Posts

Prau, Pendakian Pertama (Part #2)

Image
(Teman baru dan keluarga baru saat pendakian Prau) Tubuh yang sudah workout berbulan-bulan akan menemukan pengujiannya di track ini. Apakah akan tremor dan menyerah saat di tanjakan yang tidak ramah ini.  Setelah beberapa saat mendaki, saya pikir bakalan baik-baik saja. Nafas sudah mulai terasa nyaman, dan capek bisa hilang dengan istirahat beberapa menit. Melintasi hutan seperti ini serasa kembali ke masa kecil. Saat sering eksplorasi alam bersama almarhum Apa. Dulu saya sering menyusuri sungai dan mengamati tanaman anggrek liar di pedalaman rimba. Juga menyenangkan saat duduk diam tenang-tenang menatapi pohon besar dan segenap burung penghuninya. Saya berasa pulang ke rumah. Rasanya tentram saat melihat pohon berselimutkan lumut, dan hamparan belukar tidak tersentuh. Hanya saja sesekali saya berbalik mengamati kakak. Saya mencemaskan kakak yang diam saja selama di perjalanan. Takutnya kakak tidak kuat setelah dua jam mendaki terus menerus meski perlahan. Selain itu, sejak dari po...

Prau, Pendakian Pertama

Image
Sejenak hening saat kakak bilang kalau ia pengen mendaki gunung. Ini ide yang absurd, tetiba muncul di tengah topik diskusi lainnya yang tidak kalah seru sore itu.  Tapi matanya berbinar. Cemerlang. Semua kegembiraan seakan tertumpah di raut wajahnya, sementara ia menunggu sebuah jawaban penting. Karena sebuah "iya" dari bunda akan menambah penggalan cerita berwarna indah pada hidupnya yang sudah penuh warna warni. Dan "tidak" akan menghilangkan seluruh keceriaan di wajah bulat itu.  Yang kakak tidak tahu adalah, saat perkara pendakian disampaikan pada seseorang yang dekat dengan alam sedari kecil, sebenarnya itu sudah auto approved.  Atau jangan-jangan kakak sudah menyadari ini sebelumnya. Sehingga bisa dengan ringan menyampaikan ide asing dengan wajah seoptimis itu. Saya kira kakak sudah tahu kalau saya akan se-excited dirinya.  Atau mungkin malah lebih.  Karena itu berarti menjemput impian lama. Bahwa saya sangat suka dengan tanaman, hutan dan ketenangan di d...

Kala Mama Membawa Sekantong Jeruk

Waktu itu hari raya Idul Fitri, dan keluarga besar tengah berkumpul di kampung, termasuk Papi dan Mami yang saat itu masih tinggal di komplek Harapan Jaya, Bekasi Saat pergi keliling silaturahim di Sialang, Papi mengambil rantang yang berat dari tangan Mami. Pada POV Papi yang separuh masa remaja dan lanjut bekerja di Jakarta, ini adalah hal yang sudah semestinya. Memang begitu adanya, aaat istri membawa bawaan berat, suami gercep membantu. Apalagi jalanan di Sialang kala itu belum seperti sekarang ini. Lagipula kami bakalan jalan kaki dengan jarak lumayan jauh. Mami sekalian juga menyerahkan totebag besar yang isinya entah apa saja. Papi dengan gembira membawa semuanya dan kami kembali lanjut berjalan sambil menikmati udara pegunungan yang sejuk. Tapi kedamaian seperti itu hanya berlanjut kurang dari satu menit saja. Tante saya yang lain, sepupu dari pihak Apa, berteriak kaget. Kami juga jadinya ikutan kaget, bingung dengan apa yang terjadi. Tante saya tadi itu, segera meraih rantang ...

Kala Atya-Ifa dan Ayi Punya Banyak Uang

Uang hari raya untuk anak-anak, terasa rada kurang sesuai dengan konsep saya tentang uang. Sejauh ini, Atya, Ifa dan Ayi dilatih untuk hanya meminta pada Allah dan ayah bunda saja. Bahkan pada nenek yang punya pensiunan pun, mereka tidak boleh minta apa-apa. Untungnya nenek paham bahwa saya tengah mengajarkan prinsip penting. Jadi nenek bisa mengerti kenapa anak-anak ngga pernah minta uang atau dibeliin sesuatu. Yaaa ada lah satu kali nenek gusar, saat di toko buku tetap saja anak-anak menolak dibelikan. Padahal itu adalah tempat dimana mereka biasa diijinkan leluasa belanja. Tapi saya minta nenek terus bertahan untuk tidak ngasih uang. Sebab insya Allah anak-anak tahu kalau nenek itu sayangnya setinggi gunung, tanpa perlu belikan apa-apa. Konsep bahwa anak meminta pada Allah, merupakan upaya saya mengajarkan anak bahwa Allah Maha Kaya. Bahwa kita ini terbatas kemampuannya namun Allah lah yang maha segalanya. Harapannya ini bakal membawa mereka lebih dekat pada Allah, dan memiliki pe...

Kala Sahur, dan Segelas Kopi yang Tidak Manjur

Pukul tiga dinihari, sekelompok remaja laki-laki di lingkungan rumah kami, akan berkeliling. Segala macam bunyi-bunyian serempak memecahkan keheningan penghujung malam. Diikuti oleh teriakan "sahuuuuur" yang lantang bergema di tiap gang. Saya lebih suka dibangunkan dengan cara begini. Kadangkala saat badan terlalu lelah, tangan entah kenapa refleks mematikan alarm di hp dan kembali menarik selimut. Tapi suara anak-anak yang berkeliling, sungguh susah untuk diabaikan. Biasanya saya akan bergegas turun, dan langsung mengeluarkan bahan makanan dari kulkas. Setiap sahur, saya memang memasak setidaknya tiga jenis makanan tapi dalam jumlah sedikit agar tidak mubazir. Biar anak-anak bisa menikmati sahur dengan gembira karena ketemu makanan yang berbeda dengan berbuka. Aslijyq ini engga sebegitu susah. Bahkan untuk saya yang tidak handal memasak ini.  Dengan kekuatan food preparation sebelum Ramadan, proses memasak jadi jauh lebih cepat. Saat jelang Ramadan, saya meminta keempat putr...

Cerita Ramadan 2024 - hari keempat, tentang anak-anak yang berlarian di masjid

Image
Beberapa pekan sebelum bulan Ramadan tiba, ada penjual baru yang bermunculan. Bukan penjual mukena dan sajadah, atau kurma, juga bukan juga penjual kolak. Ini sesuatu yang lain. Sesuatu yang seketika akan ditangkap oleh radar kanak-kanak.  Yup. Penjual petasan, kembang api dan lilin kecil-kecil. Entah kenapa, bulan Ramadan juga diwarnai dengan jualan semacam ini. Mungkin karena Ramadan juga merupakan bulan kegembiraan anak kecil.  Karena di masjid kami, atau di lingkungan kaki dilarang membunyikan petasan atau kembang api, maka anak-anak biasanya main lilin.  Lilin kecil-kecil biasanya berwarna warni, dinyalakan di sebuah wadah lalu dipandangiiii aja terus sampai lilinnya meleleh. Seringkali saat lelehan lilin membentuk genangan, jari dicelupkan kesana.  Panas tapi seru.  Menghasilkan lilin dengan cetakan sidik jari.  Anak-anak memang ada saja kerjaannya.  Saya juga demikian.  Malangnya itu dilakukan di bagian paling belakang masjid Mujahidin. Dim...

Cerita Ramadan 2024 - Hari Ketiga

Image
  Hujan turun sejak dinihari, hingga matahari datang menjemput semua makhluk hidup. Bukan. Bukan hujan, ini hanyalah gerimis yang menggoyangkan daun monstera perlahan-lahan. Bukan hujan yang akan membasuh debu. Namun untaian selarik tipis yang menghalangi sebagian orang untuk keluar rumah. Saya menatap keluar dan terbias sendu. Gerimis entah kenapa berkawan karib dengan kesenduan. Mungkin hujan membuat langkah tertahan sejenak, sementara kenangan menghambur begitu saja. Bisa jadi karena hujan membuat kita menjadi nyaman. Saat partikel air mendinginkan kerisauan, hati jadi lebih tenteram. Lalu angan berkelana ke pelosok-pelosok kejadian masa silam, tentang hujan.  Hari ini hari ketiga Ramadan. Saya baik-baik saja sejauh ini. Tepatnya memaksakan diri agar tangguh. Sebagai penderita gerd, sampai saat ini saya masih bertahan. Kadang ada masa-masa yang membuat saya meluruskan badan begitu saja, tergeletak di sofa atau di kamar anak. Lalu waktu berjalan lambat, merayap. Sisanya meru...