Kisah Kantong Plastik dari Pasar
Sejujurnya saya ini pemalu suka merasa rendah diri loh, terutama ketika akan mengemukakan ide-ide baru kepada orang lain. Sepanjang sekolah menengah atau kuliah, saya tidak bisa ingat apakah pernah mengacungkan tangan untuk bertanya. Pun juga tidak pernah berpendapat apapun di sebuah forum. Saya kira saya tidak akan sanggup menahan situasi ketika saya menerima tanggapan di luar ekspektasi.
Dalam komunitas Ibu Profesional juga demikian. Saya memerlukan waktu cukup lama untuk berdiam di pojokan, tidak berani muncul ke ruang chat bahkan untuk sekedar menyapa. Dan ketika saya berani mengungkapkan pikiran, saya pun memerlukan waktu lama untuk merangkai kata. Rasa inferior yang kadang kadarnya kebangetan ini entah kenapa tidak berhasil saya atasi.
Perkara inferior ini yang mengemuka sebagai sebuah tantangan pekan ini bagi saya pribadi.
Salah satu aksi terkait program Hijrah 0 Sampah adalah tindakan pencegahan sampah dengan mengurangi hadirnya sampah di rumah. Beberapa hal sudah dijalankan secara konsisten sejak lama. Semisal membawa wadah makan dan minum kemana-mana. Anak-anak bahkan sedari dini sudah terbiasa dengan membawa wadah sendiri. bagi mereka, ini malah jadi keseruan tersendiri mengingat botol minum dan kotak makan anak sungguh menggemaskan penampilannya.
Aksi reduce sampah di rumah telah membawa saya untuk bertindak pada kasus menumpuknya sampah plastik pada Sabtu pagi. Ini merupakan dampak dari belanjaan mingguan yang saya lakukan setiap hari Sabtu. Begini, meskipun membawa keranjang belanjaan, namun saya tetap memerlukan banyak kantong plastik.
Begini kira-kira penjabaran serbuan plastik di rumah:
- 2 kantong plastik untuk ikan nila yang sudah dipotong-potong. Pakai dua kantong sekaligus agar airnya tidak merembes kemana-mana.
- 2 kantong plastik lainnya untuk ikan gurame, dengan alasan yang sama dengan di atas.
- 1 kantong untuk ikan tongkol
- 1 kantong untuk ikan bawal
- 1 kantong untuk udang
- 1 kantong besar untuk membawa ikan tongkol, bawal dan udang tadi, berhubung ketiga jenis ikan ini dibeli di tempat yang sama.
- 1 kantong untuk tahu
- 2 kantong untuk kelapa parut, entah kenapa sama abangnya selalu didobelin plastiknya dan saya juga tidak pernah menolak
- 1 kantong untuk cabe merah keriting
- 1 kantong untuk cabe hijau keriting
- 1 kantong untuk bawang merah
- 1 kantong untuk jeruk nipis
- 1 kantong untuk wortel
- 1 kantong untuk buncis
- 1 kantong untuk jamur
- 1 kantong untuk kentang
- 1 kantong untuk bumbu dapur
- 1 kantong untuk bawang putih
- 1 kantong untuk jagung putren
- 1 kantong besar untuk memasukan semua kantong kecil sayuran di atas
- 1 kantong besar yang saya minta untuk membungkus semua ikan yang tadi saya beli agar airnya dipastikan tidak menetes-netes.
- 2 kantong untuk tulang iga
- 1 kantong untuk daging dendeng.
- kantong plastik bekas ikan, dan daging akan saya masukan ke kantong plastik bersih lalu dimasukan ke tempat sampah
- kantong yang bersih dilipat rapi dan disimpan.
- Semua bahan makanan masuk ke kotak dan disimpan rapi di kulkas.
Pekan ini saatnya saya meneguhkan niat. Bagaimanapun urusan timbunan plastik ini memang sudah perlu disudahi. Maka saya dengan gagah mengunjungi pasar Ciracas, kali ini sambil membawa kotak-kotak, kantong rajut dan tas belanjaan yang besar.
Seperti kebiasaan tiap minggu, saya mendahulukan beli ikan, karena akan butuh waktu menunggu penjualnya membersihkan ikan-ikan yang saya beli. Saat si 'aa penjual ikan sedang membersihkan sisik ikan Nila, saya mulai disergap bimbang, apakah akan mengeluarkan wadah dari rumah atau tunda saja ke pekan depan. Saya kok merasa belum siap jika ditanya kok bawa wadah sendiri.
Bagaimana kalau ditertawakan.
Bagamana kalau pembeli lain memandang aneh.
Bagaimana kalau...
Tapi, hey!!! demi bumi dan kenyamanan anak cucu kelak, kenapa tidak segera bertindak.
Sekarang.
Rasanya ini menjadi penantian membersihkan ikan yang paling cepat, karena kepala sibuk beradu argumen. Namun pada akhirnya saya mengeluarkan kotak yang tadi saya umpetin di dalam keranjang.
"A ikannya disimpan di dalam ini saja ya."
si 'aa bahkan tidak menanyakan apapun, tidak pula memandang aneh seperti rekaan kepala saya di satu sisi itu. Bahkan ia sigap menutup kotak, dan memabntu mengatur kota-kotaka agar muat di keranjang.
Kelar sudah urusan dengan penjual ikan air tawar, saatnya saya pindah ke ikan laut.
Adegan sebelumnya berulang. Demikian juga kontemplasi di kepala saya. Sisi perubahan kembali bertengkar hebat dengan sisi inferior yang tak juga mau kalah.
Fiuhh..
Namun pada akhirnya sisi perubahan menampakkan ketangguhan yang patut dipuji. Kali ini sekali lagi saya dibantu membereskan kotak-kotak berisi ikan.
Alhamdulillah.
Urusan belanja berikutnya lebih mudah. Sisi inferior, kini sepenuhnya menyerah kalah.
Yeayyyyy.
#belajarzerowaste
#hijrahnolsampah
#hijrahnolsampahIPJakarta
#HNSIPJakarta
#HNSt2
#belajarzerowaste
#hijrahnolsampah
#hijrahnolsampahIPJakarta
#HNSIPJakarta
#HNSt2
Comments
Post a Comment