Posts

Kala Mama Membawa Sekantong Jeruk

Waktu itu hari raya Idul Fitri, dan keluarga besar tengah berkumpul di kampung, termasuk Papi dan Mami yang saat itu masih tinggal di komplek Harapan Jaya, Bekasi Saat pergi keliling silaturahim di Sialang, Papi mengambil rantang yang berat dari tangan Mami. Pada POV Papi yang separuh masa remaja dan lanjut bekerja di Jakarta, ini adalah hal yang sudah semestinya. Memang begitu adanya, aaat istri membawa bawaan berat, suami gercep membantu. Apalagi jalanan di Sialang kala itu belum seperti sekarang ini. Lagipula kami bakalan jalan kaki dengan jarak lumayan jauh. Mami sekalian juga menyerahkan totebag besar yang isinya entah apa saja. Papi dengan gembira membawa semuanya dan kami kembali lanjut berjalan sambil menikmati udara pegunungan yang sejuk. Tapi kedamaian seperti itu hanya berlanjut kurang dari satu menit saja. Tante saya yang lain, sepupu dari pihak Apa, berteriak kaget. Kami juga jadinya ikutan kaget, bingung dengan apa yang terjadi. Tante saya tadi itu, segera meraih rantang ...

Kala Atya-Ifa dan Ayi Punya Banyak Uang

Uang hari raya untuk anak-anak, terasa rada kurang sesuai dengan konsep saya tentang uang. Sejauh ini, Atya, Ifa dan Ayi dilatih untuk hanya meminta pada Allah dan ayah bunda saja. Bahkan pada nenek yang punya pensiunan pun, mereka tidak boleh minta apa-apa. Untungnya nenek paham bahwa saya tengah mengajarkan prinsip penting. Jadi nenek bisa mengerti kenapa anak-anak ngga pernah minta uang atau dibeliin sesuatu. Yaaa ada lah satu kali nenek gusar, saat di toko buku tetap saja anak-anak menolak dibelikan. Padahal itu adalah tempat dimana mereka biasa diijinkan leluasa belanja. Tapi saya minta nenek terus bertahan untuk tidak ngasih uang. Sebab insya Allah anak-anak tahu kalau nenek itu sayangnya setinggi gunung, tanpa perlu belikan apa-apa. Konsep bahwa anak meminta pada Allah, merupakan upaya saya mengajarkan anak bahwa Allah Maha Kaya. Bahwa kita ini terbatas kemampuannya namun Allah lah yang maha segalanya. Harapannya ini bakal membawa mereka lebih dekat pada Allah, dan memiliki pe...

Kala Sahur, dan Segelas Kopi yang Tidak Manjur

Pukul tiga dinihari, sekelompok remaja laki-laki di lingkungan rumah kami, akan berkeliling. Segala macam bunyi-bunyian serempak memecahkan keheningan penghujung malam. Diikuti oleh teriakan "sahuuuuur" yang lantang bergema di tiap gang. Saya lebih suka dibangunkan dengan cara begini. Kadangkala saat badan terlalu lelah, tangan entah kenapa refleks mematikan alarm di hp dan kembali menarik selimut. Tapi suara anak-anak yang berkeliling, sungguh susah untuk diabaikan. Biasanya saya akan bergegas turun, dan langsung mengeluarkan bahan makanan dari kulkas. Setiap sahur, saya memang memasak setidaknya tiga jenis makanan tapi dalam jumlah sedikit agar tidak mubazir. Biar anak-anak bisa menikmati sahur dengan gembira karena ketemu makanan yang berbeda dengan berbuka. Aslijyq ini engga sebegitu susah. Bahkan untuk saya yang tidak handal memasak ini.  Dengan kekuatan food preparation sebelum Ramadan, proses memasak jadi jauh lebih cepat. Saat jelang Ramadan, saya meminta keempat putr...

Cerita Ramadan 2024 - hari keempat, tentang anak-anak yang berlarian di masjid

Image
Beberapa pekan sebelum bulan Ramadan tiba, ada penjual baru yang bermunculan. Bukan penjual mukena dan sajadah, atau kurma, juga bukan juga penjual kolak. Ini sesuatu yang lain. Sesuatu yang seketika akan ditangkap oleh radar kanak-kanak.  Yup. Penjual petasan, kembang api dan lilin kecil-kecil. Entah kenapa, bulan Ramadan juga diwarnai dengan jualan semacam ini. Mungkin karena Ramadan juga merupakan bulan kegembiraan anak kecil.  Karena di masjid kami, atau di lingkungan kaki dilarang membunyikan petasan atau kembang api, maka anak-anak biasanya main lilin.  Lilin kecil-kecil biasanya berwarna warni, dinyalakan di sebuah wadah lalu dipandangiiii aja terus sampai lilinnya meleleh. Seringkali saat lelehan lilin membentuk genangan, jari dicelupkan kesana.  Panas tapi seru.  Menghasilkan lilin dengan cetakan sidik jari.  Anak-anak memang ada saja kerjaannya.  Saya juga demikian.  Malangnya itu dilakukan di bagian paling belakang masjid Mujahidin. Dim...

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga

Image
  Hujan turun sejak dinihari, hingga matahari datang menjemput semua makhluk hidup. Bukan. Bukan hujan, ini hanyalah gerimis yang menggoyangkan daun monstera perlahan-lahan. Bukan hujan yang akan membasuh debu. Namun untaian selarik tipis yang menghalangi sebagian orang untuk keluar rumah. Saya menatap keluar dan terbias sendu. Gerimis entah kenapa berkawan karib dengan kesenduan. Mungkin hujan membuat langkah tertahan sejenak, sementara kenangan menghambur begitu saja. Bisa jadi karena hujan membuat kita menjadi nyaman. Saat partikel air mendinginkan kerisauan, hati jadi lebih tenteram. Lalu angan berkelana ke pelosok-pelosok kejadian masa silam, tentang hujan.  Hari ini hari ketiga Ramadan. Saya baik-baik saja sejauh ini. Tepatnya memaksakan diri agar tangguh. Sebagai penderita gerd, sampai saat ini saya masih bertahan. Kadang ada masa-masa yang membuat saya meluruskan badan begitu saja, tergeletak di sofa atau di kamar anak. Lalu waktu berjalan lambat, merayap. Sisanya meru...

Cerita Ramadan 2024 - Hari Kedua

Image
  Sore ini saya bergegas. Rumah sudah rapi, tanaman sudah disiram, pun hidangan berbuka sudah aman di atas meja makan. Namun saya butuh banyak barang harian, butuuuuh banget grocery shopping dalam waktu dekat ini. Apabila jerigen detergen sudah hampir sampai ke dasar, hati rasanya kebat kebit. Jika cairan bebersih habis, saya sungguh tidak tenang. Belum lagi jika minyak goreng yang menipis. Otw galau maksimal itumah.  Itu sebabnya, uda mengajak kami janjian sore ini. Uda sepulang kantor dan saya naik gojek dari rumah. Sementara saat itu sudah setengah lima sore. Sementara saya kayaknya perlu membeli segala barang.. huhuhu.. Dari rumah ke Naga Swalayan, sebenarnya tidak jauh. Apalagi kami bisa lewat jalanan kampung yang mestinya relatif sepi. Tapi kenyataannya ngga gitu wahai saudara. Baru saja saya keluar dari area rumah, baru mau naik gojek. Kakak depan rumah menyapa, "Mau beli kolak ngga?" Olala saya baru ingat kalau bulan puasa begini, selalu banyak penjual takjil dadakan ...

Cerita Ramadan 2024 - Hari Pertama

Image
Hari pertama puasa, semuanya ada di rumah. Ayah tidak bekerja, dan anak-anak juga libur sekolah. Tentunya demikian.  Sudah lazim bahwa setiap kali bulan puasa, hari pertama dihabiskan di rumah, bersama keluarga. Kisah hari ini dimulai jam 3 dini hari, saat saya terbangun dengan suara anak remaja laki-laki yang berkeliling. Mereka membunyikan berbagai kentongan, memanggil warga agar bangun dan menyiapkan makan sahur. Meski suara mereka leluasa menembus celah pintu dan jendela, saya belum kunjung beranjak. Rasanya masih antara sadar atau engga. Baru kemudian setelah alarm berbunyi, saya tersadar kalau saya perlu memasak. Saya terhuyung turun ke lantai bawah, sembari mengingat menu hari pertama yang kemarin sudah disusun Kakak dan Uni. Sendirian saya lalu berkutat di dapur. Menu sahur perdana kali ini persis seperti request uni:  - sayur kangkung telur puyuh - telur dadar dengan irisan kentang - sambel teri Entah kenapa anak-anak seneng banget kalau saya buatkan telur dadar denga...