Makanya...

Zifa menumpahkan segelas air ke lantai. Seketika Atya bereaksi..
"Dek.. makanyaaaaa langsung diabisin airnya." dengan suara nyaring
Duh..
Sungguh ngga enak didengar.
'Makanya' terkesan menyalahkan seseorang, benar ini adalah untuk menunjukkan sebuah akibat dari perbuatan tapi kok ya kesannya ngga manis gitu..


Beberapa menit kemudian saya mengingatkan Atya untuk mengganti 'makanya' dengan kalimat pengingat untuk dedek semisal: lain kali minumnya lansung diabisin aja Dek..

Saat saya tengah bicara pada Atya, saya sungguh amat menyadari pola bahasa Atya mestilah mengikuti saya atau ayahnya. Kayaknya dulu salah satu dari kami pernah ucapkan 'makanya'.. saya lupa... tapi tentunya Atya hanya mengulang yang kami contohkan.
Setelahnya saya berharap Atya tidak lagi menggunakan kata 'makanya'.

Beberapa hari kemudian..
Apa yang terjadi...
Bukan Atya yang ucapkan 'makanya' akan tetapi malah saya...
Aduuhhhh...
Atya segera nyamber untuk mengoreksi saya. Saya segera minta maaf karena salah bicara dan berterimakasih Atya telah segera mengingatkan.

Berikutnya... saya salah terucap 'makanya' lagi..
dan lagi...
dan lagi...
Setiap kalinya Atya rajin mengingatkan saya.
Hingga Atya lelah... "Bunda kenapa selalu salah dan tidak bisa diingatkan"
Wajah saya memerah... terlalu malu dengan kesalahan berulang.
Cukup sekali saya mengingatkan Atya dan Atya tidak pernah mengulang sementara saya lah yang melanggar nasehat saya sendiri.
Saya langsung merasa kalah.
Sungguh saya lah yang seharusnya belajar..

*Maafkan Bunda*

Comments

Popular posts from this blog

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Buka Puasa Part 2 di Komala Hadi, Bersama Sanggar Tari Syofyani

life is never flat