Kehilangan Puisi

Saat matahari berusaha keras mencapai rumah saya, cahayanya menyelinap di sela pohon dan semak. Muncullah garis-garis cahaya menakjubkan.
Muncullah puisi.

Beberapa saat kemudian, saat matahari sempurna hadir, kesibukan pun tercipta. Dari sana pun terciptalah puisi. Bagaimana tidak, anak-anak beriringan berjalan riang ke sekolah, sesekali berlompatan riang, atau pasangan suami istri berangkat ke kebun dengan wajah gembira, semuanya menyimpan puisi.

Nah, apalagi sore, seisi alam menimbulkan puisi di sekeliling saya.

Jangan tanya kala malam. Musik semesta mendengungkan puisi.

Begitulah masa kecil saya, saat masih duduk di sekolah dasar, saya sudah punya buku puisi (buku itu ada dimana ya..hmm..). Saya suka mengamati, kemudian terseret dalam puisi. Saat menjelang remaja kayaknya saya sudah mulai meninggalkan puisi, saya asik berkirim surat dengan sahabat pena sepenjuru tanah air, karena emang lagi hits banget bersahabat pena waktu itu. Saat kuliah, saya praktis berhenti menulis kecuali untuk  urusan kuliah. Dan sekarang... saya nulis blog ini :)
Mungkin kelak, saat keadaan berubah, saya kembali duduk menuliskan puisi.
Siapa tahu..

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga