Leadership Story: Kisah Kepala Sekolah yang Membangun Sebuah Sekolah

Gempa di Sumatera Barat pada tahun 2007 menyebabkan begitu banyak kerusakan.  Termasuk bangunan sekolah tempat mama saya mengajar. Dengan sedih saya mengenang, bangunan sekolah yang memang sudah tua itu rusak berat sebagian. Sebagian lagi telah dipenuhi retak-retak besar di dinding. Gempa sekecil apapun akan meruntuhkan sisa dinding itu. Pendek kata sekolah itu sudah menjadi bangunan yang sangat berbahaya. Sekolah itu otomatis terdata sebagai salah satu yang wajib direnovasi total.

Mama yang menjabat kepala sekolah di saat renovasi itu menghadapi tantangan baru. Dan ini bukanlah perkara sederhana. Karena sekolah guru, kuliah jarak jauh dan segala seminar  tidak mempersiapkan seorang kepala sekolah untuk menjadi pemimpin pembangunan suatu gedung. 

Ketika mengenang pengalaman mama saat pembangunan sekolah itu, saya mengamati tiga poin kepemimpinan tengah terjalin erat. 


1. Embrace Political Decision Courageously

Selalu ada nuansa politik dalam tiap urusan yang berkaitan dengan kebijakan publik. Setiap proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan termasuk dalam lingkup political decision. Dalam hal sekolah juga demikian. Misalnya kapan dilaksanakan, bagaimana caranya, siapa yang mengerjakan, apa saja faktor pendukungnya, dsb. 

Seorang pemimpin mau tidak mau akan berada dalam nuansa politis demikian. Harap diingat pula bahwa apapun kebijakan yang diambilnya, akan memiliki dampak pada banyak pihak. 


Pemimpin juga akan muncul dengan isu-isu  yang mengundang pro kontra. Keberanian seorang pemimpin memunculkan isu dan kemudian memandu diskusi untuk memproses isu tersebut, sungguh sebuah latihan kepemimpinan yang menarik. 


Pemimpin perlu berani dalam mengambil tujuan, dan menunjukkan wajah percaya diri meskipun paham bahwa kelak ada beberapa resiko yang akan dihadapi. Wajah pemimpin yang percaya diri saat menyatakan tujuan merupakan momen penting dan kritis dalam sebuah kepemimpinan.


2. Have a Clear Timeline & Priority

Yup..

Ini adalah langkah penting. Seorang pimpinan perlu jelas dengan ini. Setelah tujuan selesai dibuat, berikutnya menentukan timeline dan urutan prioritas. Dalam hal membangun sekolah tidak hanya sesederhana menyuruh tukang bekerja begitu dana renovasi turun. Melainkan ada proses penentuan rekanan, mitigasi pembelajaran anak selama renovasi, sosialisasi ke banyak pihak dan sebagainya. 

Saya kira akan sama, setiap agenda memerlukan timeline dan prioritas. 


3.  Bridging Different People Respectably.

Dalam kasus mama dan pembangunan sekolah, mama menerima instruksi dari dinas pendidikan, menerjemahkannya dalam kebijakan yang spesifik. Kemudian berkoordinasi dengan komite sekolah dan pemerintahan desa, berbicara dengan kontraktor pelaksana, sosialisasi dengan wali murid, dan melaporkan proses dan hasil kepada tim auditor.


Dalam konteks suasana lain, seorang pemimpin akan senantiasa berjumpa kondisi demikian. Pemimpin akan belajar menjalin relasi dan menemukan cara terbaik dalam berkomunikasi. 

Proses ini berpotensi mendatangkan kerumitan tingkat lanjut. 

Kita bisa jadi berjumpa dengan orang yang mengkritik ide kita, orang yang berbeda pendapat, orang yang sependapat namun memiliki ritme kerja yang berbeda, atau orang yang tidak kita mengerti pendapat dan situasinya. Keseluruhan karakter ini mewujud bersamaan seiring kita membentuk trusted relationship.


Seorang pemimpin perlu berpijak pada podium bernama kepercayaan. Caranya adalah dengan kukuh pada tujuan dan value. Dalam konteks perkara sekolah mama, tujuannya adalah sekolah baru yang kokoh dan nyaman untuk siswa, dan dibungkus dengan value integritas segenap pihak terkait. Selama pemimpin teguh hati pada tujuan dan value, ia akan tampil sebagai pemimpin yang dipercaya.


Inilah kisah mama saya, yang pada akhirnya sukses dengan project pembangunan sekolah pasca gempa besar. Sulit dalam prosesnya namun membahagiakan pada akhirnya. 


Dalam keadaan berbeda, tiga poin kepemimpinan di atas berkelindan dengan cara yang sama.


Pertanyaannya gimana cara kita agar berani memimpin?

Bagaimana mengatasi tantangan political decision, handling difficult people, dan solving every problem? 


Sebagai seorang yang juga kurang pengalaman, saya hanya punya satu saran sederhana. Yaitu mari praktek pada sebuah project kecil saja. Jangan pula mendadak bikin sekolah baru.. hihi.. 

Project kecil dalam bidang yang kita kuasai membuat kita jadi percaya diri. Juga memungkinkan kita berlatih komunikasi pada grup kecil. Ketika ada konflik, kita akan bisa mengatasinya. Kelak ketika sudah tuntas sebuah project itu, kita akan mendapatkan bonus tabungan kepercayaan diri dan semangat memulai project baru. 


Yuk, mari mulai memimpin, dan membuat perubahan.


Diceritakan oleh Yesi Dwi Fitria, Ketua Kampung Komunitas Ibu Profesional dan putri Bu Mardiah, Former Kepala Sekolah SD Lakuang Situjuah Batua.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga