Kisah Si Jambu Air
Salah satu teman baik saya adalah si jambu air.
Tumbuh sendiri di pematang sawah, mendapatkan air yang cukup dan zat hara melimpah. Si jambu air yang bercabang rendah ini sungguh murah hati, karena rajin berbuah.
Sudah menjadi kewajiban saya sepulang sekolah untuk membawa semangkok garam ke cabang jambu yang paling matang buahnya.
Disanalah saya duduk nyaman, memperhatikan awan dengan burung elang beterbangan, atau memperhatikan babi hutan di kejauhan. Sembari mengunyah jambu air tentunya.
Saat itu sudah jelas bahwa perkara jambunya bersih atau tidak, diabaikan. Keajaiban alamlah yang membuat saya tidak sakit perut setelah menghabiskan jambu di satu cabang pohon lalu pindah ke cabang lain, hingga garam dimangkok habis dicocoli jambu.
Demikian pula keesokan harinya, dan esok harinya lagi, hingga buahnya habis.
Untuk kemudian saya tunggu kedatangan musim berbuah berikutnya.
Sayang sekali teman baik ini kini sudah tiada.. Hiks..
Tumbuh sendiri di pematang sawah, mendapatkan air yang cukup dan zat hara melimpah. Si jambu air yang bercabang rendah ini sungguh murah hati, karena rajin berbuah.
Sudah menjadi kewajiban saya sepulang sekolah untuk membawa semangkok garam ke cabang jambu yang paling matang buahnya.
Disanalah saya duduk nyaman, memperhatikan awan dengan burung elang beterbangan, atau memperhatikan babi hutan di kejauhan. Sembari mengunyah jambu air tentunya.
Saat itu sudah jelas bahwa perkara jambunya bersih atau tidak, diabaikan. Keajaiban alamlah yang membuat saya tidak sakit perut setelah menghabiskan jambu di satu cabang pohon lalu pindah ke cabang lain, hingga garam dimangkok habis dicocoli jambu.
Demikian pula keesokan harinya, dan esok harinya lagi, hingga buahnya habis.
Untuk kemudian saya tunggu kedatangan musim berbuah berikutnya.
Sayang sekali teman baik ini kini sudah tiada.. Hiks..
Comments
Post a Comment