Aku Membaca karena Aku Ingin Tahu

Dulu niat nyicil-nyicil beli buku, selain karena memang membutuhkan ilmunya, juga ada niat untuk menyiapkan bacaan untuk adik-adik remaja yang suka main ke rumah. Selain harapan bahwa kelak anak-anak begitu lahir nanti sudah bertemu dengan buku-buku keren. Mulailah saya hunting berbagai genre buku namun tetap sesuatu yang saya suka.
Lah iya, khan tidak mau rugi 😀
Tapi ide membuka perpustakaan bagi keluarga ini tidaklah berjalan mulus. Adik-adik di rumah ternyata tidak tertarik pada lemari buku. Saya padahal sudah mengganti berbagai judul buku agar eye ctching, juga kadang sengaja menaruh buku tergeletak di dekat mereka. Setelah menyodorkan berbagai jenis buku, fiksi sejarah, sci-fi, komik, berbagai majalah, tetap saja tidak ada yang menyentuh buku-buku.
Ini sungguh menggemaskan.
Sayangnya belum berhasil juga,hiks.
Dari semua genre buku masak sih tidak ada satupun yang disukai.

Daripada sibuk bertanya-tanya sendiri, saya pun pakai jurus andalan seorang kakak. Tanya langsung tanpa ragu.
"Kenapa tidak mau baca-baca buku uni?"
Adik-adik yang baik ini diam saja.
"Maksud uni, daripada tidak ada kerjaan, kenapa tidak baca buku saja?"
(kalau diingat lagi sekarang, ini merupakan contoh pertanyaan yang menyudutkan)
 Akhirnya salah satu dari mereka menjawab."Soalnya nggak terbiasa baca buku Ni."

"Trus darimana mau dapat ilmu jika tidak dari buku?"
(masih pertanyaan memojokkan 😅)

"Ada uni, dari tivi kan ada semua berita. kalau mau hiburan ya dari tv juga ada, tidak perlu baca buku kalau ada film yang seru."
Ha!

"Buku jenis apa menarik dibaca? biar uni siapkan."
"Ndak usah repot ni, kami ndak perlu membaca."
Hiks...
nangis guling guling

Tidak perlu membaca.
Kalimat ini terngiang terus dan membawa saya kembali ke senyapnya dusun Kubang Bungkuak, tidak banyak yang bisa dilakukan selain berlarian di bukit penuh serangga menarik, atau berjalan menyusuri jalanan kecil kampung bersama sahabat. Keduanya sangat menyenangkan namun orangtua tidak terlalu senang jika saya keluyuran jauh-jauh. Akibatnya, meskipun tinggal di pegunungan yang indah, saya malah lebih banyak berada di rumah. Tidak banyak yang bisa dilakukan seputaran rumah.Syukurlah setiap tahun ada kiriman berkardus-kardus buku ke rumah. Buku ini adalah dari Dinas Pendidikan untuk setiap sekolah dasar. Berhubung rumah dinas yang kami tempati berada di pinggir jalan raya, sedangkan sekolah sendiri berada jauh dan tidak mudah dijangkau mobil.

Buku cerita anak dari diknas inilah yang menyelamatkan masa kecil yang senyap. Dari buku cerita, saya membaca kisah seorang siswa sekolah vak yang menanam pepaya di Batang. Namun di buku itu tidak ada penjelasan tentang apa itu sekolah vak, tidak juga dijelaskan Batang itu berada di mana. 
Rasa ingin tahu itu yang membawa saya ke buku-buku yang lain.
Satu buku mengundang untuk berpindah ke buku lain, semua terasa berkaitan.


Saat ini, ketika anak-anak sudah mulai mengenal kata, saya melihat ada sesuatu yang penting untuk ditanamkan.
Benar bahwa anak-anak memerlukan sebuha teladan yang baik dari orangtua, bahwa orangtua yang konsisten meluangkan waktu untuk membaca, akan ditiru pula oleh anak-anak. Atya sudh berhasil melewati tahap mencintai buku dengan baik. Ketika Atya tiba-tiba tergerak untuk membaca dan belajar dengan caranya sendiri, kemudian pelan-pelan melahap buku satu per satu. Tantangan berikutnya dimulai.
Apakah Atya akan merasa butuh membaca buku?
Dengan semua informasi yang ada di tv apakah akan perlu membaca. Saat ini Atya belajar berbagai hewan dan tumbuhan di saluran national geographic. Pun juga mengenal budaya indonesia dalam tayangan video. Seberapa butuh Atya terhadap buku.
Dikaitkan ke pengnalaman saya mengahadapi adik-adik remaja yang kini tak butuh buku lagi, akankah saya menemukan Atya mengikuti langkah yang sama.

Sebuah kejadian ternyata membawa hikmah yang luar biasa. Suatu hal sederhana namun menjadi istimewa.
Suatu siang saat Atya pulang sekolah, Atya yang terbiasa menceritakan segala pengalamannya mulai membuka obrolan.
"Nda, bisakah kita duduk dulu di pinggir danau untuk ngobrol-ngobrol dan minum jus?"
Saya tersenyum.
Sesi mampir ke danau yang berada satu komplek dengan sekolah, menjadi saat yang amat produktif untuk membicarakan banyak hal. Sejurus kemudian, setelah membeli dua gelas jus, kami pun duduk di rumput, memandang danau yang tenang.
"Tahu nggak Nda, danau yang tenang ini membuat pikiran kakak jadi tenang."
"Iya, bunda juga sama. Kita jadi leluasa untuk memikirkan segala hal dengan lebih teliti."
"Nda, apa iya makan pizza bikin kita jadi hamil?"
Apaaaa....
Suasana tenang seketika buyar.
"Kenapa kakak menanyakan tentang ini? Bunda lebih mudah membantu kalau bunda lebih mengerti."
Berusaha senyum dan kalem padahal di hati kebat kebit memikirkan apa lagi pengalaman baru yang menghampiri Atya kali ini.
"Itu nda, Atya kan tadi bawa bekal pizza, trus katan teman, itu namanya junk food, makanan sampah. Trus kalau kita makan junk food kita bisa hamil kalau kita sudah SMP nanti. Apa iya nda."
"Bagaimana kalau kita cari tahu dulu kak, mulai dari apa yang paling membingungkan kakak."
"Junk Food Nda."
"Yuk kita pulang dan baca buku agar kakak paham."
Saya menggamit tangan mungil Atya dan mengayunnya pelan.

"Nda, sekarang kakak sudah tahu arti junk food dari buku-buku dan juga sudah tahu bagaimana makanan junk food pada tubuh kita."
Senyum pun mengembang bagi kami berdua.
Saya akhirnya menemukan cara bagaimana Atya merasa butuh membaca. Merasa bahwa dengan membaca buku akan mendapatkan banyak ilmu. Kemudian merasakah bahagianya bisa menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di kepala melalui buku-buku.

"Tapi tadi nggak dibilang soal hamil nda, apa iya kalau di SMP kita bisa hamil?"
Wah...
Tantangan baru ini.
"Kaka mau duduk dekat jendela bersama bunda, kita ngobrol over tea."

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga