Cerita Ramadan 2024 - Hari Pertama



Hari pertama puasa, semuanya ada di rumah. Ayah tidak bekerja, dan anak-anak juga libur sekolah.
Tentunya demikian. 
Sudah lazim bahwa setiap kali bulan puasa, hari pertama dihabiskan di rumah, bersama keluarga.
Kisah hari ini dimulai jam 3 dini hari, saat saya terbangun dengan suara anak remaja laki-laki yang berkeliling. Mereka membunyikan berbagai kentongan, memanggil warga agar bangun dan menyiapkan makan sahur. Meski suara mereka leluasa menembus celah pintu dan jendela, saya belum kunjung beranjak. Rasanya masih antara sadar atau engga. Baru kemudian setelah alarm berbunyi, saya tersadar kalau saya perlu memasak.

Saya terhuyung turun ke lantai bawah, sembari mengingat menu hari pertama yang kemarin sudah disusun Kakak dan Uni.
Sendirian saya lalu berkutat di dapur. Menu sahur perdana kali ini persis seperti request uni: 
- sayur kangkung telur puyuh
- telur dadar dengan irisan kentang
- sambel teri

Entah kenapa anak-anak seneng banget kalau saya buatkan telur dadar dengan irisan kentang dan banyak daun bawang.
Semuanya siap dalam waktu 30 menit. Karena sebelumnya sudah food preparation. Jadi tinggal sat set mencemplungkan berbagai bahan ke dalam wajan. Saya mengerti ada ibu yang senengnya food prep fan ada yang merasa ngga perlu sama sekali. 
Saya cenderung food prep, selain karena punya balita yang udah jelas bikin rempong. Saya butuh memasak dalam waktu singkat. Kadang lagi serius menggoreng, ada yang minta ditemenin ke toilet. Fiuuuh.. maka penting bagi saya untuk menyiapkan bahan makanan dulu, biar nanti bisa cepat proses memasaknya. Tapi sebenarnya saya punya alasan lain.
Food prep itu menyenangkan mata saat semuanya sudah selesai. Saya suka melihat semua sayur dirapikan dan masuk ke wadah seragam. Juga semua protein dan segala bumbu. Semuanya berada di tempat yang well organized. Rasanya pas buka kulkas itu, ngga ruwet. Tapi ada parade bentuk dan warna sayuran. Ada box orange yang berarti isinya adalah wortel yang sudah dipotong. Wadah hijau muda tempat buncis dan pokcoy, lalu ada hijau tua. Dan berbagai warna lainnya. 

Peer berikutnya membangunkan anak-anak fan menyuruh makan sahur. Ini butuh kesabaran. Kadang rasanya gemes. Tapi saya juga tidak pernah lupa, kalau di masa kanak-kanak dulu, saya juga demikian. 
Apa dan Ama membangunkan saya saat segalanya sudah ada di meja makan, dan saya tinggal makan saja.
Saya juga mengantuk dan makan dengan mata setengah terpejam.

Kalau mengingat masa itu, saya ngga jadi kesel. Bagaimanapun, mereka masih anak-anak yang perlu menjalani bulan Ramadan dengan riang gembira. 

Sahur berjalan lancar. 
Demikian pula dengan puasa di hari itu. 
Kami di rumah aja, beberes rumah, main, ngumpul leyeh-leyeh bersama dan lalu ngobrol kesana kemari. 

Sorenya saya memasak cumi goreng tepung, kentang telur puyuh cabe hijau dan sop daging. Ifa yang menghilang dengan sepedanya, kembali membawa sekantong gorengan. 

Ini hari pertama. 
Saya mengenang banyak hal tentang Ramadan yang riang gembira bersama Apa dan Ama. 
Segaris sedih datang dan membuat saya pengen menjeritkan rindu.
Betapa saya merindukan orang tua dan kenangan masa kanak-kanak. Tapi sekarang Apa sudah pergi di sisi Allah dan Ama menghabiskan Ramadan di kampung bersama kakak.
Nelangsa tidak terelakkan. 
Tapi hanya sejenak.
Sebab tetiba muncul pemikiran, bahwa bagi Atya Ifa dan Ara, ini adalah lembaran Ramadan yang penuh makna. Yang kelak akan menjelma sebagai kenangan indah. Kenangan saya tidak semestinya mengusik kisah anak-anak.
Sendu tetap ada, namun kegembiraan Ramadan mesti tercipta dari dalam rumah kami.
Insya Allah. 
Semoga Allah memudahkan.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga