Bukan Salah Gulai Gajeboh

Kemaren siang, sehabis jalan-jalan kulineran singkat sama suami dan anak-anak, suami minta dimasakain sambel jengkol dan gulai gajeboh. Karena seorang teman yang berulang tahun malam ini request dibawakan makanan dari jengkol. Dengan demikian, perjalanan siang kemaren pun berakhir di pasar Ciracas. Kita membeli jengkol, santan, cabe giling, bumbu giling, daging sandung lamur dan juga nangka yang sudah dibersihkan.

Sampai di rumah, untuk membuat gulai gajeboh tinggal masukan santan ke wajan, cabe giling, bumbu halus kemudian sehelai daun kunyit, tiga helai daun jeruk dan sereh. Tunggu beberapa saat hingga santan mendidih, kemudian masukkan potongan daging dan nangka.
Selesai.
Ya nggak sesederhana diucapkan juga sih ya, tetap ada proses ngaduk-ngaduk santannya. Tapi dibanding masa dulu, urusan masak masak jaman kini sudah gampang banget.


Sepuluh tahun yang lalu, ketika saya akan membuat gulai, saya akan mulai dengan sebilah parang tajam dan tangga.
Pertama-tama parang dan tangga di bawa dulu ke belakang rumah. Trus dengan kecemasan tingkat tinggi saya menaruh tangga bersandar pada pohon kelapa, kemudian dengan takut menaiki satu persatu anak tangga. Saya mengayunkan parang ke buah kelapa yang sudah tua juga dengan rasa cemas. Ini bukan takut ketinggian yah, mengingat pohon kelapa ini tingginya hanya 3 meter saja, tapi saya takut cicak!
Haha..
Habis cicak suka banget main dibalik pelepah atau buah kelapa ini.

Setelah kelapa turun dengan aman, berikutnya adalah tugas mengupas kelapa, ini peer banget untuk saya, susahnya minta ampun, seringnya sih minta  tolong papa :p
Berikutnya memarut kelapa, dulunya saat kita belum punya mesin parut kelapa, kelapa diparut manual dengan alat mirip bebek gitu :)
Butuh kesabaran untuk memarut kelapa manual ini, jika buru-buru atau memarut terlalu keras, parutan kelapa jadi kasar-kasar sehingga santan yang didapat juga sedikit.

Usai memarut kelapa dan memeras kelapa jadi santan, berikutnya adalah menggiling cabe.
Ini bener-bener olahraga tangan yang baik loh :)

Santan dan cabe sudah di wajan. Saya beranjak ke belakang rumah sekali lagi mnembawa cangkul untuk menggali umbi lengkuas, jahe dan kunyit. Jahe dan kunyit sih gampang urusannya, bahkan kadang cukup dikais dengan tangan. Tapi lengkuas sungguh perjuangan yang alot. Setelah digali dengan cangkul, bersihkan dulu dari tanah dan akar yang menempel, trus diparut. Repotnya, umbi lengkuas kan relatif lebih keras dari kunyit atau jahe.
Fiuuh...

Kini santan, cabe dan bumbu halus sudah di wajan.
Saya masih perlu berkeliling rumah sekali lagi untuk mengumpulkan daun jeruk, kunyit dan sebatang sereh. Tetiba ingin menambahkan nangka ke gulai? balik lagi aja ke belakang rumah :)


Saat masak kemaren itulah saya menyadari bahwa bukanlah salah bunda mengandung eh bukan salah gulai gajeboh jika nanti kolesterol sudah di level membahayakan.

Tapi pola hidup saya yang kurang mobile yang membuat tubuh tidak algi seimbang.
Saat memasak sudah dipersingkat waktunya dengan berbagai kemudahan teknologi (dan uang mungkin?) Hari gini memasak juga tidak menguras tenaga sebanyak dulu lagi.
Udah gitu saya malah menghabiskan waktu tersisa dengan duduk manis membaca buku, atau larut di timeline medsos
huhuhu...
Sepertinya perlu resolusi baru: memperbanyak aktivitas fisik dan keep makan gulai gajeboh :p

Comments

Popular posts from this blog

life is never flat

17 Agustus bersama Playschooling Tomat

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga