Tempat yang Sama, Perasaan Berbeda

Pas mudik kali ini, saya sekeluarga main ke villa milik saudara di punggung gunung, di jorong Kubang Bungkuak tempat saya dibesarkan. Kami semangat dong saat diundang datang, sebagian karena suka dengan view yang seru, sebagaian karena mau membantu acara reuni beliau dengan alumni SMPP-nya.




Sekilas tentang penyebutan jorong, jadi begini... Sumatera Barat tidak lagi memakai sistem desa untuk sebutan wilayah dibawah kecamatan, akan tetapi sebutannya adalah nagari. Sebuah nagari dipimpin oleh Bapak Wali Nagari. Setiap Nagari terdiri dari beberapa jorong yang dipimpin oleh wali jorong.
Nah di jorong ini... Mama mengajar lebih dari 13 tahun, saat kepindahan itu saya masih berusia 5 tahun. Praktis saya menghabiskan masa kecil dan masa remaja di tempat ini.

Saat pertama kali kami pindah ke jorong ini, suasana senyap menyergap. Kala itu di tahun 80an (dan dengan demikian umur saya langsung kebaca dong yaa.. hihihi) listrik belum masuk ke jorong kami. Penerangan di rumah menggunakan lampu petromaks dan lampu teplok.  Untuk televisi yang hanya ada beberapa aja di kampung kami, dinyalakan dengan tenaga dari aki.

Kemudian waktu bergegas berlalu..dan kemajuan menghampiri kampung kami. Listrik sudah ada, dan televisi menjamur. Dengan segala perubahan itu, saya telah membaur dengan semua unsur yang ada disini. Akhirnya saat kami pindah ke daerah lain, saya merasa sakit. Padahal kepindahan itu terjadi saat saya sudah kuliah ngekos jauh dari rumah, mestinya tidak terlalu berasa ka yaa..
Tapi saya merasa ngga rela aja saat meminta ojek melaju ke arah lain.
Ada kejadian yang ngga pernah saya ceritakan kepada siapapun, bahkan pada mama, bahwa saya pernah suatu malam saat pulang dari tempat kos, saya yang kangen dengan rumah lama, meminta tukang ojek jalan dulu ke rumah lama sebelum akhirnya menuju rumah sekarang..
tapi bukannya lega, malah nyesek melihat rumah lama sudah tidak terurus penuh taburan daun-daun berjatuhan.Anehnya lagi semua mimpi saya yang terkait dengan rumah, selalu bertempat dirumah lama. Bahkan setelah kami kembali pindah ke rumah lain lagi, mimpi saya masih berlokasi di rumah itu.

Padahal kalo dipikir dan diinget lama-lama, saya menjalani keseharian seperti anak lainnya, bahkan mengingat papa yang over protektif, saya cenderung anak rumahan. Tidak ada perasaan yang benar-benar kuat dan istimewa, tapi begitulah.. mungkin karena kampung ini memiliki bagian besar dari kisah hidup saya.

Kemarin saat kembali lagi ke kampung ini, dari ketinggian saya menatap jalanan yang dulu saya lalui, bukit yang dulu saya lintasi dengan riang gembira. Saya melihat kembali senyum ramah penduduk di kampung ini.
Semua perasaan membuncah..
Semua adegan masa lalu muncul kembali dalam kilas balik mengharukan. Beberapa kali penyesalan muncul saat mengingat hal-hal yang tidak semestinya saya lakukan.
Senja berlangsung singkat saat saya mengamati sekeliling dengan sendu.
Ke depan saya perlu benar-benar mengingat bahwa setiap saat perlu dijalani dengan penuh perhatian dan penuh pertimbangan.
Biar kelak...saat mengenang masa lalu tidak perlu ada sesal.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga