Cerita Ramadan 2024 - hari keempat, tentang anak-anak yang berlarian di masjid



Beberapa pekan sebelum bulan Ramadan tiba, ada penjual baru yang bermunculan. Bukan penjual mukena dan sajadah, atau kurma, juga bukan juga penjual kolak. Ini sesuatu yang lain. Sesuatu yang seketika akan ditangkap oleh radar kanak-kanak. 
Yup.
Penjual petasan, kembang api dan lilin kecil-kecil. Entah kenapa, bulan Ramadan juga diwarnai dengan jualan semacam ini. Mungkin karena Ramadan juga merupakan bulan kegembiraan anak kecil. 

Karena di masjid kami, atau di lingkungan kaki dilarang membunyikan petasan atau kembang api, maka anak-anak biasanya main lilin. 
Lilin kecil-kecil biasanya berwarna warni, dinyalakan di sebuah wadah lalu dipandangiiii aja terus sampai lilinnya meleleh. Seringkali saat lelehan lilin membentuk genangan, jari dicelupkan kesana. 
Panas tapi seru. 
Menghasilkan lilin dengan cetakan sidik jari. 
Anak-anak memang ada saja kerjaannya. 

Saya juga demikian. 
Malangnya itu dilakukan di bagian paling belakang masjid Mujahidin. Dimana saya dan teman sebaya, tidak menyimak ceramah agama melainkan sibuk menyalakan lilin. 
Ya habis gimana. Ceramah ini bukanlah kultum ala jaman sekarang, tapi pengajian yang biasanya materinya berat dan durasinya lama. Saya di masa kecil tidak pernah dengerin pengajian, melainkan ngerumpi di belakang. 
Kadangkala, teman yang lebih jail lagi, malah tidak sholat tarawih. Tapi di tiap imam mau mengakhiri sholat dan baca salam, bergegas duduk di shaf belakang dan ikut baca salam. Hadeeeh.. 
Memang begitu anak-anak angkatan saya.

Namun orang tua bagaimanapun punya akal yang lebih panjang, malam besoknya, semua anak-anak dikumpulkan. Lalu disuruh sholat di shaf terdepan.
Nah kalau begini, segala rencana main yang udah disiapkan sejak siang, auto bubar. Yha gimana.
Segenap orang tua kini ada di belakang, tidak ada celah buat melarikam diri ke halaman. 

Segala kenangan tentang Ramadan, selalu membuat saya tersenyum senang. Termasuk perkara sholat yang tidak apik itu.
Ini sebabnya setiap saya sholat tarawih, lalu ada anak-anak berlarian. Atau sibuk mondar mandir. Atau sibuk ngobrol dengan temannya. Saya seakan melihat sosok saya di masa lampau. Saat saya sibuk berlarian dengan teman-teman. Ketika saya renungkan lagi, saya tidak kesal apalagi marah. 
Memang fitrah anak-anak untuk bermain dan tertawa riang tanpa beban.

Akan tetapi saya membatasi anak saya ke masjid, saat mereka balita. Bertahun-tahun lamanya saya tarawih di rumah. Agar anak-anak bisa terus bermain dan beraktivitas sesukanya. Hingga sampai di suatu titik saat anak paham bahwa masjid adalah rumah ibadah. Bahwa mereka punya keleluasaan main dan tertawa riang, tapi bukan di masjid. Saat berada di masjid, kita duduk di sajadah lalu tertib mengikuti imam. 
Putri saya tahu, bahwa ia bisa bercerita sangat panjang ke bundanya dan akan ditanggapi dengan baik, tapi di rumah. Saat di masjid, bunda akan beribadah, demikian juga dirinya. Dan ini butuh waktu lama.
Tapi tidak apa, saya bisa menunggu seraya terua beribadah di rumah. Dan menceritakan betapa serunya pergi sholat tarawih rame-rame ke masjid. Dan kisah-kisah lain yang membuat hatinya dekat dan rindu untuk bisa pergi ke masjid. 
Saya menunggu.
Tapi tidak mengapa.
Karena tiga putri saya memiliki terlalu banyak bahan obrolan, sedangkan jamaah lainnya pun memiliki kebutuhan untuk beribadah dengan khusyuk.

Tahun ini, putri bungsu berusia 4 tahun. Ini sholat tarawih pertama baginya di masjid. Ia akan sholat isya bersama saya dan juga ikut sholat rawatib. Namun di pertengahan tarawih, kadang sujudnya berlanjut dengan tidur. Biasanya ia berbicara sepanjang waktu di rumah, namun saat di masjid, kami tidak bercakap-cakap. Saat pulang, kami bergandengan tangan. Di tengah guncangan tangan mungilnya, ia berkata, "Seru kan ya Nda, pergi sholat tarawih sama-sama."

Saya tersenyum. Dan berharap agar pengalaman ini kelak menjelma kenangan indah. Seindah kenangan saya di masjid Mujahidin.

PS: Menu Hari Ini
Sahur: 
Ayam goreng lengkuas
Capcay
Telor mata sapi

Berbuka: 
Sayur bobor bayam
Ikan tongkol cabe bawang iris
Sambel lamongan
Beef teriyaki

Comments

Popular posts from this blog

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

life is never flat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga