Bainai

Kali ini saya pengen cerita tentang kenangan bainai.

Sudah umum dikenal bahwa Malam Bainai adalah bagian dari adat pernikahan di Sumatera Barat. Tapi ini bukan tentang prosesi Malam Bainai yang ingin saya obrolin, karena saya sendiri tidak terlalu paham mengenai prosesi ini. Alasan utamanya karena di kampung saya, malam bainai tidak lazim diadakan, pun saya sendiri tidak menjalani malam bainai ini saat menikah. Namun saya ingin menceritakan kegiatan bainai di masa kecil saya.

Jadi... dulu itu (saat usia SD kelas 3 atau 4 kira-kira) saya dan teman-teman sering sekali bainai. Bainai ini lebih karena seru-seruan aja sih sebenarnya, entah kenapa lagi tren aja pada masa itu di antara teman-teman. Kalau abis belajar bersama, kami lalu sibuk menumbuk daun inai dan rame-rame pakai inai di kuku. Trus besoknya tanding-tandingan kuku paling merah di sekolah. Tentunya yang paling bagus merahnya adalah pemenangnya..
Sungguh masa kecil yang luar biasa...
Sementara yang lain tandingan nilai paling bagus, saya dan teman cukup memperlombakan kuku ajah..
hmmm..

Lanjut..
Gilingan daun inai ini sungguh menanamkan kenangan, karena ramuannya yang ribet gak hanya daun inai tok. Ini sebenarnya ga ada petunjuk baku tata cara membuat daun inai, tapi ada aja saran ini itu supaya inai jadi lebih merah hasilmya. Nah secara kami anak kecil yang labil dan gampang disesatkan, jadilah kami anak SD yang berbahagia ini menambahkan apa saja yang disebutkan kaka-kaka di sekolah.

Pertama-tama daun inai ditumbuk di lengkungan separuh batok kelapa, trus dicampur dengan secuil tawas. Kenapa perlu tawas.. ini yang jadi misteri tak terjawab. Secara kami engga tau juga sih apa khasiatnya. Abis demikianlah menurut para kaka-kaka.
Ini yah... kalau dipikirkan lagi.. jadi makin sedih aja..
Mengenang betapa saya tidak kritis menjalani hidup di masa kecil.

Selain itu perlu juga untuk menambahkan bunga putih kecil-kecil dari semak yang tumbuh di pematang sawah, entah bunga apa namanya..
sungguh random.
So... sore hari sebelum bainai, kami pasukan kece pencinta inai akan menjelajahi sawah dulu untuk mengumpulkan bunga putih kecil menggemaskan itu. Apakah tanpa bunga ini lalu inainya gak bakal jadi?
Hmmm.. ngga tau juga sih.
Tapi paling engga kami bisa jalan-jalan manis dulu di sepanjang pematang sawah :)

Ada yang lebih gokil lagi.. entah siapa yang mengajari tapi kami juga menambahkan serabut hitam di dapur ke adonan inai ini. Ceritanya, dapur kami di kampung adalah dapur dengan tungku api dari kayu, di atas tungku itulah seringkali ada jelaga menempel di langit-langit atau menempel di dinding, jelaga inilah yang kami tambahkan ke ramuan ini dengan harapan bisa menciptakan tumbukan inai paling ampuh.

Sampai disini kadar kecerdasan saya sudah bisa dipertanyakan.

Semoga Atya dan Zifa kelak saat membaca postingan ini tidak malu dengan kelakuan bunda..
huhuhu

Setelah selesai, adonan inai kami tempelkan ke kuku trus kuku dibungkus dengan daun yang lebar. Biarkan semalaman.
Seringnya sih ikatan di jari udah lepas aja sendiri pas bangun. dan taraaaaaa.... jari jemari pun memerah sempurna.
Sungguh pagi yang indah saat melenggang jumawa ke sekolah dengan jari berinai merah..hihihi..

Well... sekarang saya merindukan momen-momen itu..
Bukan jari merahnya yang sangat saya rindukan, tapi tentang teman-teman masa kecil, saya sungguh merindukan mereka. Saya kangen saat waktu melambat dan dipenuhi tawa riang.
Dunia terasa ramah sekali kala itu.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga