas saya cemas dengan genangan air di rumah. Sedikit lagi, airnya akan mencapai batas ke ruang tengah. Ada beras di sana, yang perlu segera saya ungsikan. Karung seberat itu akan menyulitkan saya. Belum lagi menggeser beberapa barang lainnya. Tapi perkara saluran mampet tidaklah jadi hal besar jika dibanding ruwetnya pikiran uda sekarang. Satu kecamatan sudah ada di benaknya. Belum lagi uda perlu memikirkan bahwa setiap kata dan tindakannya pagi ini akan jadi kenangan seumur hidup bagi pasangan yang melangsungkan prosesi pernikahan saat ini. 

Saya akhirnya bilang, rumah oke. 

Toh saya memang baik-baik saja. Engga ada yang perlu diadukan ke uda.

Anyway saya merasa saya sudah jauuuuh berbeda dengan tahun-tahun silam. Jika dulu saya akan meminta segenap perhatian uda di setiap saat. Kini saya merasa akan lebih baik jika saya bisa membantu uda dengan segala yang saya bisa. Setidaknya uda bisa tenang mempercayakan rumah dan anak-anak pada saya. Andai banjir di belakang tidak sanggup saya tangani, saya toh bisa lari ke rumah bang Namin untuk minta bantuan.. hihi..

Ketika siang datang, dan hujan pun mereda. 

Uda bertanya apakah saya dan anak-anak sudah makan. Saya yang tidak leluasa menyalakan kompor hanya bisa nyengir. Dapur yang tersiram hujan tidak bisa digunakan. Sesungguhnya saya telah mengeluarkan bahan-bahan steamboat dari kulkas. Dan menaruh kompor portabel di tengah rumah. Saya berencana akan mengajak anak-anak duduk melingkari panci steamboat saja saat makan siang. Tapi kompor kecil itu urung dinyalakan, karena tak lama setelah uda tahu saya tidak masak, orderan makanan telah sampai di rumah. 

Well.. perhatian sesungguhnya tidak perlu diminta.

Mungkin memang demikian, setelah sebelas tahun berlalu, cinta lalu berubah cara.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga