Selamat Tinggal Ikan

Ada sepenggal masa di remaja saya, saat kami tinggal di lembah indah.
Saat itu orangtua sedang giat bertani dan beternak. Lembah itu seperti wajan, dikelilingi perbukitan yang ditanami kopi dan kayu manis. Di kaki bukit lahan sawah berjenjang-jenjang indah. Sesekali kami mengganti tanaman padi dengan tomat, buncis, bawang merah dan kacang. Tepat ditengah 'wajan' adalah rumah kami. Rumah panggung yang berdiri di samping kali kecil berair jernih dan sejuk. Mama menanam banyak bunga yang membuat rumah mungil kami indah sekali.

Yang saya akan ceritakan adalah tentang ikan-uikan yang banyak kami pelihara. Papa mempelajari peternakan ikan dan berhasil mengembangkan peternakan ikan sendiri. Separuh dari lahan sawah kami menjelma kolam ikan.

Saya menjalani semuanya, mempersiapkan kolam, menemani induk ikan bertelur di sepertiga malam, terjun ke air dingin memindahkan si induk sesaat setelah selesai bertelur, memindahkan bayi-bayi ikan ke sawah beberapa minggu kemudian, memindahkan si ikan remaja beberapa minggu kemudian, memberi para ikan dewasa di kolam besar.

Sungguh saya mencintai setiap ikan, saya mencintai corak warna terangnya,seperti saya mencintai ikan yang tercipta putih tanpa corak.
Saya menikmati saat-saat saya melintasi pinggir kolam, dan ikan-ikan besar itu datang membuat air kolam bergolak.

Saat suatu ketika, ikan tersebut perlu dimasak, saya menatap ikan yang sudah ditangkap itu dengan sedih.
Saya meminta maaf berulangkali pada ikan merah besar itu.. Hiks..
Bahkan menuliskannya sekarang membuat air mata berlinang.
Sepertinya saya memasukkan terlalu banyak perasaan pada urusan peternakan ikan ini.
Hiks..

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga