Apa yang ada di hati bunda?
Bahagia membuncah di hati bunda.
Kala kita menatap bebek-bebek menghilir di selokan, berceloteh riang.
Kita pun lalu sama-sama ikut tertawa riang.
Ada bahagia di hati bunda Nak, Saat buku-buku bunda berserakan di lantai.
Atau saat tepung talas bertaburan memenuhi wajah dan tangan mungil.
Bangga meledak kala putri bunda tak lupa melafalkan doa.
Tiga tahun melihat mata penuh cahaya milikmu duhai ananda, sesungguhnya kesedihan tidak pernah lagi menyapa bunda
Hidup kita terlalu gembira bukan
Hingga nanda ternyata tidak bisa membedakan alif dan ba.
Bunda pun mengerti bahwa bunda tidak boleh menunggu.
Setenang dokter mengungkapkan apa adanya mata nanda, demikian juga bunda menjalaninya.
Dua kali tengah malam berlalu Nak,
tangan kita berpegangan, menghitung menit yang pelan. Masih terngiang teriakan kesakitan nanda saat efek bius hilang.
Hingga kebosanan putri lincah yang memuncak di hari kesembilan.
Namun bunda tegar Nak.
Mengalirkah air mata bunda? Seperti kepala yang menyembunyikan mata merah tertunduk di sekeliling bunda.
Tapi,
Apakah yang bunda rasa Nak,
Saat mendengar celotehan nanda tentang wajah bunda yang dulu hanya terlihat hidung dan mulut
Tentang ayah yang selama ini tidak dikenali
Tentang wajah kakak yang ternyata cantik
Tentang aktivitas yg dijalani selama ini dengan tuntunan riang kaki kakak saja
Tentang nanda yang gembira berujar betapa bahagia nanda bisa menatap wajah bunda.
Apakah yang bunda miliki selain air mata mengalir tiada henti.
Kenapa tidak bilang Nak
Kenapa tidak mengeluh
Kenapa tidak menabrak sesuatu biar bunda segera paham ada yang salah
Apakah yang kini bunda miliki selain rasa takjub bahwa bunda memiliki putri yang tangguh
Apakah yang ada di dada selain rasa syukur.
Bahwa ada kesempatan untuk memperbaiki segalanya.
Apakah yang ada di hati bunda Nak,
Saat tangan mungil nanda menunjuk apartemen menjulang kemudian berseru penuh semangat
"Lihat, itu gunung kan Nda!"
Jakarta,
Bunda Yesi
Kala kita menatap bebek-bebek menghilir di selokan, berceloteh riang.
Kita pun lalu sama-sama ikut tertawa riang.
Ada bahagia di hati bunda Nak, Saat buku-buku bunda berserakan di lantai.
Atau saat tepung talas bertaburan memenuhi wajah dan tangan mungil.
Bangga meledak kala putri bunda tak lupa melafalkan doa.
Tiga tahun melihat mata penuh cahaya milikmu duhai ananda, sesungguhnya kesedihan tidak pernah lagi menyapa bunda
Hidup kita terlalu gembira bukan
Hingga nanda ternyata tidak bisa membedakan alif dan ba.
Bunda pun mengerti bahwa bunda tidak boleh menunggu.
Setenang dokter mengungkapkan apa adanya mata nanda, demikian juga bunda menjalaninya.
Dua kali tengah malam berlalu Nak,
tangan kita berpegangan, menghitung menit yang pelan. Masih terngiang teriakan kesakitan nanda saat efek bius hilang.
Hingga kebosanan putri lincah yang memuncak di hari kesembilan.
Namun bunda tegar Nak.
Mengalirkah air mata bunda? Seperti kepala yang menyembunyikan mata merah tertunduk di sekeliling bunda.
Tapi,
Apakah yang bunda rasa Nak,
Saat mendengar celotehan nanda tentang wajah bunda yang dulu hanya terlihat hidung dan mulut
Tentang ayah yang selama ini tidak dikenali
Tentang wajah kakak yang ternyata cantik
Tentang aktivitas yg dijalani selama ini dengan tuntunan riang kaki kakak saja
Tentang nanda yang gembira berujar betapa bahagia nanda bisa menatap wajah bunda.
Apakah yang bunda miliki selain air mata mengalir tiada henti.
Kenapa tidak bilang Nak
Kenapa tidak mengeluh
Kenapa tidak menabrak sesuatu biar bunda segera paham ada yang salah
Apakah yang kini bunda miliki selain rasa takjub bahwa bunda memiliki putri yang tangguh
Apakah yang ada di dada selain rasa syukur.
Bahwa ada kesempatan untuk memperbaiki segalanya.
Apakah yang ada di hati bunda Nak,
Saat tangan mungil nanda menunjuk apartemen menjulang kemudian berseru penuh semangat
"Lihat, itu gunung kan Nda!"
Jakarta,
Bunda Yesi
Comments
Post a Comment