How To Be Brave



Waktu itu listrik belum singgah ke desa kami. Keriuhan macam yang bisa kita harapkan dari sebuah desa di punggung gunung pada tahun delapan puluhan. Hanya ada deru angin melintas, gesekan dedaunan dan sesekali terdengar suara misterius.

Saya masih berusia lima tahun kala itu.
Kami baru saja datang ke desa permai penghasil pisang ini, dan segera saja saya jatuh cinta pada segala yang ada di sana. Tapi tidak demikian jika malam tiba..

Ada bunyi yang tidak saya sukai.. Bebunyian misterius itu kerap mengusik malam dingin, hadir nyaris di setiap malam. Bahkan di pelukan mama pun saya tidak berhasil mengusir cemas.
Ketika suatu malam saya memberanikan diri menceritakan ketakutan pada papa. Papa menatap wajah saya seksama, seakan menakar seberapa banyak rasa takut putrinya.
Papa tiba-tiba beranjak begitu saja ke kamar, kemudian kembali dengan sebuah senter.
"Coba lihat saja sendiri asal bunyi itu."
Saya terhenyak.
Mendengarkan suaranya saja saya sudah bersembunyi di balik mama, gimana caranya mau nyamperin.. huhuhu..

Namun berbekal pemahaman bahwa papa adalah penjelajah pegunungan, yang sudah paham segala hal tentang alam dan percaya kalau papa yakin anaknya bakal baik-baik aja, saya pun meneguhkan kaki melintasi halaman, menuju ke barisan pepohonan.
Papa mengikuti dari kejauhan. Tapi masih terlalu jauh jika saya tiba-tiba butuh bersembunyi di belakangnya.
Tapi saya juga tahu kalau saya tidak akan bisa berlari ketakutan begitu saja tanpa alasan. Saya pun sibuk mengarahkan senter kesana kemari. Kadang jadi terperanjat sendiri, soalnya siluet tanaman kala malam gelap gulita suka membuat kita membayangkan yang tidak-tidak. Hingga lampu senter saya mengarah ke sumber bunyi yang tidak saya sukai itu. 

Disanalah ia berada, sepasang mata bulat berkedip jenaka. Itulah perkenalan pertama saya dengan burung hantu. Dan itulah titik pertama saya menjadi berani. Setidaknya tidak mengkeret begitu saja jika ada yang aneh-aneh terdengar.
Saya mengira saya berani.
Sampai berpuluh tahun kemudian saya menyadari Ifa jauh lebih berani dibanding saya. Saya kayaknya makin kesini makin cemas untuk segala hal. Btw.. judul blognya jadi gak pas yah.. 
Ujung-ujungnya ya nggak berani juga.. haha..



Postingan ini disertakan pada project#ODOPfor99days #day67

Comments

Popular posts from this blog

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

life is never flat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga