Kartu pos #2 Kita akan Bangkit Ketika Jatuh



Suhu 5 derajat celcius menyambut kami ketika keluar dari bandara Ataturk. Meskipun sudah memakai pakaian lengkap ala penduduk di negara musim dingin, tapi kulit tropis saya menolak untuk akrab. Hangatnya suhu udara di Jakarta terlalu lama saya nikmati, rasanya begitu menyakitkan ketika terpapar udara dingin.
Begitu naik bis menuju hotel, angin dingin menampar wajah.
Sungguh tidak menyenangkan di kulit
Namun lama kelamaan anehnya saya menyadari bahwa saya tentram. Saya kira saya menemukan situasi yang kerap dideskripsikan pada buku-buku yang saya baca. Bangku taman yang dingin dan sendirian di kejauhan membawa saya pada suasana yang akrab dan hangat.

Atya tiba-tiba menelpon pada saat yang melankolis itu.
Berbeda dengan saya yang menyambut dengan senang suasana di luar, Atya dan Ifa sedikit kecewa dengan tayangan video call yang menunjukkan ketidakhadiran salju di luar. Well, saya lupa menyampaikan bahwa di kota Istanbul sendiri memang tidak bersalju, suhu di luar memang dingin namun tidak ada salju di sini.
Atya juga muram melihat pohon yang meranggas.
Saya kira karena Atya terlalu akrab dengan pohon raksasa berbunga kuning yang ceria sepanjang tahun di pekarangan sekolahnya.Sehingga rasanya janggal melihat pepohonan tanpa daun yang kelihatan sunyi dan kelabu.
"Kenapa pohonnya menakutkan Bunda?'

Saya bersorak dalam diam.
Zona tentram dan hijau di sekolah dan di rumah memberikan rasa aman pada anak-anak. Saya belum berkesempatan mengajarkan bahwa musim berganti dengan pasti demikian juga dengan kehidupan. Ada saaat kita menemukan tantangan.
Namun seperti halnya pohon yang sunyi bertahan tegar diterpa angin dingin, maka kita perlu tegar menahankan ujian.

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga